Perairan Riau Masih Rawan "Illegal Fishing"

id perairan riau, masih rawan, illegal fishing

Perairan Riau Masih Rawan "Illegal Fishing"

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau menyatakan aktivitas pencurian ikan atau "illegal fishing" yang diduga dilakukan nelayan asing masih terjadi di perairan Kabupaten Bengkalis dan Rokan Hilir.

"Bengkalis yang paling rawan (illegal fishing) karena berbatasan langsung ke Selat Malaka dan juga dari Belawan," kata Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Riau, Tien Mastina, di Pekanbaru, Jumat.

Ia mengatakan Pemprov Riau akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengatasi masalah tersebut. Selain itu, ia mengatakan pemerintah daerah juga akan bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memperbaiki sistem dalam pemberantasan korupsi di bidang sumber daya alam.

"Kita akan mendata seluruh kapal penangkap ikan yang ada di Riau, karena masih banyak yang disinyalir tidak memiliki izin," tegasnya.

Untuk memperketat pengawasan, lanjutnya, kewenangan untuk perizinan untuk kapal penangkap ikan akan diambil alih oleh pemerintah provinsi, sehingga pemerintah kabupaten/kota tidak bisa lagi menerbitkan izin seperti sebelumnya. Selain itu, pihaknya juga akan melakukan inventarisasi terhadap perusahaan perikanan yang beroperasi apakah sudah memiliki kelengkapan perizinan.

"Selain itu, Pemprov Riau akan mengevaluasi Peraturan Daerah Nomor 8 tahun 2012 tentang Izin Usaha Perikanan. Kebijakannya akan diperkuat," kata Tien.

Tim Pencegahan Korupsi Sumber Daya Alam (SDA) KPK melakukan pertemuan dengan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman di ruang rapat lantai tiga bersama instansi daerah dari sektor kehutanan, perkebunan, perikanan, dan pertambangan di Pekanbaru, Jumat.

KPK mendorong agar Pemprov Riau untuk melaksanakan rencana aksi untuk pencegahan dan pemberantasan korupsi di bidang sumber daya alam, yang tujuannya adalah untuk menertibkan dunia usaha agar taat aturan serta untuk menghindari kerugian negara dari aktivitas eksploitasi alam yang ilegal.

"Intinya, nanti unjung-ujungnya hanya perusahaan sumber daya alam yang patuh dengan aturan saja yang ada di Riau, yang tidak serius ya jangan ada," kata Ketua Tim Pencegahan Korupsi Sektor Sumber Daya Alam KPK, Dian Patria.

Ia menjelaskan, KPK melaksanakan rencana aksi pemberantasan korupsi tersebut di 34 provinsi. Ia mengatakan Riau dinilai penting untuk terlibat dalam rencana aksi tersebut karena memiliki potensi SDA yang melimpah, namun selama ini rawan terjadi korupsi.

"Riau dengan SDA yang banyak wajib kita datangi. Ini merupakan kombinasi pencegahan dan penindakan, jangan hanya penindakan saja tapi sistem tidak kita bangun karena untuk di Riau kita sudah tahu semua masalahnya sangat banyak," katanya.

Plt Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman menyatakan dukungannya terhadap KPK untuk pemberantasan korupsi sektor SDA. Ia menyadari besarnya potensi SDA Riau menjadi sangat rawan membuka peluang terjadinya korupsi apabila tidak dibuat sistem pencegahan yang baik.

Ia berharap sinergi antara Pemprov Riau dan KPK bisa memberikan manfaat di masa depan. "Jadi dengan adanya sistem yang akan dipakai secara nasional, akan mempermudah dinas terkait dalam membuat laporan hukum yang ujungnya akan tingkatkan pendapatan nasional dan daerah," ujar Plt Gubernur Riau.

Penyusunan rencana aksi tersebut merupakan satu dari delapan agenda antikorupsi KPK untuk Presiden Joko Widodo, yaitu terkait pengelolaan SDA dan penerimaan negara, termasuk di dalamnya bidang kehutanan, kelautan dan perikanan, serta penerimaan pajak dari sektor pertambangan batu bara.

Berdasarkan data KPK, potensi kerugian keuangan negara dari sektor kehutanan dan mineral batu bara mencapai Rp51,5 triliun dan 1,79 miliar dolar AS selama periode 2010-2013. Bahkan, buruknya pengawasan menyebabkan negara didera kerugian negara Rp35 triliun per tahun akibat pembalakan liar.