Menghadang Laju "Gurita" Waralaba Di Pekanbaru

id menghadang, laju gurita, waralaba di pekanbaru

 Menghadang Laju "Gurita" Waralaba Di Pekanbaru

Pekanbaru, (Antarariau.com) - Bisnis waralaba modern berkembang sangat pesat di Kota Pekanbaru, Riau, ibarat cendawan di musim hujan. namun, setelah dua tahun bisnis itu berjalan, Pemerintah Kota Pekanbaru langsung memberlakukan moratorium pemberian izin baru. Ada apa?

Selama sebulan terakhir Pemerintah Kota Pekanbaru gencar melakukan operasi terhadap tempat usaha yang dituding menyalahi aturan. Khusus untuk bisnis waralaba modern, ada empat gerai Indomaret dan Alfamart yang ditutup paksa dan disegel. Usut punya usut, pemerintah mensinyalir puluhan gerai waralaba ritel modern beroperasi tanpa mengantongi izin.

Bahkan, Wali Kota Pekanbaru Firdaus, mengancam akan menuntut lewat jalur hukum terhadap perusahaan waralaba modern Indomaret dan Alfamart akibat melakukan ekspansi bisnis dengan melanggar izin prinsip yang dikeluarken Pemerintah Kota Pekanbaru, Riau.

"Kami kasih 100 (izin), belum keluar izin kenapa bangun baru. Ini malah saya bisa tuntut," tegas Firdaus kepada Antara pada akhir Agustus lalu.

Firdaus mengatakan telah menginstruksikan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait untuk melakukan penertiban karena menerima lapran ada indikasi kedua perusahaan waralaba modern tersebut nekat membuka gerai-gerai baru melebihi izin yang telah diberikan pemerintah. Ia menegaskan dalam Izin Prinsip Wali Kota Pekanbaru hanya membolehkan Indomaret dan Alfamrt membangun masing-masing 100 gerai di dalam kota.

Operasi penertiban tersebut untuk mengevaluasi apakah gerai yang sudah dibuka telah melengkapi perizinan dan berada dilokasi yang sesuai peruntukannya.

"Kalau lebih dari 100 (harus) tutup. Yang ke-101 tutup," tegas wali kota.

Ia mengatakan pihak perusahaan juga harus mengembalikan biaya investasi, apabila ada warga yang terlanjur menanamkan modal untuk membeli lisensi (franchise) digerai-gerai baru.

"Ya harus kembaliin. Kita tegas-tegas saja," katanya.

Firdaus mengatakan bahwa Pemerintah Kota Pekanbaru tidak akan mengeluarkan izin baru untuk penambahan gerai baru bagi Indomaret dan Alfamart di daerah tersebut. Ia beralasan penambahan waralaba modern akan mematikan pasar tradisional dan usaha mikro di daerah itu.

Pemko Pekanbaru menginginkan agar pertumbuhan pasar tradisional dan modern bisa berjalan seimbang, bukan malah membebani pengusaha bermodal kecil.

"Kami tidak mau juga yang tradisional dibebani terlalu berat. Kami ingin keduanya tumbuh, kedai-kedai kampung itu juga harus tumbuh dan yang modern juga. Ada aturan mainnya," katanya.

Meski begitu, Firdaus tidak menafikan bahwa ekspansi bisnis waralaba modern bisa mendongkrak pendapatan daerah dan membuka lapangan kerja baru. Moratorium izin waralaba modern itu bisa dipertimbangkan kembali 3-4 tahun kedepan ketika tergantung kebutuhan berdasarkan populasi penduduk Pekanbaru.

Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Pekanbaru, Mas Irba H. Sulaeman, mengatakan dari penelusuran Badan Perizinan Kota Pekanbaru ditemukan indikasi ada puluhan Indomaret dan Alfamart yang berdiri melebihi kuota dari Izin Prinsip Wali Kota Pekanbaru.

"Info dari BPT, sekarang sudah ada 130 gerai Indomaret dan Alfamart sebanyak 126. Padahal, izin prinsip yang dikeluarkan wali kota untuk keduanya masing-masing hanya 100. Ini yang sekarang kita sedang tertibkan," katanya.

Ia mengatakan pihaknya juga menemukan bukti banyak pelanggaran yang dilakukan oleh usaha tersebut. Selain melanggar izin prinsip, pada umumnya gerai waralaba juga belum melengkapi perizinan terkait Analisis Dampak Lingkungan Sosial Ekonomi, berupa Surat HO (Hinder Ordonantie) atau Izin Gangguan dari BPT Pekanbaru. Untuk mendapatkan izin tersebut, pelaku usaha harus memiliki surat rekomendasi berupa persetujuan dari masyarakat sekitar gerai mulai dari RT/RW, Lurah dan Camat.

