Pekanbaru, (Antarariau.com) - Pelaksana Tugas Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman dijadwalkan menghadiri penandatanganan kesepakatan kerja sama Badan Pengelola REDD+ Indonesia sekaligus peluncuran sistem monitoring kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di provinsi tersebut.
"Besok acaranya di Pauh Janggi, Komplek Gubernuran Riau. Jadi, selain Kepala BP REDD+ Pak Heru Prasetyo, acara itu dihadiri oleh Plt Gubernur Riau Pak Arsyadjuliandi Rachman," kata tim komunikasi Badan Pengelola REDD+ Indonesia, Leoni Rahmawati melalui telepon seluler dari Pekanbaru, Riau, Selasa.
Selain kedua pimpinan tersebut, lanjut dia, acara itu bakal dihadiri oleh 12 bupati dan wali kota di Riau karena akan dilakukan penandatanganan kesepakatan antara Badan Pengelola REDD+ Indonesia, pemerintah provinsi dan 12 daerah di Riau.
Ke-12 daerah yang ikut menandatangani kesepakatan itu seperti Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Kampar, Kabupaten Kepulauan Meranti, Kabupaten Kuantan Singingi, Kabupaten Pelalawan, Kota Pekanbaru, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir dan Kabupaten Siak.
Dalam acara tersebut BP REDD+ Indonesia juga menandatangani kesepakatan mengenai pelaksanaan program penuruanan emisi gas rumah kaca dari deforestasi dan degradasi hutan dan lahan gambut bersama dengan Universitas Riau.
"Tapi sebelum itu, akan dilakukan peluncurkan sistem monitoring kebakaran hutan dan lahan atau dibut dengan karhutla monitoring system di 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau," katanya.
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau sebelumnya menyatakan, pemerintah daerah dan Badan Pengelola REDD+ Indonesia akan menandatangani kesepakatan tentang pencegahan karhutla serta penyediaan sistem pemantau karhutla dan perangkat pendukung.
"Dalam waktu dekat, 12 kabupaten/kota di Riau akan memiliki Karhutla Monitoring System," kata Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau, Yulwiriawati Moesa.
Ia mengatakan, saat ini perangkat dalam sistem pemantau kebakaran hutan dan lahan baru dipasang di kantor Gubernur Riau, Badan Lingkungan Hidup Provinsi Riau dan Dinas Kehutanan Provinsi Riau.
"Untuk perangkat sistemnya merupakan bantuan dari BP REDD+, sedangkan kami membantu perangkat kerasnya seperti dua monitor dan instanlasi Internet," ujarnya.
Ia menjelaskan, semula Badan Pengelola REDD+ hanya berencana memasang perangkat itu pada enam daerah yang rawan karhutla. Namun kemudian, pemerintah provinsi berusaha menyakinkan lembaga itu untuk memasangnya di 12 kabupaten/kota untuk tujuan jangka panjang.
"Ini sebagai langkah preventif bahwa kebakaran harus ditanggulangi dengan rencana jangka panjang juga, karena kebakaran bisa juga terjadi di daerah lainnya," kata Yulwiriawati.
Dia mengatakan sistem tersebut sangat diperlukan oleh pemerintah daerah untuk mendeteksi sedini mungkin potensi kebakaran hutan dan lahan supaya bisa segera mengambil tindakan untuk menekan dampaknya.
Dia menjelaskan, sistem KMS ditempatkan di ruangan khusus untuk bisa memantau kebakaran setiap waktu lewat dua layar besar berukuran 42 inchi yang antara lain menampilkan lokasi titik panas di tiap daerah dan kedalaman gambut yang terbakar.
"Bahkan, dari sistem itu bisa diketahui kebakaran lahan dan hutan dalam periode 10 tahun terakhir," ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintah juga akan cepat mengetahui bila kebakaran terjadi di konsesi perusahaan yang beroperasi di Riau.
"Perusahaan nanti tidak bisa bohong lagi karena semua bisa terlihat langsung dengan alat KMS. Kalau ada konsesi yang terbakar kita langsung surati dan langsung kita cek izin Amdal mereka," katanya.
Begitu juga di dinas kehutanan bisa langsung mengecek tanggung jawab mereka berdasarkan izin konsesi yang diberikan pemerintah, kata Yulwiriawati.