Jakarta (ANTARA) - Ahli sekaligus praktisi kesehatan Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB mengatakan tingginya angka kematian akibat virus corona baru COVID-19 di Indonesia dikarenakan penanganan terlambat yang disertai penyakit penyerta pasien.
Prof Ari dalam keterangannya pada media melalui konferensi video di Jakarta, Jumat, mengatakan pasien dengan kasus khusus mendapatkan penanganan yang terlambat dikarenakan keterbatasan kapasitas rumah sakit dalam menangani pasien COVID-19 yang membludak.
Baca juga: Terkonfirmasi positif COVID-19 di Indonesia menjadi 1.046 kasus, 87 meninggal
Selain itu, pasien yang meninggal kebanyakan juga datang dengan kondisi yang sudah terjadi komplikasi seperti gangguan fungsi ginjal, gangguan fungsi hati, jumlah trombosit atau sel darah yang menurun, tekanan darah turun karena "shock", saturasi oksigen dalam darah turun, serta kesadaran yang mulai menurun.
Ari yang merupakan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia juga menjelaskan, orang tua atau lansia juga sangat memengaruhi risiko akan kematian yang diakibatkan bila terinfeksi COVID-19.
"Faktor umur, semakin tinggi umurnya semakin tinggi juga risikonya. Oleh karena itu saya ingatkan sekali lagi, untuk orang tua yang di atas 60 tahun harus benar-benar stay at home. merekalah yang berisiko kalau terinfeksi bisa berujung pada kematian," kata Prof Ari.
Selain itu penyakit penyerta yang sudah diderita oleh pasien sebelum terinfeksi juga memengaruhi kasus kematian yang disebabkan oleh COVID-19. Beberapa penyakit kronis penyerta yang jadi perhatian adalah diabetes dan kelainan pada fungsi paru.
"Faktor penyakit penyerta terutama kencing manis. Pada spesial kasus, pasien dengan penyakit paru kronis, jadi yang memang sudah ada kelainan pada paru, atau fungsi parunya tidak baik, ini menjadi risiko tinggi mengalami kematian apabila terinfeksi," kata Prof Ari.
Dia menerangkan kondisi saat ini rumah sakit rujukan mengalami kelebihan kapasitas dalam penanganan COVID-19 dan keterbatasan alat kesehatan ventilator yang dibutuhkan pasien dengan gagal napas.
Ari menyebut penanganan pasien dengan kondisi paru yang terinfeksi tidak memungkinkan dilakukan apabila tidak menggunakan alat bantu napas.
"Di sinilah kita harus menjaga ketersediaan ventilator kita cukup, harus meningkatkan ketersediaan ventilator di saat sekarang. Sesuatu yang krusial kalau pasien terjadi gagal napas," kata dia.
Ari juga memaparkan hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal kesehatan internasional Lancet bahwa pasien COVID-19 dengan fungsi ginjal yang bermasalah juga berisiko mengalami kematian apabila tidak mendapat alat bantu cuci darah setiap saat.
Menurut Ari, alat bantu cuci darah tersebut juga masih terbatas.
Baca juga: Cegah penyebaran COVID-19, polisi bubarkan acara resepsi pernikahan di Kuningan
Baca juga: 127 orang tenaga medis dikarantina di pendopo lama gubernuran Banten
Pewarta: Aditya Ramadhan
Berita Lainnya
Mitsubishi Electric Indonesia lakukan inovasi dan solusi untuk lingkungan hijau
26 April 2024 17:02 WIB
Relawan: Partai Keadilan Sejahtera akan ikuti jejak PKB dan NasDem masuk koalisi
26 April 2024 16:29 WIB
Kemenhub tetapkan 17 bandara internasional di Indonesia untuk perkuat bisnis penerbangan
26 April 2024 16:10 WIB
Mendag Zulkifli Hasan memusnahkan baja tulang tak sesuai SNI senilai Rp257 miliar
26 April 2024 15:31 WIB
Ilmuwan ungkap rotasi Bumi melambat, hari jadi lebih panjang
26 April 2024 15:16 WIB
72 tahun diplomatik, Indonesia-Kanada adakan Dialog Pertahanan Perdana di Jakarta
26 April 2024 15:05 WIB
Menlu Retno sebut satgas judi online lindungi WNI dari kejahatan transnasional
26 April 2024 14:17 WIB
Jeniffer Aniston akan buat ulang film klasik hits tahun 1980 "9 to 5"
26 April 2024 14:04 WIB