Pekanbaru, 30/9 (ANTARA) - Manajemen Sinar Mas Forestry menyatakan konflik manusia versus harimau Sumatera yang berlangsung di kawasan penyangga Cagar Biosfer Bukit Batu terjadi di area konsesi milik perusahaan yang kini tengah diklaim warga.
"Daerah konflik itu berlangsung di area konsesi kita yang diklaim milik masyarakat setempat dan telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit," ujar Humas Sinar Mas Forestry, Nurul Huda, di Pekanbaru, Kamis.
Ia menjelaskan, terdapat sekitar 8.000 hektare dari total 44.000 hektare lahan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Sakato Pratama Makmur --mitra pemasok bahan baku industri pulp dan kertas Sinar Mas Forestry yang bernaung di bawah bendera Asia Pulp and Paper (APP)--yang diklaim milik warga.
Pihak perusahaan sendiri telah menempuh berbagai upaya persuasif untuk mengembalikan lahan yang diklaim milik warga oleh masyarakat setempat itu, namun hingga kini belum juga membuahkan hasil.
Dari total luas lahan 44.000 hektare itu, sekitar 12.000 hektare diantaranya diperuntukan perusahaan pemasok bahan baku kertas Sinar Mas itu sebagai area konservasi Cagar Biosfer Bukit Baku yang berada diwilayah administratif Kabupaten Bengkalis, Riau.
"Jadi tidak benar kalau konflik manusia versus harimau terjadi di dalam wilayah cagar biosfer itu sendiri, sebagaimana yang dinyatakan kalangan pemerhati lingkungan beberapa hari lalu," tegasnya.
Nurul juga mengatakan, PT Sakato Pratama Makmur tidak menjadi bagian dari 11 perusahaan yang mendapatkan izin tebang berupa rencana kerja tahunan (RKT) dari Kementerian Kehutanan yang diterbitkan pada awal tahun 2010.
"Sakato telah beroperasi selama 14 tahun, dan kini sedang memasuki musim tanam ketiga setelah sebelumnya tanaman industri yang ada telah dipanen sebanyak dua kali," katanya lagi.
Konflik manusia versus harimau di kawasan penyangga Cagar Biosfer Bukit Batu dilaporkan semakin memanas menyusul diterkamnnya seekor sapi, hewan ternak warga oleh harimau liar yang terus berkeliaran di pemukiman setelah pekan lalu seorang warga ditemukan tewas akibat harimau.
Organisasi konservasi World Wildlife Fund menyatakan, hingga kini konflik manusia versus harimau masih berlangsung di Cagar Biosfer Bukit Batu sebagai dampak rusaknya habitat sekitar kawasan konservasi.
Humas World Wildlife Fund (WWF), Riau Syamsidar menyatakan, konflik terjadi akibat rusaknya habitat harimau menyusul terjadinya aktivitas pembukaan hutan yang diduga dilakukan perusahaan, sehingga mempersempit ruang gerak binatang buas itu.
Pekan lalu, Sugianto (35), seorang warga Dusun Air Raja, Desa Tanjung Leban, Kecamatan Bukit Batu, Bengkalis ditemukan tewas mengenaskan akibat diterkam harimau yang berada PT Sakato Pratama Makmur yang mendapatkan izin RKT menhut tahun 2010 seluas 5.932 hektare.
WWF Riau mencatat, beberapa waktu lalu seorang warga juga ditemukan tewas akibat diterkam harimau di konsesi HTI PT Ruas Utama Jaya, salah satu mitra pemasok bahan baku kertas Sinar Mas Forestry, di lanskap konservasi blok Hutan Sinepis.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Riau menduga, kerusakan habitat harimau di Cagar Biosfer Bukit Batu sebagai dampak aktivitas perusahaan pemegang izin yang berada di sekitar kawasan konservasi itu.
"Kebetulan di cagar biosfer itu ada kegiatan besar-besaran pembukaan lahan untuk hutan tanaman industri. Tapi jika kegiatan itu merusak kawasan konservasi, tolong diberi tahu," ujar Kepala BKSDA Riau, Trisnu Danisworo.