Menko Airlangga minta pemda kuasai data komoditas yang jadi penyumbang inflasi

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara, inflasi

Menko Airlangga minta pemda kuasai data komoditas yang jadi penyumbang inflasi

Tangkapan layar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat memberikan sambutan pada Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah Pengendalian Inflasi Tahun 2022 yang disaksikan secara daring di Jakarta, Rabu (14/9/2022). (ANTARA/Kuntum Khaira Riswan.)

Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meminta pemerintah daerah untuk menguasai data-data komoditas yang menjadi penyumbang inflasi agar inflasi secara nasional tetap terjaga.

“Data detail diharapkan kabupaten/kota menguasai semua sehingga tentu ada faktor pengendalian yang bisa mengakibatkan pada peningkatan angka kemiskinan,” katanya saat memberikan sambutan pada Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah Pengendalian Inflasi Tahun 2022 yang disaksikan secara daring di Jakarta, Rabu.

Menko Airlangga menuturkan inflasi Indonesia saat ini 4,69 persen, namun inflasi tersebut masih terjaga karena transmisi inflasi impor belum masuk akibat subsidi. Oleh karena itu, pemerintah pusat harus siaga untuk menghadapi potensi kenaikan inflasi dengan memperhatikan komoditas-komoditas yang mendorong terjadinya inflasi.

“Beberapa komoditas yaitu bawang, cabe merah, cabe rawit, minyak goreng, daging dan khusus yang di administered price adalah tarif angkutan,” ujarnya.

Berdasarkan data BPS, sebanyak 27 provinsi berada di atas inflasi nasional (yoy) pada Agustus 2022, tertinggi Jambi yang diikuti Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, Maluku, Papua, Bali, Bangka Belitung, Aceh, Sulawesi Tengah. Sedangkan ini adalah provinsi yang berada di bawah nasional adalah Banten, Kalimantan Barat, Gorontalo, Maluku Utara, Sulawesi Utara, DKI Jakarta dan Papua Barat.

Seluruh daerah dengan inflasi yang masuk ke kelompok tertinggi dan terendah, lanjut Airlangga, telah diundang ke Istana oleh Presiden Jokowo untuk diingatkan dan diminta data lengkap mengenai komoditas yang menjadi penyumbang inflasi di masing-masing daerah. Mayoritas komoditas yang memberikan andil tertinggi terhadap andil inflasi (mtm) adalah bahan bakar rumah tangga, beras dan aneka ikan.

“Ini yang diminta kepada seluruh gubernur, bupati, wali kota agar seluruh komoditas ini di tracking dan diikuti,” ucap Airlangga.

Lebih lanjut Airlangga menyampaikan bahwa pemerintah juga memonitor ketahanan pangan strategis. Diantaranya stok beras yang aman di 29 provinsi, kemudian rawan di 5 provinsi yakni Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Maluku Utara, Papua Barat. Sedangkan jagung aman di 29 provinsi, rawan di 2 provinsi yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan rentan di Kepulauan Riau dan Bangka Belitung.

“Demikian pula cabai aman di 7 provinsi, rawan di 17 provinsi antara lain Kaltim, Sumut, Kalsel Aceh. Sedangkan 10 provinsi ini rawan di Riau, Kepri, Kaltara, Babel, Kalteng,” tuturnya.

Kemudian cabai rawit aman di 10 provinsi, 14 provinsi rawan termasuk Jawa Barat, Banten DKI Jakarta, Lampung, Sulawesi Tenggara dan 10 provinsi rentan yakni Maluku Utara, Papua Barat, Kalimantan Utara, Bangka Belitung dan Maluku.

Terkait gula pasir, Airlangga mengatakan di 27 provinsi aman, 7 provinsi rawan yaitu Papua Barat, Papua, Sulawesi Utara, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur. Begitu juga dengan komoditas bawang putih yang aman di 34 provinsi, lalu bawang merah yang stoknya aman di 14 provinsi, 4 provinsi rentan, serta 6 provinsi rawan yaitu Kalimantan Utara, Bangka Belitung, Maluku Utara, Papua, Papua Barat dan Maluku.

“Telur ayam 23 provinsi yang aman 8 provinsi rawan dan 3 provinsi rentan yaitu NTT, Maluku dan Papua. Daging ayam aman di 34 provinsi demikian pula dengan daging sapi,” sebut Airlangga.

Adapun komoditas yang mempengaruhi kemiskinan adalah beras dengan persentase 23 persen di desa dan 19 persen di kota. Kemudian rokok yang pengaruhnya hampir 12 persen serta telur ayam, gula pasir dan daging ayam.

Baca juga: Menkeu Sri Mulyani waspadai kenaikan inflasi AS buat Fed makin "hawkish"

Baca juga: Dolar naik menuju tertinggi 24 tahun terhadap yen setelah rilis inflasi AS