Ini konstruksi perkara suap eks Kepala BPN Riau

id KPK,M SYAHRIR,MANTAN KEPALA BPN RIAU,HGU,RIAU

Ini konstruksi perkara suap eks Kepala BPN Riau

Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto (kiri), Ketua KPK Firli Bahuri (tengah), dan Plt Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (27/10/2022). (ANTARA/Benardy Ferdiansyah)

Jakarta (ANTARA) - Tim Komisi Pemberantasan Korupsi menjelaskan konstruksi perkara tiga tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan dan perpanjangan hak guna usaha di Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Riau.

Tiga orang tersangka itu adalah mantan Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau M. Syahrir (MS), swasta/pemegang saham PT Adimulia Agrolestari (AA) Frank Wijaya (FW), dan General Manager PT AA Sudarso (SDR).

"FW sebagai pemegang saham PT AA memerintahkan dan menugaskan SDR untuk melakukan pengurusan dan perpanjangan sertifikat HGU PT AA yang segera akan berakhir masa berlakunya di tahun 2024," kata Ketua KPK Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis.

Dari awal proses pengurusan HGU tersebut, lanjut dia, SDR selalu diminta untuk aktif menyampaikan setiap perkembangannya pada FW.

Selanjutnya, SDR menghubungi dan bertemu beberapa kali dengan MS yang menjabat Kepala Kanwil BPN Provinsi Riau membahas perpanjangan HGU PT AA.

Pada Agustus 2021, SDR menyiapkan seluruh dokumen administrasi untuk pengurusan HGU PT AA seluas 3.300 hektare di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) yang salah satunya ditujukan juga ke Kanwil BPN Provinsi Riau.

"SDR kemudian menemui MS di rumah dinas jabatannya dan dalam pertemuan tersebut kemudian diduga ada permintaan uang oleh MS sekitar Rp3,5 miliar dalam bentuk dolar Singapura dengan pembagian 40 persen-60 persen sebagai uang muka dan MS menjanjikan segera mempercepat proses pengurusan HGU PT AA," ungkap Firli.

Dari pertemuan tersebut, SDR lalu melaporkan permintaan MS kepada FW dan SDR kemudian mengajukan permintaan uang 120.000 dolar Singapura (setara dengan Rp1,2 miliar) ke kas PT AA dan disetujui oleh FW.

"Sekitar September 2021, atas permintaan MS, penyerahan uang 120.000 dolar Singapura dari SDR dilakukan di rumah dinas MS dan MS juga mensyaratkan agar SDR tidak membawa alat komunikasi apapun," kata Firli.

Setelah menerima uang tersebut, MS kemudian memimpin ekspose permohonan perpanjangan HGU PT AA dan menyatakan usulan perpanjangan dimaksud bisa ditindaklanjuti dengan adanya surat rekomendasi dari Andi Putra selaku Bupati Kuansing yang menyatakan tidak keberatan adanya kebun masyarakat dibangun di Kabupaten Kampar, Riau.

Atas rekomendasi MS tersebut, FW kemudian memerintahkan dan kembali menugaskan SDR untuk mengajukan surat permohonan ke Andi Putra dan meminta supaya kebun kemitraan PT AA di Kampar dapat disetujui menjadi kebun kemitraan.

"Dilakukan pertemuan antara SDR dan AP dan dalam pertemuan tersebut Andi Putra menyampaikan bahwa kebiasaan dalam mengurus surat persetujuan dan pernyataan tidak keberatan atas 20 persen Kredit Koperasi Prima Anggota untuk perpanjangan HGU yang seharusnya di bangun di Kabupaten Kuansing dibutuhkan minimal uang Rp2 miliar," ucap Firli.

KPK menduga telah terjadi kesepakatan antara AP dengan SDR dan hal tersebut juga atas sepengetahuan FW terkait adanya pemberian uang dengan jumlah tersebut.

"Sebagai tanda kesepakatan, sekitar September 2021 diduga telah dilakukan pemberian pertama oleh SDR kepada AP uang sebesar Rp500 juta. Berikutnya pada 18 Oktober 2021, SDR diduga kembali menyerahkan kesanggupannya tersebut kepada AP dengan menyerahkan uang sekitar Rp200 juta," ungkap Firli.