Damaskus (Antarariau.com) - Presiden Suriah, Bashar al-Assad, Rabu (30/3), mendesak organisasi internasional membantu proses perbaikan dan pemulihan kuil-kuil dan monumen bersejarah yang rusak di Kota Palmyra, yang belum lama ini direbut kembali pemerintahannya, Palmyra.
Kota kuno Palmyra sebelumnya diduduki kelompok bersenjata ISIS, yang secara brutal dan tidak beradab menghancurkan situs-situs sejarah peradaban manusia di sana. Sebagai gambaran, selama Candi Angkor Wat tidak pernah disentuh pihak yang bertikai selama Perang Vietnam yang berimbas ke Kamboja dan sekitarnya.
Di dalam surat kepada Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, al-Asaad memuji pernyataan pemimpin PBB tersebut, yang mengatakan ia menyambut baik perebutan kembali Kota kuno Palmyra oleh militer Suriah.
Sementara itu, al-Asaad kembali menegaskan kesediaan pemerintahannya untuk bekerja sama dengan semua "upaya jujur" guna menanggulangi teror.
Ia mengatakan, "Saat ini dapat menjadi yang paling tepat untuk mempercepat perang bersama melawan teror."
Sehari sebelumnya, selama wawancara dengan kantor berita Rusia, Ria-Novosti, dia mengatakan dukungan militer Rusia dan dukungan semua teman yang diberikan kepada Suriah dan prestasi militer Suriah akan mengarah kepada makin cepatnya penyelesaian politik.
Pada Mei lalu, Kota kuno Palmyra jatuh ke tangan ISIS, yang menghancurkan penjara militer di kota tersebut selain beberapa kuburan. Kelompok gerilyawan itu juga secara terbuka menghukum mati tentara dan orang yang dituduh bekerja buat pemerintah.
Tiga pekan lalu, militer Suriah dengan dukungan petempur Syiah Lebanon --Hizbullah-- dan prajurit Rusia memulai operasi besar untuk merebut kembali kota tersebut dan merebutnya kembali belum lama ini.
Palmyra berisi reruntuhan monumen satu kota besar yang pernah menjadi salah satu pusat budaya paling penting di dunia.
Sebelum meletusnya krisis di Suriah lima tahun lalu, Suriah --yang memiliki warisan pra-sejarah Yunani, Romawi kuno, Bizantium, dan Islam-- dulu menarik banyak misi arkeologi multinasional yang mencari kaitan baru dan menyelidiki fakta sejarah yang berkaitan dengan pembangunan peradaban.
Upaya pembebasan Palmyra telah berlangsung selama berbulan-bulan. Pemerintah Suriah mulai membom posisi IS di sana pada September lalu, tapi bendera hitam --lambang IS-- tetap berkibar di sana, sementara sebagian besar perhatian pemerintah masih terpusat pada sasaran lain seperti Aleppo.
Strategi al-Assad dari awal ialah lebih dulu menghancurkan gerilyawan dari kelompok seperti Tentara Suriah Bebas, sebab mereka menguasai wilayah yang berdekatan dengan dia dan didukung oleh banyak negara Barat, termasuk Amerika Serikat.
Sebagian besar aksi militer Rusia di Suriah, yang dikatakan untuk memerangi aksi teror, dipusatkan pada gerilyawan "moderat" dan bukan ISIS.
Aksi tersebut membuat banyak pengeritik menyatakan Bashar memberi toleransi kepada IS dan bahkan bekerja sama dengannya.
Dasar dari pernyataan mereka ialah dugaan amnesti yang diberikan oleh Bashar buat 260 tahanan, banyak di antara mereka diduga adalah pengikut ISIS yang diduga berusaha menghimpun gerilyawan dan merusak aksi perlawanan.
Jika terbukti benar, maka itu adalah tindakan cerdik dan menghancurkan yang dilancarkan al-Asaad.
Berita Lainnya
Rumah warga di Bangkinang Kota terbakar, sebuah motor kuno ikut hangus
23 April 2023 15:47 WIB
Solo Membuka Untuk Umum Bunker Kuno Di Kompleks Balai Kota
04 January 2018 9:20 WIB
Dua Kota Kuno Suku Maya Ditemukan di Hutan Meksiko
23 August 2014 8:29 WIB
Kanselir Jerman dan presiden Prancis desak Putin hentikan konflik di Idlib-Suriah
21 February 2020 12:18 WIB
Tentara AS dipertahankan di wilayah Suriah, begini pendapat Presiden Suriah Bashar
02 November 2019 13:16 WIB
Presiden Rusia Desak PBB Selidiki Serangan Gas Di Suriah
12 April 2017 11:05 WIB
Presiden Belarusia Kecam Serangan AS Ke Suriah
12 April 2017 10:50 WIB
Trump Salahkan Presiden Suriah Atas Serangan Senjata Kimia Provinsi Idlib
05 April 2017 11:00 WIB