BKKBN Perwakilan Riau dorong intervensi pencegahan 363 orang berisiko stunting

id BKKBN Provinsi Riau,BKKBN Riau dorong intervensi,intervensi pencegahan 363 orang berisiko stunting,intervensi 363 orang

BKKBN Perwakilan Riau dorong intervensi pencegahan 363 orang berisiko stunting

BKKBN Riau gelar pertemuan coaching dan asistensi penyusunan laporan tindak lanjut audit kasus stunting tingkat Provinsi Riau Tahun 2022 diikuti 70 peserta, di Pekanbaru, Kamis (20/10). Antara/Frislidia.

Pekanbaru (ANTARA) - BKKBN Perwakilan Provinsi Riau mendorong intervensi Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS ) kabupaten dan kota untuk melakukan pencegahan terhadap 363 keluarga yang berisiko mengalami kasus yang biasa disebut kekerdilan berdasarkan audit kasus kurang gizi tersebut tahun 2022.

"Keluarga berisiko stuntingyang memiliki satu atau lebih faktor risiko kerdil yang terdiri dari keluarga yang memiliki anak remaja puteri/calon pengantin, ibu hamil, ibu pasca melahirkan, anak baduta, balita berasal dari keluarga miskin," kata Kepala BKKBN Perwakilan Provinsi Riau, Mardalena Wati Yulia di Pekanbaru, Kamis.

Ia mengatakan hal itu dalam acara pertemuan coaching dan asistensi penyusunan laporan tindak lanjut audit kasus stunting tingkat Provinsi Riau Tahun 2022. Kegiatan tersebut diikuti 70 peserta berasal dari kepala dinas OPDKB Kabupaten/Kota Tim Teknis Audit Kasus Stunting kabupaten/kota. Kemudian Tim pakar Audit Kasus Stunting kabupaten/kota, Technical Asisten Percepatan Penurunan Stunting kabupaten/kota, Perwakilan BKKBN Provinsi Riau dan Satgas Percepatan Penurunan kasus kekerdilan tersebut.

Menurut Mardalena Wati Yulia, keluarga berisiko stunting adalah keluarga yang dengan pendidikan orang tua rendah, sanitasi lingkungan buruk, dan air minum tidak layak konsumsi sehingga kondisi ini perlu ditangani secara jangka pendek dan jangka panjang.

Untuk upaya jangka pendek, katanya OPD KB perlu bersinergi berupaya memperbaiki pola pengasuhan anak, perbaiki gizi dan perbaikan lingkungan.

"Sedangkan upaya dalam jangka panjang adalah keterlibatan Kementerian PU/Dinas PU dalam memperbaiki sarana dan prasarana lingkungan di lingkup tempat tinggal keluarga berisiko stunting berdasarkan AKS(Audit Kasus Stunting)itu.AKS telah dilaksanakan di 12 Kabupaten/kota dengan sasaran antara lain calon pengantin (catin), Pasangan usia subur (PUS) pada masa kehamilan dan pasca persalinan, baduta dan balita," katanya.

Jumlah kasus audit dari masing-masing sasaran sebanyak 1.044 orang berisiko stunting terdiri dari catin sebanyak 79 orang, bumil sebanyak 249 orang, ibu pasca persalinan sebanyak 80 orang dan baduta/balita sebanyak 636 orang.

Dari 1.044 orang beresiko stunting itu, katanya tim pakar telah menganalisis 363 sasaran intervensi yang beresiko stunting di antaranya catin sebanyak 4 orang, bumil sebanyak 131 orang, bufas sebanyak 5 orang dan baduta/balita sebanyak 223 orang.

"Karenanya dalam rangka menyusun laporan rencana tindak lanjut audit kasus stunting maka perwakilan BKKBN Provinsi Riau perlu melakukan pertemuan berupa coaching dan asistensi laporan rencana tindak lanjut audit kasus yang disebut kekerdilan tersebut agar terjadi persepsi yang sama dalam melakukan tindak lanjut terhadap 363 orang berisiko stunting itu," katanya.

Asistensi laporan ini menampilkan nara sumber ahli gizi, dokter anak, dokter kandungan, Bappeda Provinsi Riau Deputi KB-KR BKKBN Pusat, dan Satgas Percepatan Penurunan Stunting.

Terkait hasil audit stunting terhadap 363 orang berisiko kekerdilan itu, Wakil Gubernur Riau Edy Natar Nasution meminta Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) segera melakukan diseminasi tahap 1 dan tahap 2 terhadap hasil pelaksanaan audit kasus tersebut dengan mengundang pemangku kepentingan termasuk mitra kerja terkait.

Selain itu Edy Natar Nasution juga meminta Ketua RT dan RW di kabupaten dan kota di Riau agar lebih pro aktif memperhatikan warganya terkait temuan kasus di lapangan ada ibu hamil yang kekurangan gizi, dan bahkan di Kabupaten Inhil ditemukan perempuan yang pingsan karena belum makan.

"Saat di bawa ke rumahnya, ternyata makanan pun tidak ada di rumah tersebut. Ketua RT dan RW harus lebih pro aktif mengecek warganya yang tidak mampu, karena mereka yang lebih dekat dengan anggota Rukun Tetangga itu," katanya.

Disamping itu Edy Natar Nasution mengatakan, perangkat RT dan RW dengan Kader Pendamping keluarga, serta dengan TPPS Stunting perlu terintegrasi dengan baik untuk menuntaskan kasus kekerdilan tersebut di Riau yang menjadi tanggungjawab bersama. ***3*** T.F011.