Menjaga asa pendidikan anak suku pedalaman di Riau

id talang mamak, pertamina, SD marginal

Menjaga asa pendidikan anak suku pedalaman di Riau

Sejumlah siswa beraktivitas di depan SDN 28 Talang Sungai Limau, Kecamatan Rakit Kulim, Indragiri Hulu, beberapa waktu lalu (ANTARA/Indriani)

Pekanbaru (ANTARA) - Suasana ruang kelas dipenuhi aura keputusasaan karena jumlah murid belum tercukupi, masih kurang satu lagi. Kepala Sekolah dengan berat hati akan mengumumkan ditutupnya sekolah yang ia pimpin karena tidak cukup murid.

Namun keputusasaan itu kemudian berubah menjadi sumringah tatkala Harun bersama ibunya datang berlari ke sekolah. Anak laki-laki 10 tahun yang memiliki keterbelakangan mental tersebut akhirnya menyelamatkan keberlanjutan SD Muhammadiyah di Desa Gantong, Belitung Timur tersebut.

Ya, begitulah sepenggal kisah awal Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang juga telah difilmkan dengan judul yang sama. Potret bagaimana berartinya seorang Harun menjadi penyambung nafas pendidikan di sana. Hal itu memperlihatkan juga bagaimana sekolah di daerah pedalaman untuk memulai pendidikan saja sudah begitu susahnya.

Meski latar dalam kisah tersebut terjadi pada tahun 1980-an, namun representasi keadaan tersebut masih dapat terdengar di zaman digital saat ini. Masih tampak dan terkabarkan menyedihkannya keadaan belajar di pelosok-pelosok kampung.

Seperti halnya di sejumlah daerah pedalaman yang dihuni Suku Talang Mamak, Kabupaten Inderagiri Hulu, Provinsi Riau. Mereka hidup tersebar di tiga kecamatan di kabupaten tersebut di antaranya Rakit Kulim, Batang Gangsal, dan Batang Cenaku.

Salah satunya bisa dilacak dari kisah seorang guru bernama Sagiman yang saat ini mengajar di Sekolah Dasar Negeri 028 Talang Sungai Limau, Kecamatan Rakit Kulim. Di sana 100 persen muridnya berasal dari Suku Talang Mamak.

Sekolah tersebut tak bisa dilihat dari bentuknya sekarang ini. Gedung itu berawal dari Kelas Jauh SDN 019 di desa tersebut karena lokasi yang jauh bagi anak-anak ke sekolah utama tersebut yakni sekitar 8 kilometer.

Bahkan sebelum itu lagi, Sagiman memulai pengabdiannya sebagai seorang guru pada SD Marjgnal di desa tersebut. Sekolah di pelosok dengan hanya menggunakan atap rumbia sebagai pembatas langit. Angin semilir mudah menerobos celah-celah dinding terbuat dari batang kayu dan bambu.

"SD Marginal itu sekarang di Desa Sukamaju karena sudah pecah dari Desa Talang Sungai Limau. SD Marginal ada di situ karena jarak sekolah ke masyarakat masih jauh sampai 12 km, itu pun jalan setapak, jalan hutan," katanya menceritakan.

Suasana SD Marginal di Desa Sungai Limau Kecamatan Rakit Kulim, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, pada awal 2008. (ANTARA/Evy RSyamsir)


Setelah itu sekitar tahun 2010, dirinya mulai mengajar Kelas jauh SDN 019 yang kini menjadi SDN 028. Kelas jauh itu pertama muridnya bisa dikatakan banyak yakni sebanyak 25 murid karena diisi berbagai usia. Namun setelah itu setiap tahun hanya bertambah dua sampai tiga. Bangunankelas jauh itu berdiri dari tiga kelompok belajar masyarakat yang mencari tanah untuk lahan. Kemudian untuk bangunan dibantu dari dana desa.

Kelas jauh yang masih sederhana itu setingkat lebih baik dari SD Marginal. Hingga tahun 2016 akhirnya kelas jauh itu menjadi SDdefinitif dengan jumlah murid 45 orang tahun ajaran 2016/2017. Menjadi definitif setelah dibantu Pemerintah Kabupaten Inhu tiga ruang kelas.

Sebanyak 45 murid tersebut merupakan Kelas I hingga Kelas VI. Jadi lokal dibagi dua dengan disekat memakai papan triplek. Berdirinya SD tersebut kata Sagiman juga tak lepas dari peran almarhum Irfangi yang menjadi kepala sekolah ketika itu.

Sementara itu, bangunan kelas jauh direhabilitasi atas bantuan PT Pertamina Eksplorasi dan Produksi Asset I Lirik Field. Diantaranya menjadi ruang guru, pustaka, dan aula serba guna. Di samping perusahaan minyak tersebut juga meningkatkan infrastruktur jalan menuju sekolah tersebut.

Mencari murid pintu ke pintu

Seperti yang disampaikan tadi, adanya SDN 028 sekarang ini tidak terjadi begitu saja. Banyak proses dan lika liku sebelum menghasilkan. Terutama untuk mencari murid yang notabenenya dari Suku Talang Mamak ini.

