Pekanbaru (ANTARA) - Senarai merekomendasikan majelis hakim dapat menghukum Mantan Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) BPN Riau Muhammad Syahrir dihukum penjara 20 tahun.
Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Syahrir 11 tahun 6 bulan penjara atas dugaan suap, gratifikasi, serta pencucian uang. Senarai dan NGO lain menilai hukuman ini terlalu ringan.
"Total uang yang diterima Syahrir selama menjabat di Maluku Utara dan Riau sejak 2017 hingga 2022 adalah sebanyak Rp21,13 miliar," papar Koordinator Umum Senarai yang mengawal perkara ini Jeffri Sianturi, Rabu.
Jeffri menyebutkan tak hanya penjara, pihaknya juga merekomendasikan aset Syahrir dan keluarganya dapat disita.
Sebab, dalam temuan sidang, setoran dari perusahaan yang diduga menyuap Syahrir telah masuk ke rekening sang istri. Tak hanya itu, nama anggota keluarga lain juga digunakan untuk kepemilikan harta kekayaan yang dibeli.
13 pengurus perusahaan dipanggil JPU untuk pembuktian perkara. Mereka selama proses pengajuan hak atas tanah biasanya
berusaha untuk berjumpa dengan Syahrir melalui ajudannya dengan alasan konsultasi.
"Syahrir langsung menyebut nominal uang
yang diminta. Jika tidak dituruti pengurusan tidak akan ditanggapi, seperti PT Eka Dura Indonesia yang serahkan Rp 1 miliar karena sedang berkonflik dengan masyarakat Rokan Hulu. Awalnya,Syahrir minta Rp5 mmiliar," paparnya.
Perusahaan yang dimudahkan untuk melaksanakan ekspos dan diterbitkan pengajuan hak atas tanah ke BPN Pusat biasanya menemui Syahrir lagi untuk diberikan uang melalui parcel, baju batik dan map yang isinya uang ke rumah dinas.
Selain itu, uang juga mengalir ke bawahan Syahrir. Pegawai yang membantu pelaksanaan ekspos, survei dan pengukuran objek permohonan, konsultasi ke Kementerian
ATR/BPN menerima uang dari perusahaan.
"Kami ingin hakim juga perintahkan jaksa untuk menetapkan tersangka perusahaan pemberi uang terhadap Syahrir, keluarga dan para anak buahnya," lanjutnya.
Selain itu,Syahrir juga mengaku telah mengeluarkan Rp2,3 miliar untuk menutup mulut wartawan dan mahasiswa saat perkara yang menjeratnya mulai tercium. Namun hal ini tak dapat dibuktikannya.
Senarai juga menilai Syahrir memanfaatkan jawabannya untuk menjadi makelar tanah. Syahrir mengaku sering membantu perusahaan dan perorangan yang ingin mencari tanah
perkebunan dan menjadi penghubung antara penjual dan pembeli tanah. Dari situlah diakuinya ia banyak mendapatkan uang sebagai sukses fee.
Padahal sebagai penyelenggara negara dan pejabat yang wajib menjaga integritas dan membuat Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), nyatanya gratifikasi tersebut tidak pernah dilapor. Uang tersebut dipecah untuk ditempatkan kepada keluarga.
"Kami ingin Kementerian ATR/BPN berkomitmen pemberantasan mafia perizinan, juga mengevaluasi dan cek ulang HGU yang selesai maupun sedang berproses di BPN Pusat. Sebab diduga korupsi perizinan terjadi sejak dari Kantor Pertanahan hingga Kantor Wilayah BPN provinsi," pungkasnya.
Sebagai tambahan, majelis hakim yang dipimpin Solomo Ginting akan membacakan vonis M Syahrir esok hari di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Berita Lainnya
Mantan Kakanwil BPN Riau divonis 12 tahun penjara
31 August 2023 18:02 WIB
Siap-siap, KPK telusuri aliran uang eks terkait izin HGU di Riau
10 December 2022 23:04 WIB
KPK tahan mantan Kepala BPN Riau M Syahrir
03 December 2022 12:41 WIB
Ini konstruksi perkara suap eks Kepala BPN Riau terkait HGU
03 December 2022 10:18 WIB
Ini konstruksi perkara suap eks Kepala BPN Riau
28 October 2022 15:29 WIB
Eks Kepala BPN Riau tersangka suap pengurusan HGU
27 October 2022 20:59 WIB
Komisi II DPR apresiasi Menteri ATR/BPN bereskan lahan sawit tak ada HGU
31 October 2024 12:30 WIB
Kementerian ATR/BPN mulai lakukan pendataan lahan program tiga juta rumah
24 October 2024 16:26 WIB