Pekanbaru (ANTARA) - Kepala Inspektur Tambang Indonesia Sri Raharjo menyatakan ada 24 orang pekerja yang meninggal dunia, akibat kecelakaan kerja di pertambangan mineral dan batubara (minerba) di Tanah Air selama tahun 2019.
"Pada 2019 kecelakaan 62 persen di tambang mineral. Yang mati di tambang batubara ada sembilan, dan 15 di tambang mineral," kata Sri Raharjo yang juga Direktur Teknik dan Lingkungan Minerba Kementerian ESDM, pada Forum Kepala Teknik Tambang dan Inspektur Tambang Provinsi Riau di Pekanbaru, Kamis (30/1).
Ia mengatakan sejak 2018 jumlah kecelakaan pada pertambangan mineral lebih banyak dibandingkan pertambangan batubara.
Kondisi pada tahun 2019 pertambangan mineral mengungguli pertambangan batubara pada setiap kategori kecelakaan. Total kecelakaan kerja di tambang mineral ada 90 kasus, dan di tambang batubara ada 67 kasus. Dari jumlah tersebut, kecelakaan maut di tambang minerba menghilangkan 15 nyawa pekerja, sedangkan kasus kematian di tambang batubara ada sembilan orang tewas.
Kecelakaan berat di tambang mineral ada 55 kasus, sedangkan di batubara 50 kasus. Sedangkan kasus kecelakaan ringan ada 20 kasus di tambang mineral, dan delapan kasus di tambang batubara.
Ia mengatakan perusahaan jasa pertambangan memiliki andil yang signifikan dalam terjadinya kecelakaan tambang, yakni 79 persen kontraktor dan empat persen subkontraktor.
"Pekerja dengan pengalaman kerja kurang dari tiga tahun paling banyak menjadi korban," katanya.
Kondisi tidak aman yang paling sering menyebabkan terjadinya kecelakaan adalah alat atau sistem pengaman yang tidak ada, tidak lengkap, dan tidak berfungsi dengan baik. Jumlahnya mencapai 19 persen dari total kecelakaan. Selain itu ada kondisi lereng kritis menjadi penyebab kecelakaan, yakni mencapai 14 persen.
Kemudian tindakan tidak aman yang paling sering memicu terjadinya kecelakaan adalah bekerja dengan posisi tidak benar (22 persen), dan tidak mengikuti prosedur kerja (17 persen).
Kepala Seksi Keselamatan dan Pertambangan Ditjen Minerba, Dwinanto Herlambang menambahkan perusahaan tidak bisa hanya menyediakan alat keselamatan dan alat pelindung diri (APD) lalu mengharapkan kecelakaan kerja bisa nihil.
Penyediaan APD dan alat keselamatan seharusnya berada pada urutan paling akhir dalam hirarki manajemen risiko.
Herlambang mengatakan urutan paling atas adalah rekayasa teknik, kemudian administrasi berupa pemilihan tenaga kerja kompeten, pengaturan jam kerja, rambu-rambu keselamatan, rotasi kerja, pembatasan jam kerja, penempatan orang dan penempatan tugas.
Selain itu, perlu ada praktek kerja berupa prosedur kerja yang sesuai standar, cara kerja dan pelatihan.
"Perusahaan jangan hanya bisa berpesan ke pekerja, jangan lupa APD saja jangan sampai celaka. Itu tidak akan jadi jaminan," kata Herlambang.
Baca juga: Riau nihil kecelakaan kerja di tambang minerba selama 2019, begini penjelasannya
Baca juga: Angka Kecelakaan Kerja Di Riau Turun
Berita Lainnya
Riau nihil kecelakaan kerja di tambang minerba selama 2019, begini penjelasannya
31 January 2020 8:23 WIB
Upacara HUT Pertambangan dan Energi ke-79 berlangsung meriah dengan listrik PLN tanpa kedip
11 October 2024 13:06 WIB
Arab Saudi dan Turki teken kesepakatan kerja sama sektor pertambangan
29 August 2023 9:48 WIB
PT Semen Indonesia terapkan teknik surface mining dukung pertambangan berkelanjutan
25 March 2023 10:46 WIB
Menuju pertambangan emas skala kecil yang bebas merkuri di Indonesia
16 December 2022 11:28 WIB
Kementerian ESDM dorong perusahaan pertambangan lebih transparan soal lingkungan
15 September 2022 16:11 WIB
Presiden Jokowi lihat sejarah pertambangan Freeport Indonesia di Grasberg
01 September 2022 12:34 WIB
DPR minta pemerintah berperan aktif dalam awasi kegiatan pertambangan
23 May 2022 12:25 WIB