Kemenkeu: APBN masih fleksibel topang masyarakat dari gejolak dan pandemi

id Berita hari ini, berita riau terbaru,berita riau antara,APBN

Kemenkeu: APBN masih fleksibel topang masyarakat dari gejolak dan pandemi

Tangkapan layar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam sebuah webinar, Rabu (16/3/2022). (ANTARA/Sanya Dinda)

Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menyatakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) masih fleksibel untuk mengeluarkan insentif dan bantuan sosial dalam rangka menopang masyarakat dari adanya gejolak global dan pandemi.

"Kita akan melihat apakah risiko masih ada, kita akan terus kalibrasi. APBN kita masih mendapatkan fleksibilitas,” katanya dalam Indonesia Macroeconomic Updates 2022 di Jakarta, Senin.

Febrio menuturkan pemerintah terus menjaga masyarakat dari gejolak seperti kenaikan harga energi karena mengakibatkan peningkatan inflasi.

Pemerintah terlebih dahulu mengidentifikasi masyarakat yang akan dijaga mengingat kemampuan belanja berbeda-beda antar kelompok sehingga dampak inflasi pun tidak merata terhadap kesejahteraan masyarakat.

Febrio mengatakan dampak inflasi yang lebih menekan masyarakat rentan menjadi latar belakang pemerintah dalam memilih kelompok ini untuk dilindungi.

Dalam gejolak kenaikan energi, pemerintah menopang 40 persen masyarakat termiskin dengan menyalurkan BLT minyak goreng Rp100 ribu per penerima manfaat per bulan selama April sampai Juni.

Sebanyak 40 persen masyarakat termiskin yang mendapat BLT minyak goreng tersebut meliputi 20,5 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) dan 2,5 juta Pedagang Kaki Lima (PKL) makanan.

Febrio mengatakan masih ada potensi pemberian bantuan sosial lainnya yang bergantung pada volatilitas gejolak global karena APBN tahun ini masih memiliki ruang untuk lebih fleksibel.

"Ini tahun terakhir kita memiliki itu (fleksibilitas). Bahkan dalam PMK terakhir kita sebutkan ada 5 persen untuk adjusment dari semua K/L. Jadi semua K/L siap kalau dilakukan adjusment tersebut,” jelas Febrio.

Meski terdapat risiko belanja yang meningkat karena penebalan perlindungan sosial namun pemerintah tidak khawatir karena dalam saat yang sama penerimaan negara mendapat windfall terutama dari batu bara dan CPO yang dikenakan bea keluar.

Terlebih lagi, penerimaan negara telah tumbuh 37,7 persen (yoy) dalam dua bulan pertama pada 2022 yakni dari Rp219,6 triliun pada Februari tahun lalu menjadi Rp302,4 triliun.

"Di situ kita lihat bagaimana, walaupun too early to call, dalam dua bulan pertama, pertumbuhan pendapatan negara itu sudah 30 persen (yoy),” tegas Febrio.

Baca juga: Mekeu Sri Mulyani perkirakan penerimaan negara 2021 bisa lampaui target APBN

Baca juga: Sri Mulyani : Target Rp1.846,1 triliun penerimaan 2022 belum perhitungkan dampak UU HPP