Kisah Beruang Yang Berkawan Dengan Jagawana Di Restorasi Ekosistem

id kisah beruang, yang berkawan, dengan jagawana, di restorasi ekosistem

Kisah Beruang Yang Berkawan Dengan Jagawana Di Restorasi Ekosistem

Pekanbaru (Antarariau.com) - Seekor beruang madu liar bisa berkawan layaknya hewan peliharaan dengan jagawana di Restorasi Ekosistem Riau, di Kabupaten Pelalawan.

"Ini sesuatu yang tidak kami perkirakan. Mungkin karena kami menjaga kawasan hutan tempat tinggalnya, beruang madu itu merasa nyaman dan berani mendekati petugas jagawana," kata Direktur Konservasi Restorasi Ekosistem Riau (RER), Petrus Gunarso, ketika dihubungi Antara dari Pekanbaru, Senin.

Tingkah beruang madu liar tersebut terjadi hampir setiap hari di salah satu kamp penjagaan jagawana. Beruang itu diperkirakan masih bayi, dan kejadian unik itu sempat diabadikan oleh seorang petugas dengan kamera telepon genggam.

Dalam foto itu terlihat bayi beruang madu dengan warna kulit hitam bermain bersama tiga orang jagawana, yang dalam posisi berjongkok. Salah seorang petugas terlihat memberi makan dengan tanggan kosong. Jarak mereka sangat dekat, diperkirakan sekitar setengah meter.

"Setelah mendapatkan makanan, beruang itu kembali lagi ke dalam hutan. Namun, ada peraturan baru untuk para jagawana agar tidak lagi memberi makan kepada beruang itu," ujar Petrus.

Ia mengatakan untuk selanjutnya, pihaknya akan menanam tanaman yang bisa menjadi makanan untuk beruang itu di dalam hutan. "Selama ini, dari pihak kami maupun beruang tidak pernah merasa terganggu dengan kondisi ini. Namun, untuk lebih amannya, kami akan menanam lebih banyak tanaman untuk makanan beruang itu di dalam hutan," ucapnya.

Restorasi Ekosistem Riau (RER) seluas 150 ribu Ha, dilakukan oleh PT Gemilang Cipta Nusantara (GCN), untuk melindungi dan memulihkan kondisi hutan rawa gambut di lanskap Semenjung Kampar dan Pulau Padang, PT GCN mendapat suntikan dana hingga 100 juta dolar AS dari induk perusahaannya APRIL Group selama 10 tahun terhitung sejak 2013. Itu artinya, investasi perlindungan satu Ha RER mencapai Rp866 ribu per tahun.

"Ya, memang mahal biaya untuk menjaga hutan. Untuk mengurangi gangguan pada kawasan saja kita menggunakan helikopter untuk patroli, 68 jagawana yang berkerja bergiliran, penerapan teknologi seperti citra satelit dan pesawat tanpa awak atau drone kalau dibutuhkan," kata Direktur Konservasi RER, Petrus Gunarso.

Selain itu, ia mengatakan upaya restorasi pada intinya tidak hanya melakukan penjagaan dan penerapan aturan yang ketat, melainkan juga upaya mengubah pola pikir masyarakat sekitarnya untuk merasa memiliki dan menjaga hutan dengan memberikan alternatif mata pencaharian.

"Karena itu, kami juga melakukan program pemberdayaan dengan membantu membentuk kelompok nelayan dan memberi bantuan keranda ikan, dan melatih warga bercocok tanam seperti cabai keriting supaya tidak lagi bercocok tanam dengan lahan berpindah," kata Petrus.