Jelang vonis, Senarai harap hakim hukum maksimal mantan Kakanwil BPN Riau

id M Syahrir,Kepala bpn riau, bpn riau, syahrir

Jelang vonis, Senarai harap hakim hukum maksimal mantan Kakanwil BPN Riau

Terdakwa kasus suap pengurusan dan perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) kebun sawit M. Syahrir berjalan untuk menjalani sidang pembacaan duplik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (23/8/2023). (ANTARA/Indrianto Eko Suwarso)

Pekanbaru (ANTARA) - Senarai merekomendasikan majelis hakim dapat menghukum Mantan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Riau Muhammad Syahrir dihukum penjara 20 tahun.

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Syahrir 11 tahun 6 bulan penjara atas dugaan suap, gratifikasi, serta pencucian uang. Senarai dan NGO lain menilai hukuman ini terlalu ringan.

"Total uang yang diterima Syahrir selama menjabat di Maluku Utara dan Riau sejak 2017 hingga 2022 adalah sebanyak Rp21,13 miliar," papar Koordinator Umum Senarai yang mengawal perkara ini Jeffri Sianturi, Rabu.

Jeffri menyebutkan tak hanya penjara, pihaknya juga merekomendasikan aset Syahrir dan keluarganya dapat disita.

Sebab, dalam temuan sidang, setoran dari perusahaan yang diduga menyuap Syahrir telah masuk ke rekening sang istri. Tak hanya itu, nama anggota keluarga lain juga digunakan untuk kepemilikan harta kekayaan yang dibeli.

13 pengurus perusahaan dipanggil JPU untuk pembuktian perkara. Mereka selama proses pengajuan hak atas tanah biasanya

berusaha untuk berjumpa dengan Syahrir melalui ajudannya dengan alasan konsultasi.

"Syahrir langsung menyebut nominal uang

yang diminta. Jika tidak dituruti pengurusan tidak akan ditanggapi, seperti PT Eka Dura Indonesia yang serahkan Rp 1 miliar karena sedang berkonflik dengan masyarakat Rokan Hulu. Awalnya,Syahrir minta Rp5 mmiliar," paparnya.

Perusahaan yang dimudahkan untuk melaksanakan ekspos dan diterbitkan pengajuan hak atas tanah ke BPN Pusat biasanya menemui Syahrir lagi untuk diberikan uang melalui parcel, baju batik dan map yang isinya uang ke rumah dinas.

Selain itu, uang juga mengalir ke bawahan Syahrir. Pegawai yang membantu pelaksanaan ekspos, survei dan pengukuran objek permohonan, konsultasi ke Kementerian

ATR/BPN menerima uang dari perusahaan.

"Kami ingin hakim juga perintahkan jaksa untuk menetapkan tersangka perusahaan pemberi uang terhadap Syahrir, keluarga dan para anak buahnya," lanjutnya.

Selain itu,Syahrir juga mengaku telah mengeluarkan Rp2,3 miliar untuk menutup mulut wartawan dan mahasiswa saat perkara yang menjeratnya mulai tercium. Namun hal ini tak dapat dibuktikannya.

Senarai juga menilai Syahrir memanfaatkan jawabannya untuk menjadi makelar tanah. Syahrir mengaku sering membantu perusahaan dan perorangan yang ingin mencari tanah

perkebunan dan menjadi penghubung antara penjual dan pembeli tanah. Dari situlah diakuinya ia banyak mendapatkan uang sebagai sukses fee.

Padahal sebagai penyelenggara negara dan pejabat yang wajib menjaga integritas dan membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), nyatanya gratifikasi tersebut tidak pernah dilapor. Uang tersebut dipecah untuk ditempatkan kepada keluarga.

"Kami ingin Kementerian ATR/BPN berkomitmen pemberantasan mafia perizinan, juga mengevaluasi dan cek ulang HGU yang selesai maupun sedang berproses di BPN Pusat. Sebab diduga korupsi perizinan terjadi sejak dari Kantor Pertanahan hingga Kantor Wilayah BPN provinsi," pungkasnya.

Sebagai tambahan, majelis hakim yang dipimpin Solomo Ginting akan membacakan vonis M Syahrir esok hari di Pengadilan Negeri Pekanbaru.