Dari rekomendasi itulah, lanjutnya, BPT Pekanbaru bisa memberikan Izin HO yang artinya keberadaan waralaba nantinya tidak akan menimbulkan kecemasan warga sekitar.

Selain itu, ia mengatakan banyak gerai Indomaret dan Alfamart melanggar aturan dalam menjual minuman beralkohol yang kadarnya di atas lima persen.

"Berdasarkan pemantauan sementara, rata-rata mereka tidak memiliki izin," tambahnya

Menurut dia, pengusaha tidak cukup hanya mengantongi izin usaha saja dari Badan Pelayanan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM), tetapi juga harus ada Surat Izin Usaha Perdagangan Minuman Beralkohol (SIUPBM) dan Surat Keterangan Penjualan Akhir (SKPA).

"Yang tidak kalah pentingnya adalah penjual harus meletakkan minuman beralkohol diposisikan di belakang kasir agar orang di bawah umur tidak mudah menjangkaunya," katanya.

Ia mengatakan, pemerintah setempat tidak akan mengganggu pelaku bisnis yang sudah lengkap izinnya. Bagi pemilik gerai Alfamart dan Indomaret yang sudah mengantongi izin, lanjutnya, diharapkan menempelkannya di muka pintu masuk. Pemerintah juga memberi toleransi terkait izin miras dengan memberi batas waktu paling lambat sampai Desember 2014 untuk mengurus perizinannya.

"Jika hingga waktu yang telah ditentukan yakni Desember tidak juga di urus izinnya,kami dapat merekomendasikan kepada Satpol PP untuk melakukan penyitaan," ujarnya.

Pertumbuhan Ekonomi Semu

Kebijakan moratorium izin waralaba modern disambut baik oleh sejumlah kalangan, termasuk asosiasi pelaku usaha. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Pekanbaru menyatakan kehadiran bisnis waralaba modern seperti Indomaret dan Alfamart tidak menguntungkan bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Provinsi Riau.

"Perihal bisnis waralaba di Pekanbaru, tidak ada produk UMKM yang diuntungkan baik itu untuk menyerap produk maupun mempromosikan produk yang dihasilkan di Pekanbaru," kata Ketua Kadin Kota Pekanbaru, Suparman.

Menurut dia, Indomaret dan Alfamart lebih cenderung memasarkan berbagai produk jadi siap pakai yang dibuat oleh pabrikan dari luar Riau. Jadi, jangan harap menemukan produk khas Riau seperti bolu kemojo dan lempuk durian berada di toko itu. Sehingga, ia menilai nilai tambah yang didapat oleh pelaku UMKM sangat minim dalam bisnis tersebut karena kalau pun ada, UMKM lokal hanya diberi kios kecil dengan sewa Rp500 ribu per bulan di luar toko.

Bahkan, terjadi persaingan usaha antara pelaku UMKM dengan waralaba meski harga produk yang dijual pada Indomaret dan Alfamart jauh lebih mahal dibandingkan dengan pedagang biasa.

Guru Besar Universitas Riau Prof. Dr. Almasdi Syahza, menilai kebijakan moratorium izin waralaba modern oleh Pemerintah Kota Pekanbaru sudah tepat karena "menjamurnya" bisnis padat modal seperti Indomaret dan Alfamart hanya menghasilkan pertumbuhan ekonomi semu.

"Saya sangat setuju dengan moratorium waralaba modern, karena membuka keran perizinan sebanyak-banyaknya hanya menghasilkan pertumbuhan ekonomi semu. Keuntungan dari laba dan uang yang didapat dari penjualan di Kota Pekanbaru lebih banyak disedot ke Jakarta dimana perusahaan itu berpusat dan untuk segelintir pengusaha. Artinya, uangnya bukan berputar lagi di Pekanbaru," kata Almasdi Syahza.

Ia mengaku prihatin merebaknya gerai Indomaret dan Alfamart sangat agresif hingga ke permukiman dan gang-gang kecil lewat mobil tokonya. Ia menilai, tidak butuh waktu lama bagi warung dan kedai kecil milik pengusaha lokal yang bermodal pas-pasan akan mati karena sulit bersaing.

Kebijakan moratorium dinilai sebagai bentuk proteksi terhadap produk dan pengusaha kecil di Pekanbaru, seharusnya dihormati oleh pelaku bisnis waralaba modern sekelas Indomaret dan Alfamart. "Apalagi Indonesia menganut faham ekonomi kerakyatan, bukan ekonomi kapitalis dimana modal berkuasa yang mengagungkan pasar bebas. Moratorium diharapkan bisa membuat perdagangan yang adil untuk semua," katanya.

Meski begitu, ia menilai Pemerintah Kota Pekanbaru tidak akan bisa selamanya membendung arus kapital dalam ekspansi bisnis waralaba modern. Salah satu sebabnya, masyarakat Pekanbaru juga makin kritis dalam memilih produk yang ingin dibelinya seiring dengan meningkatnya taraf hidup mereka.

