Pekanbaru (Antarariau.com) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Pekanbaru, Provinsi Riau, membuka posko pengaduan layanan dampak serum palsu antitetanus.
"Kalau ada masyarakat yang merasa terganggu dan dirugikan serta pernah mendapatkan suntikan serum antitetanus dan bisa ular bisa melapor ke posko," kata Kepala Dinkes Kota Pekanbaru Helda S. Munir di Pekanbaru, Kamis.
Selain Kota Pekanbaru, kata Helda, Dinkes Provinsi Riau juga menerima laporan. Tentunya bagi masyarakat yang memiliki identitas di wilayah setempat.
"Selanjutnya, pelaporan masyarakat tersebut akan ditelusuri sejauh mana efek obat yang sudah didapatkan, lalu Dinkes akan menindaklanjuti dan mencarikan solusinya," katanya.
Helda bahkan membantah kalau selama ini sudah ada warga yang mengeluh karena pihaknya tidak pernah menerima pengaduan.
"Sampai sekarang posko kami belum ada menerima laporan tertulis," tegasnya saat ditanyakan sudah ada temuan.
Helda menambahkan bahwa dampak dari serum palsu bagi kesehatan cukup fatal bisa menyebabkan kematian.
Minimal tidak sesuai dengan kondisi yang diharapkan yang berakibat kepada lambatnya penanganan dan penyembuhan.
"Kalau kekebalan, tentu selesai disuntikkan tidak akan bermanfaat," katanya.
Sebelumnya, diberitakan perkembangan terbaru terkait dengan kasus penyelidikan peredaran serum palsu di Kota Pekanbaru masih terus berlanjut. Polresta Pekanbaru resmi menetapkan A alias BY pemilik Apotek Lekong Farma sebagai tersangka.
A alias BY pemilik Apotek Lekong Farma menjalani pemeriksaan di Mapolresta Pekanbaru, Kamis siang, setelah berstatus sebagai tersangka kasus peredaran serum palsu.
Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Kompol Bimo Ariyanto mengatakan bahwa dalam kasus serum palsu, pihaknya sudah mengamankan tiga tersangka, yakni S, P, dan seorang lagi A alias BY.
"BY masih menjalani pemeriksaan intensif untuk pengembangan peredaran serum palsu ini karena dari hasil penyelidikan dari penangkapan S dan P, serum tersebut diperoleh dari apotek milik BY," kata Bimo.
Selain serum palsu, kata dia, di Apotek Lekong Farma yang ternyata tidak memiliki izin Dinkes juga ditemukan sejumlah obat-obatan kedaluwarsa dan tidak memiliki izin edar yang turut diamankan sebagai barang bukti.
"Kami masih melakukan pengembangan untuk mengungkap distributornya. Sementara ini masih belum diketahui sudah berapa orang korban yang menggunakan serum palsu tersebut," kata Kasat.
Masyarakat Kota Pekanbaru sebelumnya dikejutkan dengan ditemukannya 20 botol vaksin palsu yang terdiri atas 10 botol antibisa ular (ABS) dan 10 botol antitetanus serum (ATS) pada akhir Juni 2016.
Ke-20 botol vaksin palsu itu ditemukan BBPOM Pekanbaru setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan pemetaan terhadap puluhan sarana penyalur di kota Bertuah. Hasilnya ditemukan dua sarana penyalur yang kedapatan menjual barang itu.