Kasus dugaan pemalsuan kartu vaksin oleh subkon EMP Malacca Strait dilimpahkan ke jaksa

id Kasus pemalsuan kartu vaksin di Meranti,kartu vaksin palsu, emp meranti, EMP,kejari meranti, polres meranti

Kasus dugaan pemalsuan kartu vaksin oleh subkon EMP Malacca Strait dilimpahkan ke jaksa

Kasi Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri Kepulauan Meranti, Okky Fathoni. (ANTARA/Rahmat Santoso)

Selatpanjang (ANTARA) - Kasus dugaan pemalsuan kartu vaksin yang dilakukan oleh koordinator pekerja di PT Obsidian yang merupakan subkontraktor dari PT Gelombang Seismik Indonesia (GSI) sudah lengkap (P21) atau masuk tahap dua dan diserahkan berkas berikut tersangka ke Kejari Kepulauan Meranti.

PT GSI merupakan juga sub kontraktor dari Energi Mega Persada (EMP) Malacca Strait SA yang merupakan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) dari SKK Migas di Kabupaten Kepulauan Meranti.

Setelah dilakukan proses penyidikan di Polres Meranti pada Selasa (5/10) lalu, kasusnya dilimpahkan ke Kejari Kepulauan Meranti untuk dipersiapkan proses penuntutannya.

Kasi PidumOkky FathoniKejaksaan Negeri Kepulauan Meranti di Selatpanjang, Senin, membenarkan hal itu. Ia mengatakan pihak Polres Meranti sempat bolak balik untuk melengkapi berkas tahap dua.

Ia menjelaskan selama dua puluh hari ke depan sejak berkas dinyatakan lengkap, dua tersangka yakni S dan W yang diduga melakukan pemalsuan kartu vaksin menjadi tahanan Kejari Meranti.

Sebelumnya, Kapolres Kepulauan Meranti AKBP Andi Yul LTG mengungkapkan, dugaan pemalsuan kartu vaksin dilakukan oleh koordinator subkontraktor PT GSI itu untuk dipekerjakan di Kecamatan Tebingtinggi Barat, Kepulauan Meranti. Mereka didatangkan dari luar Provinsi Riau.

"PT GSI merupakan pelaksana pekerjaan pada PT EMP Malacca Strait di Desa Kundur Kecamatan Tebingtinggi Barat," kata Andi.

Kejadian tersebut terungkap pada 7 Agustus 2021 di Pelabuhan PT EMP Desa Kundur. Saat itu, Satgas COVID-19Kecamatan Tebingtinggi Barat melaksanakan kegiatan observasi terhadap 42 orang calon pekerja yang berasal Jawa Tengah dan Jawa Barat. Mereka akan dipekerjakan di PT EMP Desa Kundur.

Observasi itu termasuk pengecekan kartu vaksin COVID-19 sebagai salah satu syarat pekerja yang didatangkan dari luar daerah. Ini kesepakatan yang diperoleh pada saat rapat koordinasi PT EMP dengan Gugus Tugas COVID-19 Merantiguna memastikan kesehatan para calon pekerja.

"Dari hasil pemeriksaan, petugas satgas menemukan adanya indikasi penggunaan kartu vaksin diduga palsu yang dibawapara pekerja. Sehingga Satgas melaporkannyake Polsek Tebingtinggi Barat dan diteruskan ke Sat Reskrim Polres Meranti," terang Kapolres.

Setelah dilakukan pemeriksaan secara online terhadap kartu vaksin, ditemukan 33 dari 42 Kartu yang dilakukan pengecekan berdasarkan mama dan Nomor Induk Kependudukan dinyatakan tidak terdaftar di https://pedulilindungi.id. Sementara dari pengakuan calon pekerja yang menggunakan kartu vaksin palsu diakui bahwa mereka direkrut oleh S (42) dan M (23).

"Tersangka S mengatakan ada pekerjaan di Riau dengan syarat administrasi berupa fotocopy KTP dan Kartu Vaksinasi COVID-19 atau surat keterangan bahwa sudah mengikuti vaksinasi minimal tahap I. Dari keterangan saksi-saksi bahwa mereka belum pernah melaksanakannya. Namun tersangka S mengatakan kepada saksi-saksi dengan ucapan 'nanti bisa diaturnya', papar Andi Yul.

Sementara itu kartu vaksinasi palsu diserahkan oleh tersangka S setelah para saksi berada di Riau dengan maksud agar terhindar dari petugas.

Berdasarkan keterangan tersangka S bahwa yang membuat atau mengurus kartu vaksinasi COVID-19 palsu tersebut adalah tersangka W. Akan tetapi, S tidak mengetahui bagaimana cara yang dilakukan oleh tersangka W untuk membuat atau mendapatkan kartu vaksinasi yang diberikan kepada para saksi (calon pekerja).

"Tersangka S menjelaskan bahwa tersangka W meminta uang sebesar Rp50.000 per orang untuk membuat kartu vaksinasi yang dibuatnya. Atas permintaan tersebut tersangka S juga mengaku telah menyerahkan uang sebesar Rp400.000 kepada tersangka W," jelas Andi Yul lagi.

Tak sampai di situ, dari pengakuan tersangka W bahwa cara membuat kartu vaksinasi COVID-19 tersebut dilakukannya dengan melihat gambar di internet (googling) dan meminta percetakan untuk mencetak sebanyak 40 lembar. Setelah itu tersangka W menulis sendiri data yang dibutuhkan di dalam kartu tersebut.

"Biaya untuk mencetak kartu vaksinasi COVID-19 tersebut hanya seharga Rp25.000 per lembarnya," ujar Andi menirukan bahasa pengakuan tersangka W.

Atas dugaan pemalsuan yang dilakukan oleh tersangka, S dan W dijerat pasal 263 ayat 1 dan 2 KUHPidana dengan ancaman penjara paling lama 6 tahun.