Tersangka korupsi Jembatan Sungai Enok diringkus usai 3 bulan kabur

id Dugaan korupsi sungai enok

Tersangka korupsi Jembatan Sungai Enok diringkus usai 3 bulan kabur

Direktur PT Bonai Riau Jaya (BRJ) HM Fadhillah Akbar yang merupakan tersangka dugaan korupsi pembangunan Jembatan Sungai Enok diringkus usai tiga bulan kabur. (ANTARA/HO-Kejati Riau)

Pekanbaru (ANTARA) - Setelah tiga bulan lamanya kabur, Direktur PT Bonai Riau Jaya (BRJ) HM Fadhillah Akbar berhasil diringkus Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Selasa (30/1) sekitar pukul 19.22 WIB.

HM Fadhillah merupakan tersangka dugaan korupsi proyek pembangunan Jembatan Sungai Enokdi Kecamatan Enok, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil). Dia sebelumnya dinyatakan buron dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).

Setelah tiga bulan, Fadillah akhirnya bisa ditangkap. Dia diamankan oleh Tim Tangkap Buron (Tabur) Kejaksaan Agung (Kejagung) bersama Kejati Riau di sebuah tempat, di Jalan Qadr Raya, Cibodas, Kota Tangerang.

"Tim Tabur berhasil mengamankan buronan tersangka yang masuk dalam DPO asal Kejaksaan Tinggi Riau. Berinisial HMFA," ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Riau, Bambang Heripurwanto, Rabu.

Bambang mengatakan, Fadhillah diduga terlibat perkara tindak pidana korupsi pada kegiatan Pembangunan Jembatan Sungai Enok Kecamatan Enok Kabupaten Inhil Tahun Anggaran 2012.

Saat diamankan, tersangka Fadhillah bersikap kooperatif sehingga proses pengamanannya berjalan dengan lancar.

"Tersangka diamankan ke Kejari Jakarta Selatan untuk kemudian dilakukan koordinasi dengan Penyidik Kejaksaan Tinggi Riau guna proses berikutnya," lanjut Bambang.

Dikatakan Bambang, Tim Tabur Kejati dan Tim Pidana Khusus Kejati Riau menjemput tersangka ke Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru jam 08.00 WIB tadi. Setelah serah terima, dilakukan pemeriksaan intensif oleh penyidik Pidsus.

Pria berusia 48 tahun selanjutnya ditahan dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.

"Terhadap tersangka dilakukan penahanan," tegas Bambang Heripurwanto.

Diketahui, Fadhillah ditetapkan sebagai tersangka bersama mantan Direktur PT Bonai Riau Jaya yakni Budhi Syahputra. Ia telah dijebloskan ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru, Kamis (7/9/2023).

Sementara Fadhillah yang juga dipanggil untuk diperiksa mangkir dari panggilan jaksa. Ia beberapa kali tak hadir, dan memilih kabur hingga ditetapkan jadi DPO.

Perbuatan korupsi dilakukan kedua tersangka dengan modus pengumuman lelang Pokja II ULP Kabupaten Indragiri Hilir tanggal 17 Mei 2012.

Tersangka Fadhillah bersama tersangka Budhi melengkapi persyaratan lelang atau tender. Selanjutnya tersangka Budhi bersama-sama dengan tersangka HMF membantu mencarikan personel fiktif.

Setelah melengkapi persyaratan lelang tersebut, tersangka Budhi dan tersangka Fadhillah membuat dokumen berupa surat penawaran, rekap perkiraan pekerjaan, dan surat pernyataan dukungan alat. Akhirnya, PT BRJ dinyatakan sebagai pemenang lelang.

Disebutkan, tersangka Fadhillah masuk menjadi Direktur PT BRJ dengan alasan sebagai kontrol pekerjaan. Setelah itu tersangka Budhi dan tersangka Fadhillah membuat draf kontrak dengan memalsukan tanda tangan saksi H pada dokumen kontrak atau adendum I dan II dengan nilai Rp 14.826.029.360 (pada 17 Juli 2012 sampai 31 Desember 2012).

Dalam pelaksanaan pekerjaan tersangka Budhi merekomendasikan saksi AP untuk bekerja di lapangan dan tersangka Budhi membeli barang-barang material pembangunan jembatan tersebut. Setiap pencairan uang muka dan termin dilakukan oleh tersangka Fadhillah dengan memalsukan tanda tangan saksi H.

Setelah uang masuk ke rekening PT BRJ, cek ditandatangani dan dicairkan oleh tersangka Fadhillah sejumlah Rp 1.374.000.000 dan dari rekening PT BRJ tanggal 4 Januari 2013, setelah pekerjaan selesai. Menurut Ahli Fisik ITB dalam pelaksanaan fisik pekerjaan tidak sesuai volume dan spesifikasi sebagaimana kontrak/addendum I dan II.

Menurut hasil audit yang dilakukan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Provinsi Riau telah terjadi penyimpangan dalam pengerjaan proyek tersebut. "Kerugian keuangan negara sejumlah Rp 1.842.306.309,34," kata Bambang.

Kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang (UU) RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.