Pekanbaru, (Antarariau.com) - Kanwil Ditjen Bea dan Cukai Riau dan Sumatera Barat masih memburu otak pelaku penyelundupan bawang merah seberat 29,5 ton dari Malaysia, yang diringkus di Kabupaten Siak Provinsi Riau pada bulan Ramadan lalu.
"Sementara ini kita masih melakukan pendalaman untuk menangkap siapa sebenarnya pelakunya," kata Kepala Kanwil DJBC Riau-Sumbar, Robi Toni, kepada Antara di Pekanbaru, Rabu.
Ia mengatakan kasus tersebut kini dalam proses penyidikan, namun belum ada penetapan tersangka. Sejauh ini, pihak BC baru memeriksa empat orang sopir truk yang mengakut puluhan ton bawang merah tersebut.
"Empat orang sopir itu masih berstatus saksi, dan harapannya dari mereka bisa didapatkan siapa yang melakukan pemesanan," ujarnya.
Meski kasus penyelundupan tersebut belum masuk tahap pengadilan, namun ia mengatakan seluruh barang bukti harus dimusnahkan karena sudah dalam kondisi busuk. DJBC Riau-Sumbar memusnahkan 29,5 ton bawang merah ilegal itu di halaman Kantor Balai Pelayanan Karantina di Jl Jenderal Sudirman, Pekanbaru, Rabu pagi (29/5).
"Semoga dari pemusnahan ini bisa berdampak pada berkurangnya barang impor ilegal yang masuk melalui Riau," katanya.
Pemusnahan dilakukan dengan cara ditimbun yang turut disaksikan oleh utusan instansi terkait dari TNI/Polri dan Kejaksaan Tinggi Riau.
Menurut Robi, bawang yang dimusnahkan merupakan barang bukti hasil penyitaan Tim KPPBC Tipe Pratana Siak Sri Indrapura pada bulan Ramadan 2 Juli 2015. Saat itu petugas menyita bawang dari empat truk colt diesel yang berisi 3.100 kantong yang masing-masing berisi 9,5 kilogram bawang merah.
"Bawang merah itu diselundupkan melalui Sungai Siak, dan berasal dari Malaysia. Rencananya, bawang itu akan dibawa dengan truk ke Medan, Sumatera Utara," katanya.
Bawang ilegal yang dimusnahkan itu memiliki nilai sekitar Rp310 juta. Keberadaan bawang merah impor apabila tidak ditindak tegas, lanjutnya, akan mematikan usaha petani bawang di Riau.
Ia berjanji akan mengungkap tuntas kasus penyelundupan bawang dari Malaysia itu. Para pelaku akan diancam dengan tindak pidana kepabeanan pasal 102 (b) dengan pidana paling singkat dua tahun dan maksimal delapan tahun. Selain itu, pelaku juga akan diancam dengan denda paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp5 miliar.
Berita Lainnya
Dompet Dhuafa Riau catat donasi tumbuh 26 persen pada 2024
13 December 2024 18:04 WIB
Nilai tukar rupiah turun jadi Rp16.009 per dolar AS
13 December 2024 17:21 WIB
Dokter ingatkan potensi bahaya terapi dermaroller dan merkuri dalam kosmetik
13 December 2024 17:17 WIB
Pertumbuhan ekonomi Jerman diprediksi akan tetap lemah pada 2025
13 December 2024 17:07 WIB
Dompet Dhuafa Riau berdayakan pengrajin perempuan kembangkan produk anyaman
13 December 2024 16:43 WIB
Gregoria Mariska Tunjung refleksikan dinamika karier sepanjang tahun 2024
13 December 2024 16:22 WIB
Muhaimin Iskandar: Gotong royong harus jadi semangat dalam program JKN
13 December 2024 16:10 WIB
Otorita IKN tanam 600 bibit pohon di Miniatur Hutan Hujan Tropis Nusantara
13 December 2024 15:45 WIB