Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia Islah Bahrawi mengingatkan setiap potensi penyebaran ideologi radikal di Indonesia harus ditutup.
"Selain pencegahan secara masif dan komprehensif oleh negara, pencegahan radikalisme dimulai dari keluarga," kata Islah Bahrawi, di Jakarta, Rabu.
Islah mengatakan, keluarga atau orang tua adalah sosok yang kemudian dicontoh anak-anaknya. Keluarga adalah hulu yang paling utama dalam membendung radikalisme.
Baca juga: Danrem 031/WB berikan pemahaman pencegahan radikalisme di sekolah
Peran keluarga, menurut dia, amat penting, apalagi kalangan anak muda adalah usia rentan terpapar radikalisme.
"Keluarga menjadi kekuatan penting untuk berusaha melawan radikalisme. Kontraradikal bisa dilawan lewat keluarga, paling awal," ujar Islah.
Walaupun ada beberapa kasus seorang anak menemukan ideologi radikal sendiri atau disebut self radicalism, katanya lagi. Tapi tetap sebenarnya peran orang tua mengawasi anak-anaknya menjadi dominan, ujar dia pula.
Dia menilai masuknya ideologi radikal ke satu negara karena ada celah kosong. Oleh karena itu, Islah menilai negara tidak boleh diam dari hal tersebut.
"Negara tidak boleh diam, negara harus menggunakan tangan besi. Kalau kita lemah mengatasi ini, semua akan terlambat," kata dia.
Beberapa negara yang terlambat membendung ideologi radikal, seperti Filipina, Somalia, dan Sudan. Menurut Islah, negara-negara itu lemah mengantisipasi masuknya ideologi radikal.
"Banyak produk-produk mulai dari aturan sampai program yang seharusnya dilakukan. Kalau negara lemah, ideologi-ideologi radikal akan masuk secara leluasa," katanya pula.
Di Indonesia, menurut Islah, leading sector dalam mengatasi masalah ideologi radikalisme adalah Polri untuk penindakan dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk pencegahan.
"Tapi ada beberapa aturan yang memang mengikat perbantuan dari TNI untuk proses pencegahan dan penindakan, seperti (operasi) Tinombala itu juga bagian dari sinergitas antara TNI-Polri dalam penindakan," ujarnya lagi.
Namun pada dasarnya, kata dia, setiap pencegahan radikalisme yang paling berhasil di seluruh dunia adalah bagaimana bisa mencegahnya dari hulu membuat kultur-kultur di dalam masyarakat menolak radikalisme secara mandiri.
"Ketika paham radikal mulai masuk ke tengah masyarakat, masyarakat sendiri yang menolak, ini adalah konsep yang dilakukan oleh banyak akademisi di beberapa negara di dunia yang kemudian sangat efektif," katanya pula.
Islah menuturkan pencegahan radikalisme oleh Polri sifatnya sangat normatif, terprogram, terstruktur. Kalau pencegahan dari masyarakat yang akhirnya membudaya, itu akan sangat berhasil.
"Ini banyak terjadi, terutama di Thailand Selatan sudah efektif. Kemudian ada konflik antara Suku Sinhala dan Tamil di Srilanka juga berhasil dengan menggunakan konsep-konsep yang menolak radikalisme dari hulu," kata dia.
Islah menyebut Program Kampung Tangguh Jaya ala Kapolda Metro Jaya Irjen M Fadil Imran itu merupakan bagian dari upaya membangun budaya menolak radikalisme dari hulu. Islah berharap program pencegahan radikalisme berjalan di banyak daerah.
Apalagi, lanjut dia, sekarang sudah ada Perpres Nomor 7 Tahun 2021. BNPT sebagai leading sector bekerja sama dengan lembaga negara, departemen dan nondepartemen, serta menempatkan Polri dan TNI sebagai pendamping utama.
Islah yakin penyebaran ideologi radikal bisa dikikis andai hal itu dapat berjalan efektif di daerah.
"Saat ini program kontraradikal di Kota Solo sebagai role model. Solo ini unik, semua ideologi tumbuh secara politik, partai politiknya besar tapi radikalnya tinggi. Ini kemudian menjadi role model supaya Perpres Nomor 7 bisa dijadikan rencana aksi daerah," ujarnya lagi.
Baca juga: Wapres minta sivitas akademika perguruan tinggi promosikan toleransi cegah radikalisme
Baca juga: Kapolres Meranti ajak masyarakat ikut tangkal paham radikalisme
Pewarta: Boyke Ledy Watra