Singapura (ANTARA) - Harga minyak melonjak lebih dari sembilan persen pada Senin, menyentuh level tertinggi sejak 2008 karena Amerika Serikat dan sekutu Eropa mempertimbangkan larangan impor minyak Rusia dan penundaan potensi pengembalian minyak mentah Iran ke pasar global memicu kekhawatiran pasokan yang ketat.
Minyak mentah berjangka Brent melonjak 12,61 dolar AS atau 10,6 persen, menjadi diperdagangkan di 130,72 dolar AS per barel pada pukul 04.49 GMT, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS terangkat 10,41 dolar AS atau 9,0 persen, menjadi diperdagangkan di 126,09 dolar AS per barel.
Dalam beberapa menit pertama perdagangan pada Senin, kedua harga acuan melonjak lebih dari 10 dolar AS per barel ke level tertinggi sejak Juli 2008 dengan Brent di 139,13 dolar AS dan WTI di 130,50 dolar AS.
Tertinggi intraday Senin, mendekati level rekor yang terlihat untuk kedua kontrak pada Juli 2008 ketika Brent mencapai 147,50 dolar AS per barel dan WTI menyentuh 147,27 dolar AS per barel.
Amerika Serikat dan sekutu Eropa sedang menjajaki pelarangan impor minyak Rusia, kata Blinken pada Minggu (6/3/2022), dan Gedung Putih berkoordinasi dengan komite-komite kunci Kongres untuk bergerak maju dengan larangan mereka sendiri.
"Boikot akan memberikan tekanan besar pada pasokan minyak dan gas yang telah merasakan dampak peningkatan permintaan," kata analis CMC Markets.
"Harga kemungkinan akan naik dalam jangka pendek, dengan pergerakan menuju 150 dolar AS per barel bukan tidak mungkin."
"Langkah seperti itu akan memberi tekanan lebih lanjut pada ekonomi global, mendorong inflasi lebih tinggi, membuat bank-bank sentral memperdebatkan seberapa cepat kenaikan suku bunga harus dilaksanakan."
Baca juga: Amerika Serikat dan Eropa sedang membahas pelarangan impor minyak Rusia
Harga minyak global telah melonjak 67 persen sejak awal 2022, bersama dengan komoditas lainnya, meningkatkan kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi dunia dan stagflasi. China, ekonomi No. 2 dunia, sudah menargetkan pertumbuhan yang lebih lambat sebesar 5,5 persen tahun ini.
Harga bahan bakar telah melampaui rekor tahun 2008 dengan harga bensin AS mencapai 3,890 dolar AS per galon dan minyak pemanas berjangka pada 4,237 dolar AS per galon.
Analis Bank of America mengatakan jika sebagian besar ekspor minyak Rusia dihentikan, mungkin ada kekurangan 5 juta barel atau lebih besar, dan itu berarti harga minyak bisa berlipat ganda dari 100 dolar AS menjadi 200 dolar AS per barel, sementara analis JP Morgan mengatakan minggu ini, harga minyak bisa melonjak menjadi 185 dolar AS per barel tahun ini.
"Jika keketatan pasokan tidak surut, minyak dapat melampaui rekor tertingginya," Howie Lee, seorang ekonom di bank OCBC Singapura mengatakan.
Baca juga: Saham tergelincir, harga minyak lampaui 110 dolar, sanksi Rusia kian agresif
"Dalam skenario terburuk dari sanksi lengkap terhadap ekspor energi Rusia, saya tidak akan terkejut melihat Brent diperdagangkan di atas 200 dolar AS," tambahnya.
Rusia adalah pengekspor produk minyak mentah dan minyak terbesar dunia, dengan ekspor sekitar 7 juta barel per hari, atau 7,0 persen dari pasokan global. Beberapa volume ekspor minyak Kazakhstan dari pelabuhan Rusia juga menghadapi komplikasi.
Terlepas dari lonjakan harga minyak, perusahaan energi AS memangkas jumlah rig minyak yang beroperasi pekan lalu, menggarisbawahi kekhawatiran pasokan. Di Libya, penutupan ladang minyak El Feel dan Sharara mengakibatkan hilangnya 330.000 barel per hari (bph), National Oil Corporation (NOC) mengatakan pada Minggu (6/3/2022), lebih dari 25 persen dari produksinya pada 2021.
Sementara itu, pembicaraan untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir Iran 2015 dengan kekuatan dunia terperosok dalam ketidakpastian pada Minggu (6/3/2022) menyusul tuntutan Rusia untuk jaminan AS bahwa sanksi yang dihadapinya atas konflik Ukraina tidak akan merugikan perdagangannya dengan Teheran. China juga telah mengajukan tuntutan baru, menurut sumber.
Menanggapi tuntutan Rusia, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pada Minggu (6/3/2022) bahwa sanksi yang dikenakan pada Rusia atas invasi Ukraina tidak ada hubungannya dengan kesepakatan nuklir potensial dengan Iran.
"Iran adalah satu-satunya faktor bearish nyata yang menggantung di pasar, tetapi jika sekarang kesepakatan Iran tertunda, kita bisa mencapai titik terendah jauh lebih cepat terutama jika barel Rusia tetap berada di luar pasar untuk waktu yang lama," kata Amrita Sen, salah satu pendiri Energy Aspects, sebuah wadah pemikir.
Eurasia Group mengatakan tuntutan baru Rusia dapat mengganggu pembicaraan nuklir meskipun masih mempertahankan kemungkinan kesepakatan sebesar 70 persen.
Iran akan membutuhkan beberapa bulan untuk memulihkan aliran minyak bahkan jika mencapai kesepakatan nuklir, kata para analis.
Baca juga: Perusahaan Dubai tertarik eksplorasi minyak di Kampar
Berita Lainnya
Menteri ESDM Bahlil sebut kenaikan PPN 12 persen tak pengaruhi harga BBM
19 December 2024 16:58 WIB
Prof Haedar Nashir terima anugerah Hamengku Buwono IX Award dari UGM
19 December 2024 16:35 WIB
NBA bersama NBPA hadirkan format baru untuk laga All-Star 2025
19 December 2024 16:16 WIB
PPN 12 persen, kebijakan paket stimulus dan dampak terhadap ekonomi
19 December 2024 15:53 WIB
Pertamina Patra Niaga siap lanjutkan program BBM Satu Harga di 2025
19 December 2024 15:47 WIB
BNPT-PBNU sepakat terus perkuat nilai Pancasila cegah ideologi radikalisme
19 December 2024 15:38 WIB
Maskapai Garuda Indonesia tambah pesawat dukung operasional di liburan
19 December 2024 15:19 WIB
Kemenekraf berkolaborasi untuk bantu promosikan produk kreatif
19 December 2024 14:52 WIB