Reforma agraria opsi solusi petani terdampak eksekusi

id Riau, sawit, Pelalawan

Reforma agraria opsi solusi petani terdampak eksekusi

Raya Desmawanto Founder Rumah Nawacita (ANTARA/Anggi Romadhoni)

Pekanbaru (ANTARA) - Rumah Nawacita yang merupakan bagian dari Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI) menyatakan program reforma agraria bisa menjadi solusi dalam mengatasi polemik eksekusi perkebunan sawit milik masyarakat di Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan.

"Kami ingin membuka jendela baru dalam menyikapi persoalan ini. Kami temukan adanya jendela untuk hasilkan 'win-win solution', dan ini berdasarkan Perpres," kata pendiri Rumah Nawacita - Relawan Jokowi Center Indonesia (RJCI), Raya Desmawanto dalam perbincangannya bersama Antara di Pekanbaru, Minggu.

Raya mengatakan bahwa para petani Gondai tidak harus menjadi korban atas kelalaian PT Peputra Supra Jaya (PSJ) sebagai bapak angkat mereka yang melaksanakan usaha perkebunan tanpa izin hingga berakhir pada penyitaan dan eksekusi lahan.

Raya menuturkan jika putusan Mahkamah Agung Nomor: 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 dengan objek lahan perkebunan kelapa sawit pada kawasan hutan negara seluas 3.323 hektar di Kecamatan Langgam, Pelalawan Riau telah berkekuatan hukum tetap, proses eksekusi putusan tersebut telah dilakukan dan masih terus berjalan sampai saat ini.

Namun, dia menjelaskan kasus hukum ini seyogyanya menjadi pintu masuk “kehadiran negara” untuk melakukan penataan agraria pada lahan hutan baik yang berada lama kawasan hutan atau non kawasan hutan untuk dapat dikelola oleh masyarakat secara tepat sasaran, pasti dan efektif untuk menopang ekonomi masyarakat.

"Ada dua peraturan presiden yang mungkin bisa menyelesaikan polemik ratusan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di Gondai saat ini," lanjutnya.

Pertama penataan agraria melalui program reforma agraria yang diatur Peraturan Presiden nomor 88 tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PTKH) dan Peraturan Presiden nomor 86 tahun 2018 tentang Reforma Agraria.

Kemudian terakhir Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 3 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Tim Inventarisasi dan Verifikasi Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (Inver PTKH).

Sementara itu, ia menjelaskan jika Satgas Penertiban Lahan/ Hutan Provinsi Riau memiliki kapasitas dan kewenangan untuk menelusuri lebih lanjut keberadaan legalitas penguasaan lahan kebun PSJ. Baik yang berada di dalam kawasan hutan maupun areal penggunaan lain, termasuk mengambil langkah tindakan hukum (litigasi) dan non litigasi. Hasil pemeriksaan Satgas tersebut akan menjadi pintu masuk untuk mengarahkan lahan-lahan tersebut sebagai objek reforma agraria.

Berdasarkan penelusuran, Raya mengatakan sejatinya PSJ mengelola sekitar 9.324 hektare perkebunan sawit, yang di dalam keseluruhan lahan dikelola tersebut seluas 3.323 hektar adalah merupakan objek dalam putusan MA yang telah dan sedang dieksekusi.

Hasil penelusuran lainnya, Raya menurutkan PSJ hanya mengantongi izin usaha perkebunan seluas 1.500 hektare. Alhasil, dari total 9.324 hektare yang dikelola, termasuk 3.323 hektare yang dieksekusi melalui putusan MA, serta izin IUP hanya 1.500 hektare, maka ada 4.500 hektare lahan yang dikelola PSJ dengan status tidak jelas.

Untuk itu, Raya mengatakan alangkah baiknya masyarakat dan kelompok tani yang terdampak eksekusi diberikan 4.500 hektare lahan dalam status abu-abu itu dalam bentuk TORA. Terlebih lagi, sudah ada Perpres dan Permen yang mengatur serta tim bentukan Gubernur Riau yang bisa digerakkan.

Ia juga memberikan saran Satgas Penertiban Hutan dan Lahan Provinsi Riau sebaiknya bisa melakukan upaya penghitungan batas-batas sehingga keberadaan lahan atau hutan dapat memiliki legalitas penguasaan dan pengelolaan yang jelas secara hukum.

"Masyarakat yang terkena dampak dari putusan MA kasus di atas, sebaiknya dan seharusnya mendapat prioritas utama sebagai subjek penerima objek reforma agraria. Apakah diselesaikan dengan skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) ataupun Perhutanan Sosial (PS). Dengan demikian, masyarakat akan bisa menjadi subjek penerima program reforma agraria pada areal tersebut," tuturnya.