UNICEF: Krisis Kelaparan di Gaza Dipicu Blokade Israel, Bukan Minimnya Pangan

id Gaza, Palestina

UNICEF: Krisis Kelaparan di Gaza Dipicu Blokade Israel, Bukan Minimnya Pangan

UNICEF mengecam keputusan Israel untuk melarang aktivitas Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di wilayah Palestina yang diduduki, dan memperingatkan dampak "mematikan" terhadap anak-anak Palestina. (ANTARA/Anadolu/py)

Istanbul (ANTARA) - Krisis kelaparan di Gaza terjadi akibat terhambatnya penyaluran bantuan (oleh Israel), bukan karena kekurangan pangan. Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell, Minggu (24/8), di tengah laporan bahwa anak-anak terus meninggal akibat kelaparan.

“Anak-anak telah berbulan-bulan hidup tanpa makanan yang cukup,” kata Russell kepada CBS. “Kita menyaksikan situasi mengerikan di mana anak-anak berada di ambang kelaparan dan akhirnya meninggal karena kelaparan.”

Baca juga: Kepala Militer Israel Desak Netanyahu: Terima Proposal Demi Bebaskan Sandera

Russell menekankan bahwa krisis ini seharusnya bisa dicegah. Menurutnya, pangan sebenarnya tersedia di dekat wilayah tersebut, tetapi tidak bisa sampai ke warga yang membutuhkan.

“Ini bukan karena badai atau kekeringan. Ini terjadi karena kami tidak bisa menyalurkan cukup bantuan kepada anak-anak itu,” ujarnya.

Menanggapi klaim pemerintah Israel yang membantah adanya kondisi kelaparan, Russell membela penilaian PBB.

Ia menjelaskan bahwa Klasifikasi Tahap Kerawanan Pangan Terpadu (IPC) yang memastikan adanya kelaparan di Gaza utara, dilakukan oleh para ahli independen berdasarkan tingkat kekurangan pangan, angka gizi buruk, dan jumlah kematian akibat kelaparan.

“Kita tahu anak-anak meninggal, bukan? Saya lelah dengan perdebatan apakah informasi yang kami sampaikan benar atau tidak,” kata Russell. Ia menyerukan agar media internasional diberi akses ke Gaza untuk memverifikasi kondisi di lapangan.

Russell juga mengkritik mekanisme Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang dijalankan Israel. Ia menyebut metode distribusi GHF bertentangan dengan standar kemanusiaan.

Menurutnya, PBB sebelumnya mampu mengoperasikan 400 titik distribusi bantuan, sementara GHF hanya mengandalkan empat lokasi. “Izinkan kami bekerja. Biarkan kami masuk. Kami tahu bagaimana melakukan distribusi ini,” tegasnya.

Pada Maret lalu, Israel menutup seluruh perlintasan ke Gaza sehingga bantuan kemanusiaan terhenti. Sejak akhir Mei, Israel memberlakukan mekanisme distribusi sepihak melalui GHF dengan menyingkirkan peran PBB dan lembaga bantuan besar lainnya.

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan, mekanisme tersebut telah menyebabkan lebih dari 2.000 warga Palestina tewas dan lebih dari 15.000 orang lainnya terluka saat menunggu bantuan.

Baca juga: PBB Peringatkan: Pengeboman Gaza Hancurkan Kehidupan Warga Sipil

Pada Jumat, IPC mengonfirmasi bahwa kelaparan telah melanda Gaza utara dan diperkirakan akan meluas ke wilayah selatan pada akhir September.

Sejak Oktober 2023, Israel telah menewaskan lebih dari 62.600 warga Palestina di Gaza. Serangan tersebut menghancurkan wilayah itu dan membuatnya tidak lagi layak huni.

Sumber: Anadolu

Pewarta :
Editor: Vienty Kumala
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.