Untuk proses ini,Sagiman dari sejak jadi Guru di SD Marginal hingga sekarang ini saban waktu kerjanya terus mencari murid baru. Sagiman mendatangi murid ke rumah-rumah warga. Kalau tidak ada, dijumpai di ladang.

"Karena mayoritas petani kalau berjumpa, saya berhenti, datangi, bual-bual (bicara) soal tanamannya lalu tanya anaknya mau sekolah gak? Karena kalau diharapkan mencari murid di sekolah tak akan dapat," ungkapnya.

Oleh sebab itu, mau tak mau Sagiman pun harus membujuk dan merayu tak hanya orang tua, tapi juga sang anak. Karena kalau hanya disampaikan kepada orangtua saja lalu orangtuanya menyuruh anaknya besok sekolah, si anak tidak bakalan mau.

"Kalau orangtuanya nyuruh pada gak mau, jadi kita datangi juga anaknya, kita bujuk, kita rayu. Misalnya nanti kalau di sekolah ada kawan banyak ramai, bisa main-main. Alhamdulillah yang kami datangi itu kemudian ke sekolah diantar sama orangtuanya," ulasnya.

Kemudian setelah mau sekolah Sagiman pun tidak mensyaratkan apa-apa kepada anak sekolah tersebut. Seperti halnya baju seragam atau alat-alat perlengkapan sekolah lainnya. Untuk masalah pakaian lanjutnya bisa bebas saja asal bersih. Kalau tidak punya sepatu juga silahkan pakai sendal saja.

"Yang jelas anaknya mau sekolah, sekarangmereka bisa dilihat jalan kaki semua. Ciri khasnya sepatu dibawa di tangan berjalan 1-2 km. Jalan masih tanah, kalau musim hujan juga lumayan beceknya," sebutnya lagi.

Murid dan Guru SDN 028 bersama PT Pertamina EP Asset I Lirik Field ketika menerima bantuan CSR. (ANTARA/HO-Pertamina EP Lirik)


Dengan maunya anak Suku Talang Mamak bersekolah, maka ini menepis kekhawatiran bahwa pendidikan bisa menghilangkan tradisi dan budaya mereka. Diakui Sagiman memang awalnya mereka takut budayanya akan hilang dengan adanya pendidikan.

Terlebih lagi karena semboyan mereka lebih baik mati anak daripada mati adat. Kalau mati anak kuburannya bisa dilihat, kalau adat hilang kemana akan dilihat. Memang terdengar ekstrim, tapi hal itu memang semata-mata menjaga adatnya yang masih terpelihara hingga sekarang.

Seperti halnya tradisi "begawai" untuk adat pernikahan yang prosesinya paling lama bisa sampai enam hari. Ritual ini belum termasuk lagi mereka harus menikah resmi jika ingin masuk dokumen negara. Ada juga "naik tambak" kalau ada orang meninggal prosesinya juga lebih satu hari.

"Tapi saya yakinkan kalau pun ada acara di rumahnya, anak-anak juga sekedar main di acara itu, jadi lebih baik sekolah saja," imbuhnya.

Meskipun demikian, tetap saja murid di sekolah tersebut membuat Sagiman khawatir karena jumlahnya yang tidak banyak. Walaupun sekolah takkan tutup jika kekurangan murid seperti di cerita Laskar Pelangi.

"Sekarang masih mengumpulkan murid dari rumah ke rumah mencari murid karena sekolahnya satu dusun. Targetnya kalau keluar lima, kalau bisa lebih lima agar muridnya nambah. Tapi pernah yang lepas 15, kita cari untuk kelas I cuma dapat 10, tak bisa mencapai itu karena memang anaknya itu yang gak ada," ulasnya.

Selain itu, Sagiman juga terkendala banyaknya warga yang tidak punya kartu keluarga dan nomor induk kependudukan. Pasalnya sekarang ini diperlukan untuk mendaftar sekolah begitu juga dengan batas umur tujuh tahun untuk masuk sekolah.

Menelurkan alumni

Sejak masih kelas jauh SDN 019, sekolah yang diajar Sagiman itu telah menelurkan sejumlah alumni.Menurutnya yang tamat itu bahkan sudah ada yang menjadi perangkat desa seperti kepala dusun.

"Sekarang banyak yang melanjutkan sekolah bahkan ada yang sudah perangkat Desa Talang Sungai Limau, memang dari alumni dari kelas marjinal. Karena kepala dusun kan harus tamatan SMA, sudah banyak alumni masuk itu," ujarnya.

Sedangkan ketika definitif menjadi SDN 028 alumni pertamanya hanya berjumlah dua orang tahun ajaran 2016/2017.

Kemudian pada tahun berikutnya adasembilan, tahun 2018/2019 tamat 15 murid, 2019/2020 menamatkan SD lima orang dan tahun ajaran 2020/2021 terakhir 10 orang menjadi alumni.

Tamatan SDN 028 ketika sudah definitif ini kebanyakan melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Namun diakui memang ada yang tidak lanjut karena terkendala antar jemput ke SMP yang lokasinya jauh.

