"Illegal Fishing" Di Rohil Semakin Meresahkan

id illegal fishing, di rohil, semakin meresahkan

"Illegal Fishing" Di Rohil Semakin Meresahkan

Rokan Hilir (Antarariau.com) - Pemkab Rokan Hilir, Provinsi Riau pada Selasa, 20 September 2016 akan menggelar rapat koordinasi bersama seluruh stakeholder lainnya sekaligus mengundang nelayan Sumatera Utara guna membahas maraknya "illegal fishing" atau pencurian ikan yang tengah marak didaerah itu.

"Sengaja kami undang nelayan Sumatera Utara disamping nelayan lokal, karena sosialisasi yang diberikan kepada mereka sangatlah penting, terutama soal batas wilayah perairan," kata Bupati Rokan Hilir, Suyatno kepada wartawan di Bagansiapiapi, Rabu.

Sebelumnya ia juga sudah menginstruksikan kepada tim terpadu yang dalam hal ini meliputi Lanal, Polair, KKP, HNSI dan Dinas Perikanan dan Kelautan untuk segera melakukan koordinasi terkait maraknya aksi illegal fishing di Rokan Hilir.

Menurut dia dalam memberantas illegal fishing perlu komitmen bersama, karena pengawasan diperairan tidak hanya tugas pemerintah daerah semata melainkan kerjasama tim yang telah dibentuk.

"Semua tim terpadu mari kita jaga bersama laut Rohil ini. Kalau nanti ditemukan tangkap dan proses," tegas Bupati.

Seperti diketahui, maraknya aksi pencurian ikan diperairan Rohil tidak hanya meresahkan nelayan tradisional saja, tapi juga merusak sumber daya hayati dilaut.

"Kami minta Dinas Perikanan dan instansi terkait lainnya segera melakukan patroli," kata Ketua HNSI Rohil, Murkhan Muhammad menambahkan.

Dia menyebutkan bahwa baru-baru ini aksi pencurian ikan yang beroperasi diperairan Rohil menggunakan kapal pukat harimau bertonase 25-30 Gross Tonnage (GT).

Ironisnya, lokasi yang digunakan kapal pukat harimau sebagai tempat menangkap ikan hanya berjarak sekitar 7-8 mil dari bibir pantai dan beroperasi siang dan malam tanpa mempedulikan orang dan lingkungan.

"Kapal pukat harimau yang diduga berasal dari Sumut itu juga merusak alat tangkap yang dipasang nelayan tradisional dilaut. Bahkan mereka sering mengancam akan menabrak perahu milik nelayan tradisional yang sedang menangkap ikan. Akibatnya, nelayan tradisional menjadi trauma dan merasa tak nyaman lagi mencari nafkah," katanya.

Lebih lanjut ia menegaskan, aksi nekat yang dilakukan oleh nelayan Sumut dengan menggunakan kapal pukat harimau dinilai unsur kesengajaan.

"Selama ini nelayan tradisional kerap melarang kehadiran nelayan luar, sehingga mereka melampiaskan kemarahannya dengan cara membabi buta terhadap nelayan tradisional yang tengah melaut," tuturnya.

Dia pun berharap tindakan yang dilakukan oleh nelayan Sumut tersebut harus secepatnya dicegah sebelum kerugian yang ditanggung oleh nelayan tradisional bertambah banyak. Apalagi kejadian seperti ini sangat berpotensi memancing kerusuhan yang lebih besar.

"Kami minta segera ditertibkan, lebih cepat lebih baik," tegasnya. (ADV)

Oleh: Dedi Dahmudi