Selamatkan Beruang Melalui Restorasi Ekosistem Riau

id selamatkan beruang melalui restorasi ekosistem riau

Selamatkan Beruang Melalui Restorasi Ekosistem Riau

Beruang madu merupakan hewan mamalia dilindungi negara karena keberadaannya yang terancam punah. Saat ini dikabarkan hewan dengan nama latin "helarctos malayanus" itu populasinya terus menurun dan bahkan mulai langka ditemukan di hutan tropis Sumatra.

Hewan dengan tubuh bongsor dan berbulu lebat berwarna hitam ini malah terekam oleh kamera pemantau yang dipasang di sekitar kawasan hutan yang akan direstorasi.

Selain juga--di kawasan itu-- ditemukan babi dan ayam hutan yang juga mulai terancam keberadaannya.

Kawasan hutan tersebut terbentang di Pulau Seberang pada wilayah Kecamatan Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, Riau. Untuk menuju ke daerah itu membutuhkan waktu lebih dari empat jam dari Ibu Kota Pelalawan, Pangkalan Kerinci.

Hampir seperempat jalan menuju ke Pulau Seberang itu masih belum beraspal, sehingga laju kendaraan harus dikurangi untuk mengantisipasi bahaya atau potensi terjadinya kecelakaan.

Setibanya di ujung daratan, kendaraan harus diseberangkan menggunakan kapal berbadan besar, dengan jarak tempuh kurang dari tiga kilometer di atas permukaan air yang memisahkan Pulau Seberang dengan daratan utama Kecamatan Teluk Meranti.

Setibanya di bibir daratan pulau, kendaraan harus menempuh perjalanan yang berjarak sekitar 20 kilometer atau selama satu jam.

Medan yang ditempuh merupakan daratan gambut dengan gestur tanah bergelombang. Perhentian kendaraan hanya sampai pada bibir kanal selebar empat meter, kemudian perjalanan disambung dengan menggunakan perahu mesin kipas yang sesekali mampu berjalan di atas daratan yang memisahkan kanal tersebut.

Perjalanan menggunakan perahu ini memakan waktu kurang dari 15 menit, maka tibalah di kawasan hutan yang tengah dalam restorasi itu.

Pemulihan Habitat

Pemulihan kawasan hutan yang menjadi habitat hewan langka tersebut berada dalam Program Restorasi Ekosistem Riau (RER) yang dijalankan oleh kelompok Asia Pacific Resources International Holding Limited (APRIL).

RER adalah program kemitraan antara pelaku bisnis yang dimotori kelompok APRIL dengan aktivis lingkungan untuk memulihkan kerusakan hutan akibat pembalakan, perambahan, dan kebakaran hutan rawa gambut di Semenanjung Kampar.

Proyek berdurasi 10 tahun itu bakal merevitalisasi hutan seluas 20.265 hektare untuk tahap awal dengan dana yang disiapkan mencapai 17 juta dolar AS.

Kawasan ini memiliki pemandangan yang natural. Dipenuhi dengan pepohonan rindang yang menjuntai tinggi, meski sebagian tampak lapuk setelah diterpa peristiwa kebakaran lahan beberapa tahun silam.

"Keberadaan beruang menjadi harapan terbangunnya ekosistem yang lebih baik kedepan. Tentunya menjadi harapan bagi kita untuk bisa mempertahankan keberadaan beruang tersebut," kata Ketua Dewan Penasehat RER Kusnan Rahmin yang juga Presiden Direktur APRIL Indonesia di lokasi restorasi, Kamis (22/5).

Jejak-jejak beruang tersebut juga dilaporkan cukup banyak terlihat di sekitar kawanan seluas puluhan ribu hektare dalam Program RER.

Susilo, project leader bersama 35 anggota "force ranger" menjadi saksi atas temuan jejak-jejak hewan langka tersebut. "Bahkan kami merekamnya dengan menggunakan kamera pemantau yang memang sengaja dipasang di beberapa titik kawasan RER," kata Susilo di lokasi restorasi.

Selain beruang, menurut dia di kawasan restorasi itu juga masih ada babi dan ayam hutan yang patut dijaga kelestariannya.

Melalui restorasi ekosistem, demikian Susilo, diharapkan akan mampu mempertahanan satwa-satwa liar yang dilindungi negara itu.

Menurut dia, Program RER merupakan upaya perusahaan untuk melindungi keberadaan hutan sebagai habitat satwa liar yang mulai terancam punah.

"Bagi kami kegiatan ini adalah kegiatan yang menantang dan kami tertarik untuk melakukannya dengan baik," kata dia.

Program ini kata dia, diharapkan akan sukses dikemudian hari dan menjadi magnet baru untuk menyedot para wisatawan baik lokal maupun asing.

