Pekanbaru (Antarariau.com) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Riau dan Kepulauan Riau berhasil menghimpun pajak sebesar Rp11,6 triliun sampai dengan akhir Oktober 2018.
"Ini realisasi pajak untuk Riau yang mampu kami capai hingga 31 Oktober 2018," kata Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Riau dan Kepulauan Riau Jatnika kepada antara di Pekanbaru, Selasa.
Jatnika menjelaskan realisasi itu baru mencapai 68,29 persen dari target tahunan yang sudah dipatok oleh pemerintah pusat bagi Riau.
"Riau memang dipatok target penerimaan pajak sebesar Rp17 triliun selama 2018, hingga kini baru tercapai 68,29 persen," tutur Jatnika.
Meskipun demikian, sambung dia, jika merujuk pada realisasi penerimaan pajak 2017, pada 2018 mengalami pertumbuhan sebesar 17 persen.
"Realisasi target tahun ini naik alias tumbuh 17 persen dibandingkan penerimaan pajak 2017," tegasnya.
Dengan capaian tersebut sebenarnya telah menunjukkan bahwa program pemerintah di bidang perpajakan tahun ini behasil menongkrak penerimaan antara lain melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 yang Iebih dikenal dengan Pengungkapan Asset Sukarela dengan Tarif PPh Final (PASFINAL) dan penurunan tarif PPh final untuk pengusaha tertentu dari 1 persen menjadi 0,5 persen sebagaimana diatur daiam PP 23 Tahun 2018.
"Kebijakan tersebut nampaknya dapat diterima dan dimanfaatkan masyarakat Wajib Pajak (WP)," imbuhnya.
Menurut Jatnika , untuk sisa waktu yang ada pihaknya tetap berupaya mencapai target penerimaan pajak 2018.
Kanwil Riau bahkan telah membuat rencana aksi yang lebih terstruktur sistematis dan masif dengan fokus pada peningkatan pengawasan terhadap kepatuhan formal dan material Wajib Pajak. Dimana kepatuhan 410 ribu wajib paiak terdaftar yang wajib lapor SPT di delapan unit KPP diwilayah Riau masih tergolong rendah masih mencapai 68 persen.
"Untuk itu Kanwil DJP Riau mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat Riau agar lebih baik lagi dalam menjalankan kewajiban perpajakannya, dengan mendaftarkan diri sebagai wajib pajak di KPP dan memanfaatkan penurunan Tarif PPh Final untuk pelaku UMKM yang sudah mulai berlaku mulai 1 Juni," pungkasnya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo meluncurkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagai pengganti PP 46 tahun 2013.
PP yang baru ini berlaku bagi para pelaku UMKM dan efektif mulai 1 Juli 2018.
"Ada dua hal pokok dalam perubahan aturan itu," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Robert Pakpahan saat di Kantor DJP Jatim II di jalan Juanda Sidoarjo, Jumat (22/6).
Pertama, penurunan tarif PPh Final dari 1 persen menjadi 0,5 persen dari omzet yang wajib dibayarkan setiap bulan. Kedua adalah aturan tentang jangka waktu pengenaan tarif PPh Final 0,5 persen tersebut. Untuk WP orang pribadi selama tujuh tahun, WP badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer atau firma selama empat tahun, dan WP berbentuk perseroan terbatas selama tiga tahun.
"Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk mendorong pelaku UMKM agar lebih berperan aktif dalam kegiatan ekonomi dengan memberikan kemudahan dan keringanan pajak," ujar Robert.
Kendati demikian, disebutnya bahwa tidak semua pelaku UMKM wajib membayar pajak atau masuk kategori WP. Sebab, dalam ketentuan ini yang masuk kategori wajib membayar pajak adalah mereka yang memiliki peredaran bruto atau omzetnya mencapai Rp4,8 miliar dalam satu tahun.
Secara nasional, sepanjang tahun 2017 ada sekitar 1,5 juta UMKM yang setoran pajaknya mencapai Rp5,8 triliun.