Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran berharap pemerintah memberikan kompensasi ataupun relaksasi agar sektor usaha hotel dan restoran bertahan di tengah pandemi, terutama saat penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
"Kami berharap ada kompensasi yang benar-benar efektif,” kata Maulana kepada ANTARA, Rabu.
Baca juga: Puluhan hotel dan restoran lakukan aksi pasang bendera putih, ada apa?
Maulana menyayangkan tidak ada pemberian kompensasi sebagai akibat dari kebijakan penerapan PPKM sehingga pelaku usaha terpaksa bertahan sendiri-sendiri.
Pada Selasa (3/8) pemerintah memutuskan memperpanjang (PPKM) level 3 dan 4 mulai 2 hingga 9 Agustus 2021 di sejumlah wilayah Jawa dan Bali.
Sejumlah aturan yang tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No 27 Tahun 2021 tidak jauh berbeda dengan peraturan sebelumnya.
Restoran masih belum diperbolehkan beroperasi sepenuhnya, hanya menerima layanan delivery dan takeway. Sementara sektor perhotelan non-penanganan karantina masih dibatasi, hanya dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 50 persen staf.
Baca juga: PHRI harap pemerintah pertimbangkan beri insentif hotel dan restoran
"Kami tidak bosan-bosan untuk menyampaikan usulan kepada pemerintah bahwa situasi di sektor hotel dan restoran yang berada di bawah organisasi kami tidak berada dalam situasi yang cukup baik untuk bertahan," terang Maulana.
Ia menambahkan saat ini sektor hotel dan restoran menghadapi situasi yang kritis.
"Sektor ini sangat bergantung terhadap pergerakan orang dan aktivitas di lingkaran sekitar tempat usaha tersebut. Kalau aksesnya pun sulit, otomatis segmen market-nya juga bisa hilang,"
Ia menggarisbawahi empat relaksasi yang perlu diberikan pemerintah.
Baca juga: PHRI Riau ajukan 1.500 karyawan hotel dan restoran untuk divaksin
Pertama, terkait pajak daerah yang masih menjadi beban pelaku usaha hotel dan restoran. Menurutnya, pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan untuk keringanan pajak sebab kondisi sektor usaha ini tidak boleh dibuka sepenuhnya.
Kedua, terkait kewajiban perbankan yang tidak sepenuhnya hilang meski pemerintah mengeluarkan POJK No. 48/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional untuk memberikan relaksasi terhadap sektor terdampak COVID-19, termasuk sektor pariwisata.
Baca juga: PHRI: Hotel-restoran terisi banyak hanya pada akhir pekan dan libur panjang
"Bagaimana pelaku usaha bisa membayarkan bunga bank jika perusahaannya tidak menghasilkan uang dan tidak bisa beroperasi? Ini kan sulit," ujar Maulana.
Ketiga, terkait beban biaya listrik yang masih tinggi. Maulana mengatakan seharusnya listrik yang dibayarkan bisa disesuaikan dengan jumlah pemakaian dan penggunaan pada sektor hotel dan restoran.
Terakhir, terkait dengan bantuan langsung tunai (BLT) tenaga kerja. Perihal ini, Maulana menyayangkan Kementerian Ketenagakerjaan hanya menggunakan data BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan keaktifan sampai Juni 2021 untuk menyalurkan bantuan.
Berita Lainnya
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB
Indonesia Masters 2025 jadi panggung turnamen terakhir The Daddies
18 December 2024 16:28 WIB
Menko Pangan: Eselon I Kemenko Pangan harus fokus pada percepatan swasembada pangan
18 December 2024 16:13 WIB
ASEAN, GCC berupaya perkuat hubungan kerja sama kedua kawasan
18 December 2024 15:57 WIB
Pramono Anung terbuka bagi parpol KIM Plus gabung tim transisi pemerintahan
18 December 2024 15:51 WIB
Pertamina berencana akan olah minyak goreng bekas jadi bahan bakar pesawat
18 December 2024 15:12 WIB