Menilik makam termegah di Asia Tenggara hingga sejarah TPU Petamburan, Jakarta - ANTARA News Riau

Menilik makam termegah di Asia Tenggara hingga sejarah TPU Petamburan, Jakarta

id Berita hari ini, berita riau terbaru, berita riau antara,Makam

Menilik makam termegah di Asia Tenggara hingga sejarah TPU Petamburan, Jakarta

Bangunan Mausoleum OG Khouw di TPU Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. (ANTARA/Livia Kristianti)

Jakarta (ANTARA) - Terdapat satu mausoleum atau monumen makam yang masuk dalam tujuh keajaiban dunia. Masyarakat mengenalnya sebagai sebagai Taj Mahal. Monumen makam yang terletak di Agra, India itu didirikan oleh Raja Shah Jahan sebagai bukti cinta kepada mendiang istrinya Mumtaz Mahal usai tutup usia.

Monumen makam ( mausoleum) dengan latar kisah kasih yang serupa, ternyata dapat juga dapat disaksikan di Pusat Ibu Kota Jakarta tepatnya di TPU Petamburan yang terletak di Jalan KS Tubun nomor 1, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Mausoleum yang menempati bagian tengah TPU Petamburan dan dibangun di masa kolonial Belanda itu pun saat ini dikenal dengan nama Mausoleum OG Khouw.

Kondisi awal Mausoleum OG Khouw di TPU Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. (ANTARA/HO/Dokumentasi TPU Zona 2 Jakarta Pusat)

Bangunan makam yang luas nan megah itu menjadi tempat persemayaman terakhir sepasang saudagar tebu yang kaya raya dari Tambun, Bekasi kala Indonesia masih disebut dengan nama Hindia Belanda.

Awal mulanya bangunan itu didirikan oleh sang Istri bernama Lim Sha Nio untuk menunjukkan bukti cintanya kepada mendiang suaminya Oen Giok Khouw yang wafat dan dikremasi di Swiss pada 1927.

Lim Sha Nio ingin menciptakan kenangan terakhir yang membekas tentang suaminya sehingga wanita itu memutuskan untuk membangun monumen yang kini dikenal sebagai Mausoleum termegah di Asia Tenggara.

Bagaimana tidak? Tak hanya menggunakan jasa arsitek dari Italia bernama G.Racina, Lim Sha Nio juga memilih untuk menggunakan material-material terbaik dari Negara pemilik Menara Pisa itu.

Biaya pembuatan tempat persemayaman terakhir OG Khouw itu pun terbilang fantastis, Lim Sha Nio harus merogoh kocek sebesar 250.000 dolar AS atau setara Rp3,5 miliar di era tahun 1920-an.

Butuh waktu lebih dari satu bulan untuk mendapatkan material seperti batu-batu marmer, ornamen hiasan, hingga baja penyangga yang saat ini menjadi bahan pembuatan Mausoleum OG Khouw mengingat pada masa itu pengiriman impor hanya dapat melalui jalur pelayaran.

Rencana awal Lim Sha Nio pun dapat dikatakan sukses, ia berhasil membuat persemayaman terakhir bersama suaminya itu menjadi kenangan yang berkesan dan menjadi sejarah untuk tiga generasi.

Bergaya arsitektur art deco, tak ada kesan seram atau pun mistis pada saat anda berkunjung ke Mausoleum OG Khouw.

Bisa dikatakan anda dapat berdecak kagum dan merasa takjub pada saat melihat bangunan berkubah itu masih berdiri tegap meski sudah berusia hampir satu abad.

Nisan Lim Shan Nio dan Oen Giok Khouw di bagian atas Mausoleum OG Khouw di TPU Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. (ANTARA/Livia Kristianti)

Mausoleum OG Khouw terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian atas dan bagian bawah, pada bagian atas masyarakat yang berkunjung dapat melihat berbagai ornamen patung-patung malaikat dengan sajian utama merupakan nisan Oen Giok Khouw dan istrinya Lim Sha Nio.

Jika melangkah ke bagian bawah, pengunjung dapat melihat lebih jelas gambaran wajah pasangan suami istri itu yang terukir di tembok Mausoleum.

Pada 2020 kini, bangunan dengan dominasi warna hitam dan abu-abu itu pun meski sudah 89 tahun berdiri terlihat masih tampak terawat lewat pengelolaan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Peninggalan sejarah ini menempati area paling luas di TPU Petamburan.

Jejak sejarah lainnya

Tak jauh dari Mausoleum OG Khouw, ada juga jejak sejarah lain peninggalan dari Negeri Sakura berupa Rumah Guci Abu yang rupanya masih sering ditengok oleh generasi penerusnya.

Kental dengan nuansa oriental khas Jepang, pada bagian muka bangunan terlihat beberapa batu-batu alam yang dihiasi guratan kanji Jepang menjadi prasasti yang menyambut pengunjungnya.

Tampak juga papan informasi untuk pengunjung dari Indonesi dengan ejaan Bahasa Indonesia lama “RUANG TEMPAT MENJIMPAN ABU2 DJENAZAH DJEPANG”.

Jumlah guci abu yang tersimpan di dalam Rumah Guci Abu itu hingga Oktober 2020 berjumlah 79 guci dan masih sering kali ditengok oleh perwakilan dari Kedutaan Besar Jepang.

