Jakarta (ANTARA) - Pemerintah perlu melakukan berbagai langkah yang bertujuan untuk mengintervensi harga Alat Pelindung Diri (APD) karena telah banyak yang mengeluhkan semakin langka dan mahal.
"Pemerintah harus bisa intervensi kepada harga jual yang ada di pasaran. Karena kuncinya adalah kondisi seperti sekarang, negara harus ada," kata Anggota Komisi VI DPR RI Daeng Muhammad dalam rilis di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Jepang akan umumkan keadaan darurat wabah virus corona/COVID-19
Menurut dia, sudah saatnya berbagai pihak terkait menyisir terhadap industri-industri yang masih bermain dengan harga barang di tengah kondisi pandemi virus corona ini.
Politisi Fraksi PAN itu menegaskan, dengan kondisi yang memprihatinkan seperti saat ini, adalah tidak manusiawi bila masih ada yang melakukan hal seperti itu sehingga harus ada sanksi keras terhadap industri nakal tersebut.
Untuk itu, ujar dia, Kementerian Perindustrian juga perlu melakukan tindakan kontrol yang ketat guna mengembalikan harga-harga barang APD menjadi normal.
Sebagaimana diwartakan, sejumlah pelaku industri kecil dan menengah (IKM) di dalam negeri siap memproduksi masker dan alat pelindung diri (APD) untuk ikut membantu pemerintah dalam upaya percepatan penangangan COVID-19. IKM tersebut antara lain tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Banten, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat.
“Sebanyak 88 persen dari 50 IKM yang mengisi kuesioner dari kami menyatakan mampu memproduksi APD maupun masker,” kata Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih lewat keterangannya di Jakarta, Senin (6/4).
Gati memaparkan, kapasitas produksi masker dari masing-masing IKM tersebut berkisar antara 50 hingga 500 lembar per hari. Sedangkan, untuk kapasitas produksi APD, mereka sanggup membuat 20-250 buah per hari. Kendati demikian, baru terdapat 55 persen IKM yang memahami standar pembuatan masker. Sehingga, 77,5 persen IKM mengaku mampu memproduksi masker dan APD yang tidak berstandar medis.
Dirjen IKMA mendorong pelaku IKM agar dapat memproduksi masker non-medis, mengingat kebutuhannya saat ini sangat tinggi dan persyaratannya yang tidak terlalu memberatkan, sehingga pelaku IKM dinilai mampu memproduksinya.
Untuk masker non-medis harus dibuat dua lapis supaya bisa menyaring dengan lebih aksimal. Jadi, IKM membuatnya dengan bebas dan tidak ada persyaratan untuk izin edar, karena yang harus ada izin dan memenuhi SNI adalah masker medis,” papar Gati.
Upaya tersebut dinilai dapat menjadi solusi untuk mempertahankan bisnis IKM dalam negeri di tengah kondisi mewabahnya COVID-19 dengan memanfaatkan kain yang mereka miliki atau bermitra dengan penyedia tekstil.
Baca juga: AS laporkan 8.910 kematian akibat wabah virus corona
Baca juga: Polisi berhasil ringkus penimbun hand sanitizer
Pewarta : M Razi Rahman
Berita Lainnya
Bandara Radin Inten perkirakan capai 95 ribu penumpang di libur akhir tahun
19 December 2024 11:29 WIB
Baznas dan Kemenag resmi luncurkan peta jalan zakat 2045
19 December 2024 11:20 WIB
IHSG Bursa Efek Indonesia melemah di tengah The Fed pangkas suku bunga acuan
19 December 2024 11:12 WIB
Nilai tukar rupiah melemah tajam karena The Fed beri pernyataan sangat "hawkish"
19 December 2024 10:35 WIB
Direksi BRK Syariah bersama Wamen Dikdasmen RI hadiri Milad ke-112 Muhammadiyah
19 December 2024 10:16 WIB
Mensos-Menko Pemberdayaan Masyarakat percepat nol kemiskinan ekstrem di Indonesia
18 December 2024 17:19 WIB
Kemenag berhasil raih anugerah keterbukaan informasi publik
18 December 2024 17:00 WIB
Dokter menekankan pentingnya untuk mewaspadai sakit kepala hebat
18 December 2024 16:37 WIB