Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyatakan bahwa Indonesia berkomitmen memperkuat hubungan bilateral dengan Malaysia melalui kerja sama strategis di sektor pangan.
"Indonesia komitmen untuk memperkuat hubungan bilateral dengan Malaysia, terutama dalam aspek memperkuat perdagangan komoditas pangan," kata Arief dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.
Arief menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara dalam seminar 'Internasional Food Security in Indonesia and Malaysia' yang dilaksanakan oleh Alumni Universiti Putra Malaysia (UPM) di KBRI Kuala Lumpur, Malaysia, pada Jumat (11/10).
Dia menuturkan bahwa Indonesia juga komitmen untuk memperkuat hubungan bilateral dengan Malaysia utamanya dalam membangun mekanisme pasar yang lebih efisien dalam mendukung rantai pasok pangan regional.
Ia berharap ke depan kerja sama bilateral antara Indonesia dan Malaysia semakin berkembang dan saling menguntungkan, terutama di sektor pangan dapat terus terjalin.
"Melalui peningkatan volume perdagangan komoditas seperti beras, bawang merah, dan produk pangan lainnya, kita dapat saling melengkapi kebutuhan pangan dalam kawasan,” ucap Arief.
Arief juga mengatakan peran para alumni UPM, khususnya Warga Negara Indonesia, sangat penting dalam mendorong terbangunnya kerja sama antardua negara serumpun.
Lebih lanjut, Arief mengatakan bahwa ekspor dan impor pangan merupakan sesuatu yang biasa dalam perdagangan pangan.
Ia mengatakan bahwa Indonesia mengimpor beberapa komoditas pangan, dan juga mengekspor komoditas pangan berlebih di tanah air dan menjadi produk unggulan di beberapa negara.
Khusus untuk 12 pangan pokok strategis yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 tahun 2022 tentang Pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah, basisnya pada perhitungan neraca pangan nasional yang dilakukan oleh Bapanas bersama kementerian/lembaga terkait.
"Jadi produk pangan pokok strategis itu kita hitung berapa ketersediaan dan kebutuhannya. Setelah itu, kita petakan mana yang sufficient dan mana yang tidak sufficient, sehingga manakala keputusan impor dilakukan, itu telah berdasarkan perhitungan yang terukur dan tetap memperhatikan kesejahteraan petani sebagai produsen pangan," ujar Arief.
Dia menjelaskan bahwa hal itu selaras dengan visi swasembada pangan presiden terpilih Prabowo Subianto yang menggagas dalam empat tahun sejak menerima mandat pada 20 Oktober nanti, Indonesia akan swasembada pangan kembali seperti dahulu.
"Artinya jika konsumsi pangan dalam negeri telah mampu dipasok dari produksi domestik, namun masih ada stok lebih, kita bisa lakukan ekspor," kata Arief.
Sementara itu, Guru Besar UPM Normaz Wana Binti Ismail mengakui dinamika global seperti perang di Ukraina, perubahan iklim, dan El Nino harus diwaspadai kaitannya dengan stabilitas pangan di Malaysia.
"Semangat kolaborasi dalam menciptakan ketahanan pangan di setiap negara harus terbangun," kata Normaz.
Ia juga menekankan pada peningkatan produksi pangan dalam negeri dengan memanfaatkan teknologi dan inovasi.
Menurutnya, penerapan smart farming dapat memberikan solusi terhadap peningkatan produksi di tengah tantangan ketersediaan lahan dan peningkatan populasi.
Sementara itu, General Manager National Farmers Organization (NAFAS), sebuah badan usaha berbentuk koperasi yang bergerak di sektor pertanian di Malaysia, Encik Muhammad Faris mengungkapkan bahwa Malaysia mengimpor berbagai komoditas pangan dengan nilai total mencapai angka 78,7 miliar ringgit.
"Sementara nilai ekspor di sektor pangan sekitar 46,4 miliar ringgit," kata Faris.
Untuk itu, pihaknya terbuka untuk membangun kerja sama dan kemitraan strategis dengan tujuan bersama mewujudkan perdagangan di sektor pangan yang saling menguntungkan.
Baca juga: Bapanas sebut harga beras Indonesia tinggi karena biaya produksi yang besar