"Sebagian besar keluarga memang sudah ada sepeda motor, tapi terkendala orangtua yang kadang sudah pergi bekerja ke kebun. Sedangkan anaknya ada yang tak bisa bawa sepeda motor," ungkapnya.

Kebanyakan mereka juga malah sekolah SMP yang lokasinya di kecamatan sebelah yakni Sungai Lala, bukan Rakit Kulim. Memang ada SMP 4 Rakit kulim tapi lokasinya jauh hampir 10 km kalaumusim hujan banyak yang mengeluh.Akhirnya beberapa anak yang tidak melanjutkan sekolah tersebut terpaksa mengambil sekolah paket.

Dukungan Pertamina

Berdirinya SDN 028 sebagai sekolah yang definitif terealisasi berkat dukungan berbagai pihak. Salah satunya dari perusahaanPertamina EP II Asset Lirik dimana Talang Sungai Limau berada di ring 2 operasional.

Pertamina sudah bekerjasama sejak tahun 2015 melalui program dana tanggungjawab sosial perusahaan (CSR) di bidang pendidikan.Mulai dari perbaikaninfrastruktur, hingga perbaikan kualitas tenaga pengajar telah dilakukan secara bertahap serta pemberian beasiswa kepada murid.

Bantuan infrastruktur dari Pertamina berupa perpustakaan, rehabilitasi ruang guru, mushala, hingga aula serbaguna.Bersama PT Pertamina EP Asset 1 Lirik Field, Sagiman menjalankan program dengan konsep BELI DAYA (Berbasis lingkungan dan budaya).

"Konsep BELI DAYA digagas tidak hanya mengedepankan pendidikan formal yang sekolah berikan. Tapi kegiatan perlindungan lingkungan, pelatihan dan pementasan seni tari daerah, dan ada juga kelas bahasa Inggris serta agama," kata CommunicationRelationdan CommunityInvolvementandDevelopmentZona I Pertamina EPAsset I Lirik, RenitaYuliaK.

Kelas mengajar Bahasa Inggris di SDN 028 talang Sungai Limau. (ANTARA/HO-Pertamina EP Lirik)


Dalam hal kesadaran lingkungan, lanjutnya Pertamina EP Asset 1 Lirik Field dan pihak sekolah menginisiasi sekolah adiwiyata untuk SDN 028 Talang Sungai Limau dengan Studi Banding ke SDN 083 Pekanbaru tahun 2016. Para guru melihat secara langsung implementasi kegiatan-kegiatan berbasis lingkungan yang diterapkan di sekolah yang telah terlebih dahulu mendapatkan sertifikasi sekolah adiwiyata.

Kemudian juga ada Pembuatan Bak Sampah Kompos untuk SDN 028 Talang Sungai Limau tahun 2018. "Ini sebagai sarana edukasi untuk anak-anak dalam mengelola sampah organik menjadikompos dengan anak-anak mengumpulkan sampah daun," sambung Renita.

Lalu penyediaan saluran air bersih dan penerangan tahun 2020, Pertamina EP Asset 1 Lirik bekerja sama dengan Pemerintah Desa Sungai Limau membangun saluran air dari sungai hingga dapat digunakan langsung oleh anak-anak di wastafel. Pertamina juga memberikan bantuan berupa solar cell yang menjadi sumber listrik ramah lingkungan dan mudah digunakan oleh para guru untuk memenuhi kebutuhan listrik di sekolah.

Dalam hal budaya diadakan ekstrakurikuler kesenian Rentak Bulan merupakan salah satu kesenian asli Suku Talang Mamak berupa tarian dan simbol lain yang biasanya dilaksanakan saat upacara mengobati penyakit. Hal ini juga menunjukkan kepada paraorang tua bahwa kegiatan di sekolah tidak serta merta membuat anak-anak teralienasi dari budaya asli milik suku mereka.

Selanjutnya ada Kelas Bahasa Inggris dilakukan sejak tahun 2018 hingga sekarang sebagai kapasitas tambahan kepada anak-anak dengan memperkenalkan bahasa internasional. Silabus dibuat oleh guru secara swadaya karena sebetulnya tidak ada mata pelajaran Bahasa Inggris untuk murid Sekolah Dasar.

Dalam bidang agama anak-anak belajar lebih dalam mengenai agama Islam melalui kelas Madrasah Diniyah Takmiliyah Awaliyah (MDTA). Sagiman turut membantu mengajar mengaji setelah jam belajar sekolah selesai.

Pertamina EP Asset 1 Lirik Field turut mendukung kegiatan tersebut dengan membantu pembangunanmushalla. Namun demikian, Sagiman memberikan kebijakan untuk tidak memaksakan pembelajaran tersebut dan setiap anak berhak untuk memilih ikut atau tidak mengikuti kegiatanini.

Atas dedikasinya tersebut, Sagiman berkesempatan mengikuti Pertamina Local HeroKategori Cerdas 2020. Bangganya dia berhasil menjadi yang nomor satu mengalahkan 20 kandidat lainnya dari seluruh Indonesia.