2 Bayi Orang Utan Korban Traficking Tertangkap Polda Riau Mati

id 2 bayi, orang utan, korban traficking, tertangkap polda, riau mati

2 Bayi Orang Utan Korban Traficking Tertangkap Polda Riau Mati

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Dua bayi Orang Utan korban perdagangan asal Provinsi Aceh yang diungkap oleh Direktorat Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Riau pada 2015 silam mati di "Sumatran Orangutan Conservation Program" (SOCP) Sumatera Utara.

Hal itu diungkapkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Pekanbaru Ermindawati kepada Antara usai persidangan di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Kamis sore.

Ia mengatakan dua dari tiga bayi Orang Utan berumur delapan bulan hingga satu tahun itu mati pada Desember 2015 dan Januari 2016 lalu. Namun dirinya tidak mengetahui penyebab matinya bayi Orang Utan tersebut.

Sementara itu, drh Yeni sari SOCP yang merawat ketiga bayi Orang Utan malang bernama Dara, Sultan dan Raja itu membenarkan matinya dua satwa dari tiga tersebut. "Kedua bayi Orang Utan yang mati itu bernama Raja dan Sultan. Raja mati pada Desember silam saat berumur delapan bulan dan Sultan pada Januari lalu saat berumur 10 bulan," ujarnya.

Ia mengatakan bahwa penyebab kematian Sultan akibat adanya peluru pada bagian hidung yang berdekatan dengan mata. Sementara kematian Raja masih belum diketahui penyebabnya karena menunggu hasil pemeriksaan laboratorium.

Meski begitu, ia menduga bahwa kematian Raja bisa saja disebabkan karena penyakit menular dari manusia, apalagi saat diserahkan ke SCOP, kondisi satwa itu dalam kondisi stress karena menempuh perjalan panjang dari Aceh ke Riau sehingga memengaruhi imunitas.

Sementara itu, kondisi Dara, bayi Orang Utan tertua korban traficking itu saat ini dalam kondisi sehat. "Namun hingga kini masih ada lima peluru yang bersarang di kedua kakinya. Tiga di kaki kiri dan dua di kaki kanan," jelasnya.

Lebih jauh, ia mengatakan bahwa peluru itu baru dapat dikeluarkan ketika umur Orang Utan itu mencapai usia tiga hingga empat tahun.

Sementara itu, dalam sidang lanjutan dengan tiga terdakwa asal Provinsi Nangroe Aceh Darussalam yakni Ali Ahmad, Awaludin dan Khairi Roza, JPU menghadirkan seorang saksi ahli dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Muslino.

Dalam kesaksiannya, Muslino yang merupakan Polisi Hutan tersebut menjelaskan bahwa Orang Utan merupakan salah satu satwa yang dilindungi dan tidak dapat diperdagangka secara bebas.

"Masyarakat umum tidak diperbolehkan membawa satwa itu secara sembarangan. Apalagi diangkut menggunakan mobil dengan menggunakan keranjang yang ditumpuk secara tidak layak," jelasnya kepada majelis hakim yang diketuai oleh hakim Ahmad Pudjo Harsoyo.

Dalam kesempatan yang sama, ketiga terdakwa yang disidang tanpa pengacara itu saat memberikan kepada majelis mengatakan bahwa ketiga bayi Orang Utan yang mereka bawa dari Aceh itu merupakan pesanan dari seorang warga asal Sorek, Pelalawan bernama Ridwan.

Mereka mengaku dijanjikan uang sebesar Rp45 juta untuk ketiga Orang Utan itu. Namun, mereka mengaku sebelum transaksi dilakukan, ketiganya justru diringkus polisi.

Dalam perkara ini, ketiganya didakwa Pasal 40 ayat (2) jo Pasal 21 ayat (2) huruf a undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sidang sendiri akan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pembacaan tuntutan JPU.