"Pekanbaru yang ekonominya makin maju, maka masyarakat juga menuntut barang dan pelayanan yang lebih bagus. Itu adalah indikator daerah yang maju ekonominya dan masyarakatnya yang maju," katanya.

Karena itu, ia menilai moratorium izin waralaba modern perlu diiringi oleh Pemerintah Kota Pekanbaru dengan kebijakan pemberdayaan UMKM. Perlu ada program nyata untuk pedagang kecil agar dapat kemudahan berusaha lewat bantuan pembenahan manajemen, modal, dan perbikan sarana dengan meningkatkan kualitas pasar tradisional.

Pengusaha kecil yang menghasilkan produk tertentu harus dijembatani agar bisa menjamin kualitas produknya, mendapat akses modal, dan menjangkau pasar yang lebih luas "Saatnya sekarang pedagang kecil di Pekanbaru dibina, karena kedepannya mereka akan menghadapi selera masyarakat yang makin meningkat dan tuntutan konsumen terhadap barang dan layanan berkualitas," ujarnya.

Belum Siap

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Riau, Sukardi Ali Azhar meminta pemerintah daerah membuat peraturan yang lebih ketat untuk melindungi konsumen terkait bisnis waralaba modern.

"YLKI setuju harus ada moratorium izin waralaba modern. Pemerintah Kota Pekanbaru dalam pelaksanaan moratorium itu harus mengevaluasi izin yang sudah diberikan apakah dijalankan dengan benar," katanya.

Sukardi menilai Pemerintah dan DPRD Kota Pekanbaru sudah saatnya membuat payung hukum lebih tegas untuk bisnis waralaba modern secara keseluruhan, bukan hanya terhadap Indomaret dan Alfamart. Produk hukum tersebut bisa dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda).

"Aturannya misalkan gerainya hanya diperbolehkan di jalan utama, lokasi peruntukannya harus jelas karena izin minimarket saja tidak cukup," katanya.

Perda tersebut juga harus melindungi konsumen karena sering ada pengaduan masyarakat promosi dari waralaba tidak sesuai dengan kenyataanya dari segi harga.

"Saya rasa DPRD Pekanbaru sudah harus menggodoknya (Perda)," kata Sukardi.

Sementara itu, pelaku usaha ritel dan waralaba modern Alfamart meminta Peninjauan Kembali (PK) kepada Pemerintah Kota Pekanbaru untuk dapat melakukan ekspansi bisnis, menyusul tindakan pemerintah daerah yang melakukan penutupan gerai baru mereka yang belum mengantongi izin.

"Namanya pengusaha kita tidak bisa hanya duduk melempem, usaha kita coba kembangkan terus karena itu kita sudah meminta Peninjauan Kembali terhadap Izin Prinsip supaya ada penambahan," kata Community Relation Alfamart Pekanbaru, Moriya Tobing.

Menurut dia, Pemerintah Kota Pekanbaru mengeluarkan Izin Prinsip untuk 100 gerai Alfamart sejak dua tahun lalu dan manajemen menilainya tidak mencukupi lagi. Ia mengatakan sudah sejak enam bulan lalu pihaknya mengajukan Peninjauan Kembali Izin Prinsip Wali Kota Pekanbaru, karena sudah mendengar bahwa Wali Kota Pekanbaru tidak akan memberikan tambahan kuota gerai baru.

Perihal ada dua gerai Alfamart yang ditutup paksa pemerintah dalam operasi penertiban pada 28 Agustus lalu, Moriya mengakui keduanya adalah gerai reguler Alfamart yang termasuk dalam rencana ekspansi bisnis terbaru.

"Sepertinya iya. Itu yang diluar 100," katanya.

Ia membantah keberadaan Alfamart mematikan UMKM lokal karena perusahaan selama ini turut menggandeng pelaku usaha kecil sebagai mitra binaan dan memberikan pelatihan. "Di Pekanbaru ada 1.000 warung binaan kita," katanya.

Mengenai resistensi dari Wali Kota Pekanbaru Firdaus yang tidak memberikan izin baru untuk waralaba modern, ia menilai hal itu tidak beralasan karena Kementerian Perdagangan juga tidak ada memberi pembatasan terhadap ekspansi bisnis ritel modern. Sebaliknya, ia menilai makin banyak waralaba modern akan menambah pendapatan daerah, membuka lapangan kerja, serta menyiapkan pasar domestik untuk bersaing di perdagangan bebas ASEAN pada 2015.

"Pemerintah Kota Pekanbaru mungkin belum siap, baik dari Peraturan Daerah dan dalam menyikapinya, sehingga mereka masih bingung," ujarnya.