Korupsi Kehutanan Akibatkan Kerugian 500 Kali Lipat

id korupsi kehutanan, akibatkan kerugian, 500 kali lipat

Korupsi Kehutanan Akibatkan Kerugian 500 Kali Lipat

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Komisi Pemberantasan Korupsi bidang pencegahan menyampaikan bahwa kerugian akibat korupsi di sektor sumber daya alam seperti kehutanan dan pertambangan jumlahnya bisa 500 kali lipat dari jumlah nilai yang dikorupsi itu sendiri.

"Kajian KPK, kalau terjadi korupsi di sektor kehutanan, lebih dari 500 kali lipat kerugian sosialnya," kata Komisioner KPK, Zulkarnaen dalam kegiatan Semiloka rapat koordinasi supervisi pencegahan korupsi di Kediaman Gubernur Riau, Pekanbaru, Kamis.

Seperti pembakaran hutan yang terjadi di Riau, jika ada unsur korupsi di dalamnya sehingga leluasa untuk dibakar, kerugiannya luar biasa. Sekalipun itu suap menyuap terhadap aparat publik yang terlihat memang tidak mengambil uang negara, dampaknya kerugiannya tetap besar.

Hal itu sangat bisa terlihat pada bidang kesehatan, ekonomi, dan transportasi. Bahkan untuk penindakannyapun itu merupakan kerugian negara seperti hitung-hitungan Badan Pemriksa Keuangan, biaya reaksi penegakan hukum, penyidikan, penyelidikan, eksekusi hingga ditahan dan diberi makan semuanya memakai uang negara.

"Itu juga kerugian, termasuk kegiatan seperti sekarang ini yakni biaya untuk mencegah. Ini perlu biaya juga dan memakai uang negara," tambahnya.

Selain itu, tak pelak lagi kerugian sosialnya secara implisit akan berdampak besar. Itu bisa dirasakan dari terampasnya 8,7 juta hektare hutan yang dibabat dan diekploitasi, pengangguran hampir 8 juta, dan kemiskinan 30 juta orang lebih.

Fenomena tersebut menciptakan suatu paradoks bagi Indonesia yang memiliki pantai yang indah, gas alam kualitas terbaik, hutan terbaik, emas terbesar, dan tanah yang subur. Oleh karena itu perlu dibangun kesadaran bersama.

Di sektor pertambangan kerugiannya juga sangat tidak bersih sehingga kerugiannya besar sekali. Dari sembilan daerah tambang di Indonesia, kata dia, hanya satu yang bermanfaat positif bagi masyarakat

"Suap secara langsung memang tidak merugikan negara, tapi kalau terjadi seperti pengusaha menyuap pejabat publik, pengusaha akan bersusaha sesukanya. Jangan berpikir terlalu dangkal dan membawa kebiasaan pejabat publik terima suap dan memeras. Gratifikasi memang baru diatur 2001, jadi terlanjur terbiasa," ulasnya.