Tekanan Soal Eksekusi Mati Jangan Gentarkan Indoonesia

id tekanan soal, eksekusi mati, jangan gentarkan indoonesia

Tekanan Soal Eksekusi Mati Jangan Gentarkan Indoonesia

Oleh Arnaz Firman

Jakarta, (Antarariau.com) - Imbauan demi imbauan serta tekanan dari berbagai negara terhadap Indonesia agar membebaskan warga negara mereka dari eksekusi mati kasus narkoba terus dihadapi Indonesia tapi pemerintahan di Jakarta tetap bertahan untuk melaksanakan hukuman mati itu sesuai penegasan Presiden Joko Widodo.

"Setiap hari sekitar 50 orang generasi muda kita mati karena narkoba. Kalau dihitung setiap tahunnya ada sekitar 18.000 orang (yang meninggal,red) Itu harus dijelaskan pers," kata Presiden Jokowi kepada pers di Jakarta.

Penegasan tersebut disampaikan oleh Presiden Joko Widodo ketika mengomentari permintaan, desakan atau tekanan dari beberapa kepala negara atau kepala pemerintahan termasuk Sekjen PBB Ban Ki-Moon kepada dirinya untuk membatalkan eksekusi mati beberapa warga asing yang telah divonis mati oleh pengadilan di Indonesia.

Presiden Filipina Benigno Aquino III di sela-sela Konferensi Tinggi ASEAN (KTT) ASEAN di Kuala Lumpur, Malaysia baru-baru ini secara khusus berbicara dengan Jokowi tentang masalah ini terutama bagi warganya yang bernama Mary Jane yang kini telah berada di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan, Jawa Tengah.

Dengan gaya berdiplomasi, Presiden berkata kepada mitranya itu "saya akan berbicara dengan Jaksa Agung (Prasetyo,red)".

Tekanan bahkan ancaman juga datang dari Presiden Prancis Fracois Hollande yang sampai menyatakan bahwa jika eksekusi itu tetap dilaksanakan maka Paris akan mempertimbangkan kemungkinan untuk membekukan hubungan diplomatiknya dengan Jakarta atau minimal memanggil pulang duta besarnya dari Jakarta.

Tidak kurang dari Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) Ban Ki-moon juga minta Jokowi untuk membatalkan eksekusi itu.

Ketika mengomentari berbagai pernyataan dari luar negeri itu, Wakil Presiden Mohammad Jusuf Kalla berkata "Kita harus taat mengikuti hukum".

Para pemimpin luar negeri itu mungkin pura-pura tidak tahu bahwa amar putusan atau vonis di Tanah Air adalah berjenjang mulai dari tingkat pengadilan negeri, pengadilan tinggi melalui tahap banding, kemudian kasasi di Mahkamah Agung hingga Peninjauan Kembali atau PK. Mary Jane misalnya sudah mengajukan PK ke MA namun ditolak. Akibatnya pengacaranya mengajukan PK kedua, yang sebenarnya tak dikenal di sini. Ternyata PK kedua inipun juga ditolak.

Para pelaku kejahatan di bidang narkoba itu adalah Mary Jane (Filipina), Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia), Martin Anderson (Ghana), Raheem Agbaje (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Rodrigo Gularte (Brazil), serta Sylvester Obiekwe Nwolise dan Okwudili Oyatanze (Nigeria).

Sementara itu, orang kesepuluh asal Prancis, Serge Areski Atlaoui untuk sementara lolos dari kemungkinan eksekusi yang diharapkan berlangsung dalam waktu dekat ini, karena sedang mengupayakan hukum melalui Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN..

Berbagai ancaman atau halusnya imbauan itu tak juga membuat Jaksa Agung Prasetyo untuk mundur satu langkah pun karena dia dengan tegas telah berkata "itu (tekanan dan ancaman) tidak akan mempengaruhi kedaulatan bangsa".

Karena waktu eksekusi makin dekat maka penjagaan di Nusa Kambangan dan sekitarnya makin ketat dan ini tampak jelas dengan dikerahkannya ratusan prajurit Polri yang digelar di berbagai lokasi untuk menghindarkan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Bersambungan ke hal 2 .....