Anak dengan mata bisa berisiko alami hipertensi dan serangan jantung

id Berita hari ini,berita riau terbaru, berita riau antara, hipertensi

Anak dengan mata bisa berisiko alami hipertensi dan serangan jantung

Ilustrasi pemeriksaan mata pada anak-anak. (ANTARA/Eric Ireng)

Jakarta (ANTARA) - Sebuah studi menyatakan anak-anak yang memiliki kondisi mata malas (Amblyopia) dapat berisiko lebih tinggi mengalami penyakit seperti hipertensi, serangan jantung, sindorm metabolik hingga obesitas di masa dewasanya.

Dilansir dari Medical Daily, Rabu, dijelaskan bahwa mata malas merupakan suatu kondisi gangguan perkembangan syaraf yang menyebabkan berkurangnya kualitas penglihatan pada salah satu bola mata.

Penyakit tersebut dapat berkembang ketika koordinasi otak dan mata terganggu, sehingga otak akan bergantung lebih banyak pada mata yang memiliki penglihatan lebih kuat.

Akibatnya, mata dengan daya penglihatan yang lebih lemah mengalami penurunan kualitas.

Tanda dari kondisi mata lelah adalah salah satu mata bergerak ke dalam atau keluar, salah satu mata menyipit, persepsi kedalaman yang buruk, kepala miring, dan penglihatan yang buruk karena kondisi ini biasanya hanya mempengaruhi satu mata.

Banyak dari anak-anak mungkin tidak menyadari adanya masalah pada penglihatan mereka sampai mereka melakukan tes penglihatan rutin.

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal eClinicalMedicine, para peneliti mengidentifikasi korelasi antara mata malas di masa kanak-kanak dan peningkatan risiko kesehatan di masa dewasa. Namun penelitian tersebut tidak menunjukkan hubungan sebab akibat di antara keduanya.

"Amblyopia adalah suatu kondisi mata yang mempengaruhi hingga empat dari 100 anak. Di Inggris, semua anak seharusnya menjalani pemeriksaan penglihatan sebelum usia lima tahun untuk memastikan diagnosis yang cepat dan pengobatan mata yang relevan,” kata penulis terkait, Profesor Jugnoo Rahi.

Menurut dia jarang sekali ada 'penanda' di masa kanak-kanak yang dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit serius di masa dewasa, dan juga penanda yang terukur dan diketahui oleh setiap anak karena skrining populasi.

“Banyaknya jumlah anak-anak yang terkena dampak dan keluarga mungkin ingin menganggap temuan kami sebagai insentif ekstra untuk mencoba mencapai gaya hidup sehat sejak masa kanak-kanak,” ujar Rahi.

Temuan tersebut merupakan hasil pengamatan kepada lebih dari 126.000 peserta berusia antara 40 dan 69 tahun, yang merupakan bagian dari kelompok Biobank Inggris yang telah menjalani pemeriksaan mata.

Selama perekrutan, peserta ditanyai apakah mereka pernah dirawat karena ambliopia di masa kanak-kanak dan apakah mereka masih mengalami kondisi tersebut. Mereka juga ditanyai tentang diagnosis medis terkait diabetes, tekanan darah tinggi, dan kondisi kardiovaskular/serebrovaskular, termasuk angina, serangan jantung, dan stroke. BMI (indeks massa tubuh), glukosa darah, dan kadar kolesterol para peserta diukur, dan angka kematian mereka dilacak.

Dari sebanyak 3.238 peserta yang melaporkan mengalami mata malas saat masih anak-anak, 82,2 persen mengalami penurunan penglihatan pada salah satu matanya bahkan setelah dewasa.

Dalam rilis berita itu, ditemukan bahwa partisipan yang mengidap ambliopia saat masih anak-anak memiliki kemungkinan 29 persen lebih tinggi terkena diabetes, 25 persen lebih tinggi terkena hipertensi, dan 16 persen lebih tinggi terkena obesitas.

Faktor risiko untuk kondisi ini misalnya, penyakit lain, etnis, dan kelas sosial juga diperhitungkan.

Para peneliti mengamati peningkatan risiko masalah kesehatan tidak hanya pada individu yang terus mengalami masalah penglihatan tetapi juga pada peserta yang menderita ambliopia selama masa kanak-kanak dan mempertahankan penglihatan normal di masa dewasa, meskipun hubungannya tidak kuat.

“Penglihatan dan mata adalah penjaga kesehatan secara keseluruhan, baik penyakit jantung atau disfungsi metabolik, keduanya terkait erat dengan sistem organ lain. Inilah salah satu alasan mengapa kami menyaring penglihatan yang baik pada kedua mata," ujar penulis Dr. Siegfried Wagner.

"Kami menekankan bahwa penelitian kami tidak menunjukkan hubungan sebab akibat antara ambliopia dan kesehatan yang buruk di masa dewasa,” tambah Dr. Siegfried Wagner.

Wagner melanjutkan penelitian juga menunjukkan rata-rata orang dewasa yang menderita ambliopia saat masih anak-anak lebih mungkin mengalami kelainan ini dibandingkan rata-rata orang dewasa yang tidak menderita ambliopia.

“Temuan ini tidak berarti bahwa setiap anak dengan ambliopia pasti akan mengalami penyakit kardiometabolik. gangguan dalam kehidupan dewasa," ucapnya.

Baca juga: Waspada hipertensi pada ibu hamil, dokter Agustina Nurmala ungkap tiga bahayanya

Baca juga: Makan lebih banyak tomat bisa bantu cegah hipertensi