Komisi I DPRD Kampar merasa dihina oleh Pemdes Pulau Terap, ini alasannya

id Pkh

Komisi I DPRD Kampar merasa dihina oleh Pemdes Pulau Terap, ini alasannya

Komisi I DPRD Kabupaten Kampar saat menerima warga Desa Pulau Terap

Bangkinang Kota (ANTARA) - Komisi I DPRD Kabupaten Kampar merasa dihina oleh aparat Pemerintah Desa Pulau Terap Kecamatan Kuok, Kabupaten Kampar, karena tak satupun mereka hadir dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di ruang Banggar, Senin (9/10).

Sekitar 18 orang warga datang ke DPRD mengadukan bantuan sosial. Kedatangan mereka diterima Komisi I DPRD Kampar. Hadir di sana Ketua Komisi I Zulpan Azmi, Iib Nur Saleh, Juswari Umar Said dan anggota lainnya. Dari pemerintah daerah diwakili Kepala Dinas Sosial Zamzami bersama anggotanya, Inspektorat dan operator desa.

"Tidak satupun aparat desa yang hadir di sini, bagaimana kami bisa memintai keterangan dalam penyelesaian permasalahan warga yang tidak menerima bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)", kata Zulpan Azmi.

Dalam rapat itu terungkap sebanyak 78 orang yang tidak menerima PKH dan BPNT selama enam bulan. Konon nama-nama mereka dihapus dari data desa tanpa alasan yang jelas bahkan operator desa dituduh telah melakukan penghapusan nama-nama itu padahal secara terang dan jelas operator tidak mengakuinya.

Belasan warga ini telah mendemo pemerintah desa setempat sebelum mereka mendatangi gedung DPRD Kampar, namun tidak menemukan solusi dari desa.

"Kami sudah dua kali demo ke kantor desa, namun tidak menemukan solusi," kata Koordinator Warga Fitri Sundari di dalam RDP itu.

Dia menjelaskan bahwa mereka yang tidak menerima bantuan sosial BPNT terhitung sudah empat bulan dan yang tidak menerima PKH selama enam bulan.

Dalam rapat itu hanya dihadiri Kepala Dusun Zefril. Zulpan Azmisshinggakehadirannya dipertanyakan kapasitasnya. "Apakah Kepala Dusun dapat memberikan keterangan tentang hal ini, atas perintah siapa saudara hadir?,"tanyanya.

Mendengar jawaban Kadus bahwa ia mewakili desa itu, Zulpan mengatakan bahwa DPRD adalah lembaga resmi, tidak bisa lewat telepon saja harus ada surat dan dewan menyelesaikan permasalahan sesuai prosedur," tukasnya.

Juswari Umar Said sangat mengesalkan kepala desa tidak hadir. "Ini bentuk penghinaan kepada lembaga DPRD, ada apa dengan kepala desa, kenapa tidak datang," kata dia mempertanyakan.

Dia menyebutkan jika warga dikeluarkan tanpa alasan yang jelas, itu terindikasi adanya permainan di tingkat desa. "Ini bisa berdampak hukum, sementara operator yang bertugas tidak mengakui bahwa ia yang mengeluarkan nama-nama itu, namun dipaksa mengakui," terangnya.

Di dalam persoalan ini, pengakuan adalah bukti sempurna dari sebuah permasalahan hukum. "Jangan sembarangan bicara, saya dengar ada aparat desa yang mengatakan jika tidak Jokowi yang memecat maka tidak akan bisa diberhentikan, hati-hati bicara, jika ini dilakukan audit maka akan ketahuan ada permainan apa dalam permasalahan ini," tukas lawyer non aktif ini.

Sementara Iib Nursaleh menyampaikan bahwa operator tidak bisa menjalankan sesuatu tanpa instruksi atau rapat dari desa.

Ia mengatakan bahwa terhadap permasalahan ini menunjukkan desa tidak serius menangani masalah ini,. Jika serius maka permasalahan ini tidak harus sampai ke DPRD.

Dari hasil rapat, Zulpan meminta Kepada Dinas Pemerintahan Desa untuk mencarikan solusi bagaimana 78 warga ini bisa masuk lagi sebagai penerima bantuan dan meminta PMD untuk mencermati persoalan serupa di setiap desa.