Mahasiswa tolak pengambilalihan aset Unri

id mahasiswa tolak, pengambilalihan aset unri

Pekanbaru, (ANTARARIAU News) - Puluhan mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Riau (UR) berunjuk rasa di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru, Riau, Kamis.

Dalam unjuk rasa itu mahasiswa menyatakan menolak pengambilalihan aset universitas yang diklaim oleh PT Hasrat Tata Jaya (HTJ), serta mendesak pihak pengadilan berlaku netral dan adil dalam penyelesaian kasus sengketa lahan tersebut.

"Kami menuntut pengadilan untuk lebih bijaksana dalam mengambil kebijakan terkait masalah sengketa lahan ini," kata Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa UR Novryandri Yulan.

Demonstrasi mahasiswa itu terkait dengan kasus sengketa lahan seluas sekitar 17,6 hektare yang diklaim PT HTJ di dalam kompleks UR. Masalah itu makin pelik karena sengketa lahan itu juga menghambat penyelesaian Stadion Utama untuk Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau yang dibangun Pemprov Riau di area kampus.

Menurut mahasiswa, kasus sengketa lahan itu melibatkan mafia tanah dan mafia peradilan yang mengatasnamakan warga. Hal itu mengakibatkan tumpang tindih yang berujung konflik lahan, padahal tanah itu termasuk dalam lahan bersertifikat Hak Pakai pada UR.

Sedangkan pemegang hak sebenarnya dari tanah itu berdasarkan SK Badan Pertanahan Nasional (BPN) adalah Pemerintah Provinsi Riau dan Kemendiknas RI sejak tahun 2002.

Namun, pada 2006 PT HTJ yang memborong pengaspalan jalan di areal kampus UR melakukan pembelian tanah kepada lima pihak di atas lahan tersebut. Mafia tanah diduga bermain dalam jual-beli itu dengan memalsukan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) dan Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR).

"Semua SKPT maupun SKGR yang dijadikan dasar kepemilikan tanah oleh perusahaan tidak terdaftar di buku kecamatan setempat, dan terdapat indikasi dokumen-dokumen itu palsu," ujarnya.

Bahkan, perusahaan malah membawa kasus itu ke meja hukum meski gugatannya sempat kandas di PN Pekanbaru. Namun, pada 2006 PT HTJ kembali menggugat enam pihak termasuk di dalamnya Kemendiknas, Gubernur Riau, Gubernur Riau hingga Universitas Riau.

Gugatan itu menang di PN Pekanbaru dan menghukum para tergugat menyerahkan lima persil tanah kepada PT HTJ atau secara tanggung renteng membayar ganti rugi sekitar Rp36,98 miliar.

"Padahal fakta hukum di persidangan janggal, yakni salah satunya pada proses pembebasan lahan terdapat ketidakjelasan luas tanah yang diklaim perusahaan, perbedaan peta bidang tanah, dan hakim dalam perkara itu tidak mempertimbangkan hasil pemeriksaan setempat yang dilakukan oleh hakim sebelumnya yang menolak gugatan pertama karena ketidakjelasan letak dan kebenaran objek sengketa," katanya. Upaya kasasi tergugat di Mahkamah Agung (MA) juga kandas dan tetap memenangkan perusahaan.

Karena itu, ia mengatakan mahasiswa mendesak pihak pengadilan tidak melakukan eksekusi lahan karena pihak tergugat masih melakukan upaya hukum untuk menyelamatkan aset negara dengan cara peninjauan kembali (PK) ke MA. Selain itu, pihak tergugat juga melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan SKPT dan SKGR yang dijadikan dasar kepemilikan PT HTJ dan melakukan upaya "derden verzet" oleh Menteri Keuangan sebagai pengelola barang milik negara.

Selain itu, ia mengatakan para mahasiswa sangat menyayangkan Pemprov Riau, yang termasuk salah satu tergugat, dinilai tidak berupaya optimal dalam penyelesaian kasus itu.

"Pemprov Riau harus berkomitmen untuk segera menyelesaikan masalah ini," ujarnya.