Efek Berantai Industri Kehutanan Untuk Menyejahterakan Masyarakat

id efek berantai, industri kehutanan, untuk menyejahterakan masyarakat

Efek Berantai Industri Kehutanan Untuk Menyejahterakan Masyarakat

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Industri yang ideal adalah ibarat sungai yang mengalir dari hulu ke hilir. Tetesannya pun mengalir menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat disekitarnya.

Data Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) menyatakan, industri bubur kertas (pulp) dan kertas memberikan sumbangsih terhadap nilai ekpor nasional sebesar 5,6 miliar per tahun, serta menyerap tenaga kerja langsung dari hulu sampai ke hilir sejumlah 2,1 juta orang.

Dampak positif industri ini dirasakan oleh Jufri, seorang warga Kota Pangkalan Kerinci Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Sejak tahun 2000, lelaki enerjik ini merintis usahanya sebagai mitra perusahaan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Bukti kerja kerasnya selama lebih dari satu dasawarsa terlihat jelas dari rumah mewah berkelir putih yang kini ditempatinya di Pangkalan Kerinci.

"Sejak 2000 saya jadi mitra RAPP mulai dari mengurus kendaraan operasional, penyedia tenaga kerja, sampai menyediakan arang sekam," kata Jufri kepada Antara pada akhir Juli lalu.

Ia menjelaskan, RAPP membutuhkan arang sekam sekitar 150 ton per bulan sebagai media tanam bibit pohon akasia untuk bahan baku pulp dan kertas. Jufri memutuskan membuat perusahaan PT Kerinci Bersaudara untuk menyuplai kebutuhan itu sejak 2010. "Sekarang saya sudah menyuplai arang sekam ke lima nursery (pusat pembibitan)," ujarnya pula.

Menurut dia, menggeluti bisnis arang sekam dirasa paling nyaman dibandingkan usaha lain yang pernah dijajalnya. Bisnis arang sekam intinya adalah mengolah kembali kulit padi yang bagi sebagian orang hanya menjadi limbah. Cara pembuatannya juga mudah, yaitu kulit padi (gabah) disangrai dengan penggorengan besar hingga agak menghitam.

"Bisnis arang sekam inilah yang saya rasa paling nyaman karena lebih sederhana. Orang lain mungkin melihat bahan bakunya tidak berguna, atau paling tidak untuk dibakar dan dijadikan abu gosok buat mencuci piring," katanya.

Jufri kini memasok 30 ton arang sekam ke RAPP tiap tiga bulan dengan harga berkisar Rp3.300 hingga Rp5.000 per kilogram. Bahkan, ia sudah melakukan ekspansi bisnis dengan membuka tiga tempat pengolahan arang sekam. Salah satu lokasi berada tepat disebelah rumahnya di Pangkalan Kerinci, dan dalam waktu dekat akan membuka cabang di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing).

Untungnya memang tidak terlalu besar, hanya Rp400 per kilogramnya. Meski begitu, Jufri bisa membuka lapangan kerja bagi warga setempat untuk 22 orang. "Rencananya, tempat yang di Kuansing akan lebih besar jadi bisa 15 orang pekerja di sana," katanya dengan bangga.

RAPP

Warga setempat yang juga merintis usaha serupa adalah Sulaiman. Pria ini mendirikan PT Rifky Pratama Sanjaya yang memasok arang sekam sebanyak 20 ton, dan cocopeat 300 ton per triwulan ke RAPP. Seperti halnya arang sekam, cocopeat juga berbahan baku limbah kulit kelapa yang digunakan untuk media tanam pohon akasia.

"Saya ambil bahan cocopeat dari Lampung dalam kondisi 75-80 persen, dan sampai Pangkalan Kerinci tinggal dikeringkan," katanya.

Lokasi pengolahan milik Sulaiman penuh dengan karung-karung penuh cocopeat yang disusun setinggi empat meter. Sementara itu, pelatarannya digunakan untuk tempat penjemuran limbah kelapa itu.

Ia mengatakan harga cocopeat kini mencapai Rp1.650 per kilogram. Dari jumlah tersebut, keuntungan bersihnya mencapai Rp250 per kilogram. Semenjak menggeluti usaha berbahan baku limbah itu, Sulaiman pun memutuskan meninggalkan pekerjaan lamanya sebagai kontraktor di pemerintahan daerah. Perlahan tapi pasti, ia merintis bisnisnya dari awalnya hanya memasok 25 ton hingga kini mencapai 300 ton per tiga bulan. Dari usaha itu, Sulamainan memberi lapangan pekerjaan untuk 25 warga setempat. "Sebelumnya saya kontraktor, tapi biasanya lebih sering menganggur. Tapi sekarang saya malah kasih pekerjaan ke warga," katanya sambil tersenyum. Ia mengatakan sangat mengapresiasi RAPP yang memberi kesempata bagi warga setempat untuk menjadi mitra perusahaan. Sulaiman juga berharap kerjasama kepada mitra binaan bisa ditingkatkan dan berkelanjutan. "Saya berterima kasih karena RAPP memberdayakan masyarakat dengan memberikan peluang usaha, supaya warga tempatan tidak jadi penonton saja," katanya.

Manager Community Development RAPP, Sundari Berlian, mengatakan sudah ada 177 mitra binaan yang jenis usahanya langsung berkaitan dengan operasional perusahaan industri kehutanan itu. Jenis usahanya mulai dari kontraktor palet, penyedia tenaga kerja, sarana transportasi, "water tank", nursery, hingga penanaman dan pemanenan tanaman industri.

Dengan kerjasama dengan RAPP, warga setempat bisa dengan mudah mendapatkan akses perbankan untuk mendapat modal, yakni menggunakan kontrak PO (purchase order) sebagai jaminannya. "Dari 177 mitra RAPP ini, mereka bisa menyerap tenaga kerja sampai 3.300 orang," ujar Sundari.