Tembilahan (ANTARA) - Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Tembilahan bersama Radio Indra 98.5 FM Tembilahan menggelar bincang-bincang soal perpajakan belum lama ini guna menggaungkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Program bincang pajak ini menghadirkan Kepala KP2KP Tembilahan Gunawan Wibisono Nugroho serta Shofwan dan Timothy selaku Pelaksana KP2KP Tembilahan.
Dalam kesempatan tersebut, Kepala KP2KP Tembilahan Gunawan mengatakan, tujuan dibentuknya UU HPP ini adalah untuk memperluas basis perpajakan, menciptakan keadilan, kesetaraan, kepastian hukum, memperkuat administrasi perpajakan, dan meningkatkan kepatuhan, Tembilahan.
"Perubahan Undang-Undang Pajak Penghasilan mulai berlaku mulai tahun pajak 2022, perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai dan pajak karbon mulai berlaku 1 April 2022, perubahan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan berlaku mulai tanggal diundangkan, kebijakan Program Pengungkapan Sukarela berlaku 1 januari sampai dengan 30 Juni 2022," jelas Gunawan.
Sementara Pelaksana KP2KP Tembilahan Shofwan menyebutkan ada beberapa hal baru dalam UU HPP ini, salah satunya adalah pajak karbon.
"Pajak karbon yaitu pengenaan pajak atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Pajak karbon menjadi salah satu instrumen ekonomi lingkungan untuk menurunkan emisi karbon sebagai bagian dari komitmen Indonesia untuk menurunkan gas rumah kaca sesuai dengan Nationally Determined Contribution (NDC) dalam Paris Agreement. Penerapan pajak karbon secara bertahap yang diselaraskan dengan perdagangan karbon sebagai bagian dari roadmap green economy,” jelasnya.
UU HPP juga mengatur tentang Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), hal ini merupakan terobosan baru dari Direktorat Jenderal Pajak.
Sementara Pelaksana KP2KP Tembilahan Timothy dalam kesempatan itu menjelaskan bahwa, tujuan dari penerapan NIK sebagai NPWP adalah untuk integrasi basis data kependudukan dengan sistem administrasi perpajakan agar mempermudah wajib pajak untuk pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan.
"Penggunaan NIK sebagai NPWP tidak serta merta menyebabkan setiap orang pribadi membayar pajak. Pembayaran pajak dilakukan apabila penghasilan setahun di atas batasan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan peredaraan bruto di atas 500 juta setahun bagi pengusaha yang dikenai Pajak Penghasilan Final 0,5 persen tahun 2018," jelasnya.
Bincang pajak ini berlangsung interaktif dengan pendengar radio, banyak pendengar radio yang menanyakan tentang kewajiban perpajakan, sanksi perpajakan, dan bagaimana cara pembayaran pajak.
Pirsawan dari Tembilahan, Romi menanyakan bagaimana membayar pajak atas hasil sawit yang dimilikinya karena selama ini belum pernah membayar pajak sama sekali.
Helmi dari Kecamatan Mandah juga menanyakan tentang sanksi apa yang dikenakan jika tidak membayar dan melapor pajak serta batasan kena pajak dengan UU HPP yang baru ini.
Di sisi lain, Gunawan berharap agar masyarakat dapat memperhatikan dan mematuhi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) agar tidak sampai terlewat dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
Sosialisasi UU HPP di radio, KP2K Tembilahan : UU ini untuk ciptakan keadilan
UU HPP ini adalah untuk memperluas basis perpajakan, menciptakan keadilan, kesetaraan, kepastian hukum,