Jakarta (ANTARA) - Pengamat hubungan internasional FISIP Universitas Jember (Unej) Dr. Muhammad Iqbal berharap pemerintah Indonesia bisa lebih tegas secara politik untuk mendukung perjuangan rakyat Palestina di jalur Gaza.
"Intensitas yang tinggi atas diplomasi Indonesia memang sudah cukup asertif dengan mengecam tindakan brutal Israel yang menghancurkan kamp pengungsi dan rumah sakit hingga menewaskan ribuan warga sipil," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Selasa.
Menurutnya langkah diplomatik itu tidaklah cukup karena sangat diperlukan langkah tegas secara politik dan Indonesia masih bisa memainkan peran sentral untuk merevitalisasi solusi dua negara.
Mungkin dengan intensif mengutus tokoh politik atau diplomat ulung ke Israel dan Palestina yang benar-benar menguasai medan politik domestik dua negara.
Ia mengatakan utusan itu diharapkan bisa sangat asertif dan persuasif menggugah munculnya negarawan Israel dan Palestina, baik dari faksi Hamas dan Fatah guna berunding menyepakati hak dan kewajiban dua negara secara berkeadilan.
"Langkah politik lainnya bisa Indonesia tempuh dengan cara ikut menggalang gugatan bersama banyak negara atas kebrutalan Israel hingga sanksi sebagai penjahat perang karena serangan balasan Israel pasca 7 Oktober 2023 terbukti sudah melanggar International Humanitarian Law dan kodifikasi Konvensi Jenewa," tuturnya.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga bisa mengeluarkan nota divestasi dan boikot atau pembatalan resmi atas belanja alutsista serta berbagai barang dalam volume perdagangan dari Israel.
"Indonesia sudah saatnya gencar memaksimalkan posisi sebagai anggota Dewan HAM PBB dari Kelompok Asia Pasifik bersama Jepang, RRT dan Kuwait, sehingga gerak diplomasi dan politik Indonesia seharusnya bisa lebih asertif lagi untuk menegaskan bahwa bombardir brutal agresi Israel ke Palestina sudah tergolong pelanggaran HAM berat dan kejahatan perang," ujarnya.
Iqbal mengapresiasi sikap Indonesia dalam menyikapi isu Palestina karena saat ini sudah tepat, namun belum cukup dan seharusnya bisa melampaui atau melebihi apa yang dilakukan Anwar Ibrahim maupun Erdogan.
Ia juga menjelaskan alasan Indonesia begitu erat dengan Palestina karena hubungan Indonesia-Palestina tidak sebatas hubungan sesama mayoritas Muslim, tetapi Palestina juga menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Indonesia, selain Mesir dan India.
"Negara-negara itu memiliki ketulusan pengakuan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Selain itu, pembukaan konstitusi Indonesia mengamanatkan seluruh bangsa Indonesia untuk menghapus penjajahan di atas dunia," katanya.
Ia menjelaskan bahwa Palestina yang kini berada di posisi lemah sudah semakin lemah ketika wilayah kedaulatan mereka semakin berkurang dan hendak dihapus, sehingga itu sebuah pengingkaran pada amanat konstitusi kalau Indonesia abai, apalagi tidak peduli.
"Faktanya memang Indonesia semakin peduli. Cuma dilema ketika ada banyak sekali ruang-ruang perdagangan internasional dibuka dan tentu satu konsekuensi hingga membuat Indonesia agak sulit leluasa tegas bertindak," ucapnya.
Berita Lainnya
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB
Indonesia Masters 2025 jadi panggung turnamen terakhir The Daddies
18 December 2024 16:28 WIB
Menko Pangan: Eselon I Kemenko Pangan harus fokus pada percepatan swasembada pangan
18 December 2024 16:13 WIB
ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kerja sama kedua kawasan
18 December 2024 15:57 WIB
Pramono Anung terbuka bagi parpol KIM Plus gabung tim transisi pemerintahan
18 December 2024 15:51 WIB
Pertamina berencana akan olah minyak goreng bekas jadi bahan bakar pesawat
18 December 2024 15:12 WIB