Di negara-negara maju, kata dia, hewan langka menjadi bisnis yang cukup menjanjikan. Bagaimana ada satu negara, yang menetapkan tarif lebih Rp3 juta hanya untuk orang bisa melihat gorila dari kejauhan.

Di kawasan RER ini, lanjut kata Susilo, kedepan orang akan berdatangan untuk melihat beruang dan sejumlah satwa atau hewan langka lainnya.

"Itu adalah mimpi kami dan diharapkan juga akan mampu mendongkrak sisi perekonomian daerah dan masyarakat," katanya.

Butuh Kecerdasan

Untuk mengarah ke sana, demikian Susilo, tentunya dibutuhkan kecerdasan dalam setiap upaya yang dilakukan, baik itu terhadap flora maupun fauna yang akan kembangkan dalam kawasan tersebut.

Saat ini Tim "Force Ranger" juga terus mencari flora alami seperti pohon ramin yang memang sudah cukup langka kemudian mendatanya.

"Lalu melakukan pembibitan dan penanaman kembali di kawasan-kawasan yang mejadi target RER," katanya.

Selanjutnya, kata Susilo, yakni mencari tahu jenis dan jumlah hewan yang berada di kawasan restorasi itu. "Ini yang kemudian menjadi target untuk kita lindungi. Dari data ini, kami kemudian mampu untuk menjual sumber kekayaan alami," katanya.

Tim "Force Ranger" menurut dia juga bertugas untuk melakukan perlindungan dengan terus mengawasi dan memantau kawasan agar tidak dirusak atau dibakar seperti yang telah terjadi.

"Intinya adalah, bagaimana mengelolanya dengan baik dan bagaimana nanti arah kebijakan nasional untuk kemudian memberi dampak baik bagi perekonomian dan masyarakat. Ini yang harus dijaga untuk tetap seimbang," katanya.

Menurut dia, temuan beruang di kawasan restorasi itu menjadi satu harapan untuk RER sukses dilaksanakan dan mewujudkan harapan dimasa yang akan datang.

Ketua Dewan Penasehat RER Kusnan Rahmin menyatakan program restorasi yang dijalankan juga merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan.

"Kami melibatkan masyarakat setempat untuk kegiatan pembibitan dan penanaman," kata Kusnan yang merupakan Pesiden Direktur APRIL Indonesia.

Direktur Flora Fauna International (FFI) untuk wilayah Asia Pasifik Tony Whitten, yang juga anggota dewan penasehat RER menyatakan antusiasmenya dengan proyek restorasi yang dijalankan.

"Kami berkomitmen untuk mengawal upaya ini, memastikannya berhasil. Meski program ini adalah yang pertama kami lakukan," kata Whitten yang berpengalaman di bidang konservasi di Sumatera lebih dari 40 tahun.

Jejak Beruang

Sebelumnya Organisasi Konservasi Lingkungan Global (WWF) juga berhasil merekam jejak ratusan beruang madu di berbagai kawasan hutan alam di Provinsi Riau, khususnya Riau bagian selatan.

Itu merupakan data yang dirangkum sepanjang sepuluh tahun terakhir, atau sejak tahun 2005. Menurut WWF, kebanyakan beruang-beruang madu itu terdeteksi berkeliaran di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo Bukittigapuluh dan Rimbang Baling serta sejumlah kawasan hutan alam lainnya di Riau bagian selatan.

Sejauh ini, WWF memang belum mengetahui secara pasti berapa jumlah beruang madu yang menghuni kawasan hutan Riau selatan itu. Namun keberadaan hewan tersebut dilaporkan kian terancam punah setelah maraknya perambahan ilegal dan alih fungsi lahan secara besar-besaran.

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan mengatakan, hutan di areal Taman Nasional Teso Nilo (TNTN) sepanjang beberapa tahun terakhir terus mengalami penyusutan yang luar biasa.

Dari luas lahan lebih dari 80 ribu hektare, kata dia, 50 ribu hektare telah dirambah dan sebagian besar telah beralih fungsi menjadi kawasan perkebunan karet dan kelapa sawit.

"Saat ini hanya tersisa sekitar 30 ribu hektare dan itupun sudah mulai terancam. Dengan demikian, maka satwa langka yang ada di dalamnya juga turut terancam punah," katanya.

Jangan sampai, demikian Menhut, kondisi hutan yang menjadi target restorasi ekosistem ini bernasip sama seperti TNTN dan sebaiknya dikelola dengan baik sehingga menjadi warisan bagi anak dan cucu kelak.

Flora Fauna International (FFI) dan perusahaan yang dipercaya menjalankan program tersebut sangat diharapkan untuk mampu mempertahanan keberadaan habitat beruang madu yang terancam punah.