Saksi Ahli ini Bela Perusahaan Terdakwa Pembakar Lahan PT LIH

id saksi ahli, ini bela, perusahaan terdakwa, pembakar lahan, pt lih

Saksi Ahli ini Bela Perusahaan Terdakwa Pembakar Lahan PT LIH

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Saksi ahli dari Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan pada Institut Pertanian Bogor, DR. Basuki Sumawinata mengatakan, dakwaan adanya dugaan pembakaran lahan dalam kasus kebakaran konsesi PT Langgam Inti Hibrindo di Provinsi Riau sangat lemah.

Saat kesaksiannya untuk tersangka Frans Katihokang Manajer Operasional PT Langgam Inti Hibrindo (LIH), di Pengadilan Negeri Pelalawan, Senin, DR Basuki menilai proses pengambilan sampel tanah dalam penyidikan kasus itu tidak dilakukan dengan cara yang benar dan bukan oleh ahli yang memiliki kompetensi untuk melakukannya.

"Data yang diperoleh dari pengambilan sampel yang tidak benar dan oleh orang yang tidak berkompeten, tentunya tidak bisa dipertanggungjawabkan," kata DR Basuki yang merupakan saksi ahli yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Berdasarkan hasil penelitiannya di lokasi kebakaran LIH, lanjutnya, tanah gambut yang terbakar tidak dapat dikatakan rusak, hanya ada perubahan sementara. Ia mengutip berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.150 tahun 2000, bahwa perubahan PH dan struktur mikroorganisme di lahan gambut yang terbakar memang ada, tapi tidak dapat dikatakan itu rusak.

"Hujan saja bisa merubah PH dan mikroorganisme. Kalau melihat dari hasil penelitian, data-datanya menunjukkan lahan gambut yang terbakar masih bisa berfungsi, karena level mikroorganismenya masih diatas 10 juta satuan pembentuk koloni per gram tanah, sedangkan batas bawah hanya 100 untuk dikatakan rusak," tuturnya.

Saksi lainnya dari Ahli Kelapa Sawit dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Ahmad Pinayungan Dongoran, menyatakan bahwa kondisi tanaman sawit di lahan PT LIH yang terbakar pada 27-31 Juli 2015 merupakan bibit unggul. Oleh karena itu, ia menilai tidak tepat jika ada pihak yang menyatakan LIH membiarkan tanaman sawitnya yang telah berumur sekitar dua tahun dan sudah dirawat dengan baik, terbakar.

"Justru LIH mengalami kerugian besar karena bibit sawit di lapangan Gondai harganya mahal," katanya.¿

Ahmad mengungkapkan, pihaknya telah meneliti kondisi tanaman sawit PT LIH di Gondai yang terbakar pada 10 Desember 2015. Dari hasil pemeriksaannya, hampir 80 persen sawit di lahan LIH terbakar, sedangkan 20 persen sisanya masih tertanam dengan baik.

Dari 20 persen sisa tanaman sawit yang tidak terbakar, lanjutnya, terlihat bahwa kondisi tanaman terpelihara dengan sangat baik. Di lokasi lahan Gondai, Ahmad juga melihat bahwa pengelolaan lahan sawit LIH, yang merupakan lahan gambut, sudah memenuhi standar.

Di setiap areal lahan terdapat kanal-kanal dengan kedalaman permukaan air sekitar 40¿60 sentimeter. Selain itu, LIH juga memiliki menara pengawas yang memungkinkan pengawasan lahan bisa dilakukan dengan lebih baik dengan jarak pandang yang lebih luas. Infrastruktur dan peralatan untuk mengantisipasi kebakaran juga baik.

"Kenaikan PH akibat pembakaran lahan tersebut akan habis jika terkikis air. Untuk menaikkan PH tanah lebih baik dan efektif dengan menggunakan kapur pertanian dan dolomit. Selain biayanya murah, secara jangka panjang juga baik bagi tanah, tidak seperti efek pembakaran yang hanya jangka pendek," katanya.

Kuasa Hukum Frans Katihohang, Hendry Muliana Hendriawan, mengatakan, tuduhan bahwa LIH membakar lahan di Gondai semakin tidak relevan. Apalagi ahli sawit yang dihadirkan oleh JPU sendiri secara tegas menyatakan bahwa tanaman sawit di LIH berasal dari bibit unggul dan telah dirawat dengan baik selama dua tahun terakhir.

"Menjadi aneh dan tidak masuk akal bila LIH membakar kebun tersebut. Selain risiko hukumnya sangat besar, LIH sudah menghabiskan investasi besar untuk membeli bibit dan merawat tanaman sawit di Gondai,¿ ujar Hendry usai sidang.