Restorasi Ekosistem Riau, ketika industri kehutanan tidak sekadar menebang pohon

id restorasi ekosistem riau,RER,semenjanjung kampar,pulau padang,APRIL,RAPP

Restorasi Ekosistem Riau, ketika industri kehutanan tidak sekadar menebang pohon

Arsip foto. Sejumlah jagawana berpatroli menyusuri sungai di dalam kawasan Restorasi Ekosistem Riau di Kabupaten Pelalawan, Riau, Selasa (1/11/2016). (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

Pekanbaru (Antaranews Riau) - Sampai sekarang masih ada orang yang percaya bahwa industri kehutanan itu hanya bisa merusak lingkungan, menambah laju deforestasi hutan alam, berkontribusi dalam mempercepat perubahan iklim karena kerjanya hanya menebang pohon untuk diambil kayunya, kemudian lahannya diubah jadi hutan tanaman industri yang hasilnya dipanen untuk bahan baku kertas, tisu dan kayu lapis.

Siklus bisnis itu terus berulang-ulang seakan-akan karena perusahaan kehutanan, sebuah pulau bisa tenggelam. Apakah tidak ada sisi baik industri kehutanan untuk keberlanjutan ekosistem hutan?

Pemerintah Indonesia kini sudah memikirkan bahwa ketika membuka pintu bagi industri di sektor kehutanan, maka harus adakeseimbangan antara kepentingan ekonomi dan konservasi lingkungan. Karena itu, diluncurkanlah program bernama Restorasi Ekosistem, yakni upaya untuk mengembalikan unsur hayati beserta nonhayatinya pada ekosistem kawasan dengan jenis asli. Intinya, menyeimbangkan ekosistem yang didalamnya ada semua unsur mulai dari flora dan fauna hingga air dan tanah.

Baca juga: Kisah Beruang Yang Berkawan Dengan Jagawana Di Restorasi Ekosistem

Restorasi ekosistem diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) Nomor P9/Menlhk-II/2015. Maka pemerintah menerbitkan apa yang disingkat dengan IUPHHK-RE, yaitu izin yang diberikan untuk membangun kawasan dalam hutan alam pada hutan produksi yang memiliki ekosistem penting. Tujuannya untuk mempertahnkan fungsi dan keterwakilan ekosistem itu melalui kegiatan pemeliharaan, perlindungan dan pemulihan ekosistem hutan termasuk penanaman, pengayaan, penjarangan, penangkaran satwa, pelepasliaran flora dan fauna untuk mengembalikan unsur hayati serta nonhayatinya.

Hingga tahun 2017, KemenLHK sudah mengeluarkan sebanyak 16 IUPHHK-RE dengan total luas 623.075 hektare (Ha). Salah satunya diberikan kepada APRIL Group, yang mewujudkannya dalam bentuk Restorasi Ekosistem Riau (RER).

“RER adalah inisiatif APRIL Group untuk pengelolaan lanskap berkelanjutan yang melibatkan masyarakat, pemerintah, pakar kehutanan dan LSM,” kata Direktur External Affairs RER, Nyoman Iswarayoga, kepada Antara beberapa waktu lalu.

Baca juga: APRIL dan RER Hadir Dalam Indogreen Environment & Forestry Expo 2018 di Samarinda

Ada lima izin restorasi ekosistem yang dipercayakan oleh KemenLHK untuk RER dengan durasi selama 60 tahun. Luasnya hampir mencapai 150.000 Ha berupa hutan gambut yang terdegradasi di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang, Provinsi Riau.

“Semenanjung Kampar itu seluas Kota London (Inggris),” kata Nyoman.

RER menggandeng BIDARA dan Fauna & Flora International (FFI) sebagai mitra kerja. APRIL menunjukan komitmennya dalam penadaan RER, yang diumumkan pada 2015, sebesar 100 juta dolar AS untuk 10 tahun.

Izin restorasi ekosistem untuk RER di Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, pertama kali didapatkan oleh PT Gemilang Cipta Nusantara (GCN) pada 2012 dengan luas 20.265 Ha. Kemudian tiga izin menyusul pada 2014 yang masing-masing dipegang oleh PT Sinar Mutiara Nusantara (SMN) seluas 32.830 Ha, PT The Best One Unitimber (TBOT) seluas 39.412 Ha, dan PT Global Alam Nusantara (GAN) seluas 36.850 Ha.

Sedangkan, untuk izin restorasi ekosistem di Pulau Padang, Kabupaten Kepulauan Meranti, didapatkan oleh PT GCN pada 2013 dengan luas 20.405 Ha.

“Ini adalah bentuk komitmen operasional kehutanan APRIL yaitu komitmen 1 banding 1, bahwa ketika satu hektare dikelola untuk hutan tanaman industri maka ada satu hektare yang direstorasi,” katanya.

Baca juga: APRIL Raih Penghargaan SBA Indonesia karena Komitmen untuk UN SDG's

Nilai penting Lanskap Semenanjung Kampar dan Pulau Padang sebagai salah satu hamparan lahan gambut utuh terluas yang masih tersisa di Sumatera. Lanskap itu merupakan habitat bagi 759 jenis flora dan fauna, bahkan ada 55 termasuk spesies terancam berdasarkan daftar IUCN, 113 spesies masuk dalam daftar CITES Apendik I dan II, serta 73 spesies yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia.

Tempat itu merupakan habitat bagi 50 jenis harimau, termasuk satwa terancam punah seperti harimau sumatera.

Hasil survey FFI pada 2015 menunjukan bahwa lanskap tersebut menyimpan 693,45 juta ton karbon, serta merupakan sumber penyedia jutaan liter cadangan air bagi masyarakat di hilir.

Arsip foto. Sejumlah rumah terlihat di dalam kawasan Restorasi Ekosistem Riau (RER) di Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, Riau, Jumat (13/9/2013). (ANTARA FOTO/FB Anggoro)


Bukan perkara mudah untuk mengelola kawasan RER karena area itu sebelumnya penuh dengan perambahan dan pembalakan liar. Pengelola kini mendapat warisan kanal yang digunakan oleh pembalakan liar, dan semua itu harus dikeringkan. Total ada 39 kanal liar yang panjangnya sekitar 118 kilometer yang harus disekat maupun ditutup.

“Hingga 2018 kita melakukan penanaman tamanam asli di lahan seluas 85 hektare. Itu terlihat kecil, karena sebenarnya tutupan hutan yang ada sekitar 70 persen dalam kondisi menengah sampai baik,” katanya.

Menurut Nyoman, kawasan RER dijaga khusus oleh 60 jagawana yang disebar di lima tempat. Totalnya, ada 110 orang kalau ditambah dengan personel lainnya. Mereka memastikan tidak terjadi perambahan, pembalakan liar dan juga kebakaran lahan dan hutan.

Jumlah penjaga kawasan seakan tidak sebanding dengan luas area yang dijaga. Namun, Nyoman mengatakan pengamanan sebenarnya juga secara otomatis dibantu oleh pengamanan di hutan tanaman industri yang menjadi pagar untuk RER. Sehingga, untuk orang yang berencana menebang pohon untuk mencapai RER harus melewati pengamanan yang berlapis-lapis.

“Sekarang ini sedikit sekali terjadi insiden (pembalakan liar) di RER, karena pengamanannya banyak,” kata Nyoman.

Meski begitu, keberadaan RER masih bisa dimanfaatkan oleh masyarakat setempat. Saat ini sudah ada 21 orang kelompok nelayan Sungai Serkab yang menjadi bagian tak terpisahkan untuk menjaga kelestarian kawasan RER.