Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis mata di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan dr. Dinda Arken Devona, Sp. M mengatakan risiko kebutaan akibat glaukoma bisa dicegah apabila tekanan bola mata pasien bisa terkontrol dengan baik.
"Glaukoma bisa menjadi kebutaan apabila tekanan bola mata tak terkontrol. Tetapi apabila sudah terkontrol dengan baik maka risiko untuk mengalami kebutaan, sangat rendah," kata dia dalam acara daring bertepatan dengan peringatan World Glaucoma Week 2024 di Jakarta, Kamis.
Menurut Dinda tekanan bola mata akan berbeda-beda antara masing-masing pasien karena tergantung tingkat keparahan glaukoma, usia dan faktor lainnya.
Glaukoma merupakan penyakit saraf mata yang bisa menimbulkan gangguan penglihatan terutama adanya gangguan lapang pandang yang sifatnya semakin lama bisa semakin memberat, dengan faktor risiko utama peningkatan tekanan bola mata.
Akibat peningkatan tekanan bola mata ini yakni kerusakan pada serat lembut saraf optik yang bertugas membawa sinyal penglihatan dari mata ke otak.
Pada sebagian besar kasus, penyakit ini awalnya muncul tanpa gejala yang disadari pasien. Namun, saat kondisi sudah lebih lanjut, tanda yang biasanya dialami pasien salah satunya gangguan lapang pandang yang menyempit.
Kondisi ini bisa menyebabkan pasien mengeluhkan sering tersandung saat berjalan, kemudian apabila sudah memberat maka menyebabkan penglihatan pasien seperti mengintip dari lubang kunci. Selain itu, tanda lainnya, yakni mata terasa pegal mulai ringan sampai sangat nyeri di mata.
"Pada episode tertentu atau glaukoma akut, mata merah disertai nyeri sehingga bisa menyebabkan mual, muntah, sakit kepala, pasien seperti melihat cincin bercahaya atau gambaran pelangi, penglihatan sangat buram," jelas Dinda.
Merujuk data yang pernah disampaikan perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) pada tahun 2021, di Indonesia dengan populasi pada tahun 2017 terdapat 8 juta orang dengan gangguan penglihatan.
Lalu, sebanyak 1,6 juta orang mengalami kebutaan ditambah dengan 6,4 juta orang dengan gangguan penglihatan sedang dan berat.
Dari jumlah tersebut sebanyak 81,2 persen gangguan penglihatan disebabkan oleh katarak. Penyebab lainnya adalah refraksi atau glaukoma, atau kelainan mata hal-hal lainnya seperti kelainan refraksi, glaukoma atau kelainan mata yang berhubungan dengan diabetes.
Terkait faktor risiko, selain peningkatan bola mata, kondisi seperti riwayat keluarga dengan glaukoma, ketebalan kornea yang tipis, pasien mata minus dan plus, pasien diabetes dan pengobatan steroid jangka panjang diketahui bisa meningkatkan risiko seseorang terkena glaukoma.
Oleh karena itu, menurut Dinda, demi mencegah terkena glaukoma, seseorang khususnya dengan faktor risiko sebaiknya melakukan deteksi dini dengan melakukan pemeriksaan mata dan berkonsultasi rutin dengan dokter mata.
"Glaukoma dikenal sebagai penyebab kebutaan nomor dua di dunia setelah katarak. Ini harus diwaspadai jangan sampai glaukoma dan berakhir kebutaan," demikian pesan Dinda.
Baca juga: Anak dengan mata bisa berisiko alami hipertensi dan serangan jantung
Baca juga: Dokter: Ketahui penyebab lingkaran hitam di bawah mata dan cara mengatasinya
Berita Lainnya
BRK Syariah ikut dukung kemajuan industri halal di Riau
07 October 2024 17:08 WIB
Kementerian Lingkungan Hidup minta produsen bantu tangani potensi peningkatan sampah plastik
07 October 2024 17:04 WIB
Menteri Agraria dan Tata Ruang AHY selesaikan ujian terbuka program doktoral di Unair
07 October 2024 16:42 WIB
Mendagri Tito Karnavian apresiasi capaian inflasi 1,84 persen di September 2024
07 October 2024 16:33 WIB
Jumlah penumpang di Bandara Lombok mencapai 1,79 Juta
07 October 2024 16:16 WIB
PLN Electric Run banyak diapresiasi, Begini kata para juara
07 October 2024 16:11 WIB
Pemerintah luncurkan Indonesia Digital Islamic Economy Report 2023/2024
07 October 2024 16:02 WIB
Kemendag momentum Pilkada dan Nataru diharapkan tingkatkan daya beli masyarakat
07 October 2024 15:04 WIB