Akademisi: Menolak kembalinya WNI eks anggota ISIS bukti Indonesia serius perangi teroris

id Berita hari ini, berita riau terkini, berita riau antara, isis

Akademisi: Menolak kembalinya WNI eks anggota ISIS bukti Indonesia serius perangi teroris

Peserta aksi yang tergabung dalam Barisan Relawan Bhinneka Jaya (Barabaja) berunjuk rasa dengan membawa poster di depan Istana Merdeka Jakarta, Senin (10-2-2020). Mereka menolak rencana pemulangan sekitar 600 warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS kembali ke Indonesia. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/aww.)

Kupang (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Ahmad Atang MSi mengatakan keputusan pemerintah untuk menolak kembalinya WNI eks ISIS menunjukan bahwa Indonesia sangat serius memerangi terorisme, walaupun dengan warganya sendiri.

"Dilihat dari kepentingan bangsa dan negara, pemerintah melarang warga negara Indonesia eks ISIS untuk kembali ke Indonesia, lebih pada pendekatan keamanan (security aproach)," kata Ahmad Atang kepada Antara di Kupang, Kamis.

Baca juga: Menko Polhukam Mahfud MD sebut mantan Kombatan ISIS tak akui sebagai WNI

Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan sikap pemerintah terhadap WNI eks ISIS, apakah sebagai sebuah langkah yang tetap dan patut diacungi jempol, atau pemerintah seolah-olah melarang kebebasan berekspresi bagi sekelompok orang yang telah salah dalam memperjuangkan ideologinya.

Menurut dia, ISIS sebagai sebuah organisasi jihad dengan gerakan radikalisme dan terorismenya, telah menjadi musuh bersama masyarakat dunia.

"Jika WNI eks ISIS diterima kembali sebagai warga negara, maka Indonesia akan dicap sebagai negara yang melindungi warganya yang terlibat dalam organisasi ISIS," katanya.

Karena itu, langkah pemerintah menolak kembalinya warga negara Indonesia eks ISIS, menunjukan bahwa Indonesia sangat serius memerangi terorisme walaupun dengan warganya sendiri.

Pesan politik

Dia menambahkan, pesan politik yang bisa ditangkap dari penolakan kembalinya WNI eks ISIS oleh pemerintah bahwa, jangankan warga negara luar, warga negara sendiri saja pemerintah tidak mentolerir apalagi warga negara lain yang terpapar ISIS dan radikalisme.

"Pemerintah memberi pesan kepada kepada publik bahwa radikalisme dalam bentuk apapun tidak boleh berkembang di negeri ini," katanya.

Karena itu, katanya, sikap pemerintah dengan menolak kepulangan warga negara Indonesia eks ISIS harus diberi apresiasi.

Sungguhpun begitu, dalam tataran demokrasi global, sikap pemerintah bisa dinilai sebagai bagian dari upaya untuk mengekang kebebasan warga negara.

Pandangan ini, katanya, dalam politik "mainstrem" wajar saja, namun kebebasan mesti diletakkan dalam kerangka tidak bebas karena masih ada hak orang lain.

Menurut dia, ISIS selalu mengembangkan ideologi maut tentu sangat bertentangan nilai kemanusiaan universal.

Dengan demikian, apapun pandangan terhadap sikap pemerintah ini, bagi saya merupakan tindakan arif untuk melindungi warga negara dari ancamanan keselamatannya, kata pengajar ilmu komunikasi politik pada sejumlah perguruan tinggi di NTT itu.

Baca juga: PBNU dan Menlu Retno Marsudi bahas eks kombatan ISIS dan isu Palestina

Baca juga: DPR mengacu kepada UU Nomor 12/2006 tentang kewarganegaraan soal eks ISIS


Pewarta: Bernadus Tokan