Melbourne (ANTARA) - Minyak naik tipis di awal perdagangan Asia pada Jumat, memangkas beberapa kerugian minggu ini yang didorong oleh kekhawatiran tentang permintaan China dan ekspektasi pembatasan harga tinggi yang direncanakan oleh negara-negara Kelompok Tujuh (G7) pada minyak Rusia akan menjaga pasokan tetap mengalir.
Minyak mentah berjangka Brent sedikit menguat 13 sen atau 0,2 persen, menjadi diperdagangkan di 85,47 dolar AS per barel pada pukul 01.21 GMT.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS terangkat 35 sen atau 0,5 persen menjadi di perdagangkan di 78,32 dolar AS per barel. Tidak ada penyelesaian harga WTI pada Kamis (24/11) karena liburan Thanksgiving di Amerika Serikat.
Kedua kontrak acuan menuju penurunan mingguan ketiga berturut-turut, di jalur untuk jatuh sekitar 2,0 persen karena kekhawatiran tentang pelonggaran pasokan yang ketat.
Diplomat G7 dan Uni Eropa telah membahas batas harga minyak Rusia antara 65 dolar AS dan 70 dolar AS per barel, dengan tujuan membatasi pendapatan untuk mendanai serangan militer Moskow di Ukraina tanpa mengganggu pasar minyak global.
"Pasar menganggap (batas harga) terlalu tinggi yang mengurangi risiko pembalasan Moskow," kata analis ANZ Research dalam sebuah catatan kepada klien.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan Moskow tidak akan memasok minyak dan gas ke negara mana pun yang bergabung dalam memberlakukan batas harga, yang diulangi Kremlin pada Kamis (24/11).
ANZ juga mengatakan ada tanda-tanda bahwa lonjakan kasus COVID-19 di China, importir minyak utama dunia, mulai menekan permintaan bahan bakar, dengan lalu lintas menurun dan menyiratkan permintaan minyak sekitar 13 juta barel per hari, atau lebih rendah 1 juta barel per hari dari rata-rata.
"Ini tetap menjadi hambatan untuk permintaan minyak yang dikombinasikan dengan melemahnya dolar AS, menciptakan latar belakang negatif untuk harga minyak," kata ANZ dalam catatan komoditas terpisah.
Perdagangan diperkirakan akan tetap berhati-hati menjelang kesepakatan batas harga, yang akan mulai berlaku pada 5 Desember ketika larangan Uni Eropa terhadap minyak mentah Rusia dimulai, dan menjelang pertemuan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutu berikutnya, dikenal sebagai OPEC+, pada 4 Desember.
Pada Oktober, OPEC+ setuju untuk mengurangi target produksinya sebesar 2 juta barel per hari hingga tahun 2023, dan Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan minggu ini bahwa OPEC+ siap untuk memangkas produksi lebih lanjut jika diperlukan.
Baca juga: Harga minyak jatuh di sesi Asia karena kekhawatiran gangguan pasokan mereda
Baca juga: PT Pertamina Gas dan PHR teken perjanjian komersialisasi pipa minyak Rokan