PM Palestina Mohammad Mustafa desak tekanan internasional untuk hentikan serbuan Israel

id Berita hari ini,berita riau terbaru, berita riau antara,Hamas

PM Palestina Mohammad Mustafa desak tekanan internasional untuk hentikan serbuan Israel

Ilustrasi - Jalur Gaza luluh lantak. (ANTARA/Anadolu/py/am.)

Ramallah, Palestina (ANTARA) - Perdana Menteri Palestina Mohammad Mustafa menyerukan peningkatan tekanan internasional terhadap Israel agar berhenti menyerang warga Palestina dan membuka kembali seluruh perlintasan di Gaza.

Tuntutan itu disampaikan Mustafa saat bertemu Wakil Perdana Menteri sekaligus Menteri Luar Negeri Luksemburg Xavier Bettel pada Senin (10/3) di kantor perdana menteri di Ramallah, wilayah pendudukan Tepi Barat.

Mustafa mendesak negara-negara Uni Eropa untuk lebih menekan Israel agar menghentikan serangan, membuka semua perlintasan Gaza, dan mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan tanpa hambatan, termasuk pasokan tempat tinggal sementara, dan material rekonstruksi.

Seruan itu muncul setelah fase pertama gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan antara Hamas dan Israel, yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir dengan dukungan AS, berakhir pada 1 Maret.

Setelah berakhir, Israel kembali menutup semua perlintasan Gaza, memblokir bantuan kemanusiaan dalam upaya menekan Hamas.

Menurut pernyataan dari kantor Mustafa, ia juga menekankan perlunya menghentikan serangan militer Israel di Tepi Barat bagian utara, yang telah menghancurkan infrastruktur, rumah warga, dan fasilitas publik serta memaksa penduduk meninggalkan rumah-rumah mereka.

Militer Israel terus melancarkan serangan mematikan di Tepi Barat bagian utara, menewaskan sedikitnya 65 warga Palestina dan menyebabkan ribuan orang mengungsi sejak 21 Januari 2025.

Mustafa menyampaikan apresiasinya atas dukungan Uni Eropa terhadap rencana rekonstruksi Gaza yang telah disepakati dalam pertemuan puncak darurat Liga Arab di Kairo pada 4 Maret 2025 dan pertemuan menteri luar negeri Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).

Rencana tersebut diperkirakan akan menelan biaya 53 miliar dolar AS (sekitar Rp870,5 triliun) selama lima tahun tanpa menyebabkan pengusiran warga Palestina.

Namun, Israel dan Amerika Serikat menolak rencana tersebut, dengan tetap berpegang pada proposal yang diajukan Presiden AS Donald Trump sejak 25 Januari 2025, yang bertujuan memindahkan warga Palestina di Gaza ke Mesir dan Yordania, sebuah langkah yang ditolak oleh kedua negara tersebut, serta negara-negara Arab dan lembaga internasional lainnya.

Menanggapi hal itu, Bettel menegaskan urgensi untuk mengakhiri penderitaan warga Palestina, terutama di Gaza, serta menegaskan kembali dukungan Luksemburg terhadap upaya gencatan senjata, bantuan kemanusiaan, dan reformasi pemerintahan Palestina, demikian menurut pernyataan yang dirilis setelah pertemuan berlangsung.

Sementara itu, Peminpin Otoritas Israel Benjamin Netanyahu masih enggan memulai fase kedua kesepakatan, dengan menuntut lebih banyak pembebasan sandera tanpa memenuhi komitmen seperti menghantikan perang atau menarik pasukan secara penuh dari Gaza.

Pada Senin, Hamas kembali menegaskan sikapnya dalam sebuah pernyataan: "Kami menegaskan komitmen penuh terhadap perjanjian gencatan senjata, pelaksanaannya, dan kesiapan kami untuk segera memulai negosiasi tahap kedua".

Baca juga: Persatuan Kantor Berita OKI resmi buka kantor eksternal di Palestina

Baca juga: Baznas dan MUI Riau berkolaborasi himpun donasi untuk Palestina Rp60 juta

Sumber: Anadolu