“Hanya memang 2020 ini tidak ditengok akibat kondisi pandemi COVID-19, biasanya perwakilan Kedutaan Besar Jepang sekitar 50 orang itu dalam setahun menengok dua kali di bulan Februari dan Oktober. Mereka datang untuk mendoakan abu-abu orang Jepang yang disimpan di sini,” kata Kepala Satuan Pelaksana TPU Zona 2 Jakarta Pusat Sandra Narwita.

Selain Mausoleum OG Khouw dan Rumah Guci Abu, masih ada jejak sejarah lainnya yang memiliki nilai histori tinggi yaitu Makam penganut agama Yahudi.

Makam itu diyakinkan sebagai jejak Orang Yahudi karena terdapat lambang Bintang Daud serta tulisan dengan huruf Ibrani.

Sandra menceritakan awalnya ada sekitar enam makam yang teridentifikasi menjadi lokasi persemayaman dan jejak terakhir Orang Yahudi di kala Jakarta masih dikenal dengan sebutan Batavia.

"Pada zaman dulu, Orang- orang Yahudi di Jakarta itu hidup rukun bersama pedagang-pedagang dari Arab di kawasan Passer Baroe. Nah setelah satu persatu meninggal, orang-orang Arab itu lah yang mungkin menguburkan jasad Orang Yahudi di lahan yang saat ini jadi TPU Petamburan," ujar Sandra.

Tak seberuntung dua peninggalan sebelumnya, makam Yahudi yang ada di TPU Petamburan dapat dikatakan dalam kondisi memprihatinkan.

Hanya ada tiga dari enam makam yang masih berbentuk segitiga selayaknya rumah, sementara tiga lainnya dalam kondisi rusak karena tergerus zaman.

Walaupun masih ada yang berbentuk ‘rumah’ namun terlihat coretan-coretan vandalisme merusak tampak asli makam berusia lebih dari setengah abad itu.

Hal yang disayangkan adalah hingga kini belum ada pihak yang mengaku sebagai ahli waris dari keenam makam itu, sehingga pengelola TPU Petamburan pun kesulitan untuk melakukan pemugaran atau membenahi ulang bangunan makam yang kini hanya tersisa tiga.

Sempat Tak Terawat

Sandra menuturkan TPU Petamburan sempat tak terawat, namun pada 2017 secara perlahan Sandra bersama dengan petugas-petugas di TPU Petamburan bersinergi memperbaiki kondisi TPU Petamburan.

Ia menceritakan sebelum kepemimpinannya, TPU Petamburan kerap kali dijadikan lokasi untuk berbuat hal maksiat seperti mencari ilmu untuk memenangkan judi Toto Gelap (togel).

Tidak sedikit juga Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) menjadikan beberapa bangunan makam yang memiliki lahan yang luas sebagai tempat tinggal sementaranya.

Tak heran jika banyak jejak vandalisme yang bertengger di tembok-tembok makam termasuk di makam Orang Yahudi.

Selain itu, banyak juga makam-makam yang telah berbentuk nisan terkubur oleh tanah-tanah sehingga kesan mistis terasa kental di TPU Petamburan di masa lalu.

“Dulu sebelum saya masuk, beberapa makam seperti makam Orang Yahudi itu bahkan tidak terlihat karena sempat tertimbun tanah. Rumput-rumput liarnya pun setinggi paha orang dewasa,” kata Sandra.

Kasatpel TPU Zona 2 Jakarta Pusat Sandra Narwita bercengkrama dengan petugas PJLP di TPU Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. (ANTARA/Livia Kristianti)

Butuh waktu tiga bulan bagi Sandra merapikan kondisi TPU Petamburan agar dapat kembali ke bentuk semula dan tidak lagi disalahgunakan oleh pihak tak bertanggung jawab.

Kini TPU Petamburan sudah kembali terlihat asri dan hijau, tak ada lagi di temukan gelandangan dan pengemis yang kerap disebut sebagai penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang berkeliaran atau pasangan-pasangan yang ingin berbuat mesum.

Penjagaan dari segi kebersihan dan keamanan pun ditingkatkan, sebanyak 71 petugas disiagakan untuk memastikan makam-makam khususnya yang memiliki nilai histori tinggi tetap terjaga.

Kini pun sudah cukup banyak masyarakat atau pun warga yang datang untuk berziarah tak hanya untuk menengok keluarga yang disemayamkan di TPU Petamburan tapi juga untuk mengenal sejarah dari tiga makam yaitu Mouseleum OG Khouw, Rumah Guci Abu, dan Makam Orang Yahudi.

Ada keinginan hati dari pengelola TPU Petamburan agar pemerintah bisa menjadikan lokasi itu sebagai cagar budaya, namun hal itu belum dapat terwujud karena TPU Petamburan masih aktif menerima pemakaman.

Dengan meningkatnya minat masyarakat untuk mengenal sejarah lewat makam-makam yangsudah ada di TPU Petamburan maka sedikit pesan dari pengelola untuk para pengunjung agar tetap menjaga kebersihan.

“Kami juga senang lihat masyarakat bisa mengenal sejarah, meski kita adakan petugas kebersihan tentu harapan kami pengunjung yang ingin mengenal sejarah lewat makam-makam di TPU Petamburan bisa menjaga kebersihan. Dengan begitu warisan sejarah ini selain dapat bermanfaat bagi pengetahuan tetap dapat terjaga keasriannya,” ujar Sandra.

Oleh Livia Kristianti