Jikalahari menyayangkan kinerja pemerintah pusat dan daerah yang lamban dalam melakukan review AMDAL dan izin lingkungan korproasi HTI dan Sawit di lansekap Kerumutan. Konflik satwa dan manusia banyak terjadi disebabkan terganggunya habitat satwa oleh aktivitas konsesi HTI dan perusahaan sawit.
Sejak kematian Jumiati Januari lalu, Jikalahari telah berupaya mengingatkan pemerintah agar melakukan upaya yang serius untuk melindungi warga dari potensi konflik satwa dan manusia kata Woro Supartinah Koordinator Jikalahari.
Dua bulan lalu, Jumiati diterkam Harimau di dalam konsesi PT Tabung Haji Indo Plantation (dulunya PT Multi Gambut Indonesia). Jumiati bersama Yusmawati dan Fitriyanti melakukan pendataan sawit yang terserang hama Ganoderma di konsesi perusahaan KCB 76 Blok 10 Afdeling 4 Eboni State Desa Tanjung Simpang, Kecamatan Pelangiran, Inhil.
Kemunculan harimau sudah sangat sering terjadi sejak 2017 lalu dan sama sekali tidak ada tindakan oleh Pemerintah.Bahkan setelah kematian Jumiati,Pemerintah Pusat, KLHK hingga Gubernur Riau dan Bupati Inhil belum melakukan tindakan apapun.
Kematian Yusri tidak seharusnya tidak akan terjadi jika Pemerintah, mulai Bupati Inhil hingga KLHK melakukan evaluasi dan pemulihan SM Kerumutan sebagai habitat harimau Sumatera, kata Woro.
Kematian Yusri dan Jumiati karena habitat harimau ditelah dirusak oleh korporasi sawit dan HTI di lansekap Kerumutan. Di dalam lansekap Kerumutan ada 15 korporasi HTI dan HPH dan 7 korporasi
Sawit.
Diantaranya PT Selaras Abadi Utama, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Kembang Selaras, PT Arara Abadi, PT Satria Perkasa Agung, PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa, PT Bina Duta Laksana, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bhara Induk, PT Riau Indo Agropalma, PT Bina Daya Bentara dan PT Inhil Hutani Permai (HTI dan HPH).
7 korporasi perkebunan kelapa sawit: PT Tabung Haji Indo plantation/ PT MGI, PT Gandaerah Hendana, PT Guntung Hasrat Makmur, PT Guntung Idaman Nusa, PT Bhumireksanusa Sejati, PT Riau Sakti Trans Mandiri dan PT Riau Sakti United Plantation dengan dua konsesi
(sawit).
Lansekap Kerumutan salah satunya terdiri atas Suaka Margasatwa (SM Kerumutan) berada di Kabupaten Pelalawan, Indaragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Luasnya sekira 120 ribu hektar.
Di dalam lansekap ini ada flora dan fauna. Flora: Punak (tetramerista glabra), sagu hutan (adenantera pavonina), gerunggung (cratoxylum arborescens), bintangur (callophylum schoulatrii), resak (vatica waliichi), balam (palaqium sp). Fauna: harimau loreng sumatera (panthera tigris sumatrae), macan dahan (neofelis nebulosa), owa (hylobates moloch), rangkong (bucheros
rhinoceros), monyet ekor panjang (macaca fascicularis), dan kuntul putih (egretta intermedia).
Kematian Yusri dan Jumiati bukti bahwa korporasi HTI dan Sawit selain merusak hutan juga merusak habitat Harimau, dampaknya konflik Harimau tak bisa dihindarkan. Ini juga tanggungjawab Pemerintah untuk memenuhi hak hidup sebagai hak asasi manusia.
Kematian Yusri dan Jumiati membuktikan bahwa Pemerintah masih abai terhadap pemenuhan HAM, kata Woro.
Untuk itu Jikalahari mendesak:
1. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Gubernur Riau segera mereview
AMDAL dan Izin Lingkungan korporasi HTI dan Sawit di atas lanskap Kerumutan.
2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membentuk tim untuk mengevaluasi tata
kelola dan tata guna lahan di Lansekap Kerumutan.
3. Balai Besar BKSDA Riau bekerja lebih responsif untuk menghentikan peredaran harimau
di pemukiman-pemukiman warga dengan cara melakukan patroli mencegah harimau
masuk ke dalam hutan tersisa di Lansekap Kerumutan.
Sawit.
Diantaranya PT Selaras Abadi Utama, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Kembang Selaras, PT Arara Abadi, PT Satria Perkasa Agung, PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa, PT Bina Duta Laksana, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bhara Induk, PT Riau Indo Agropalma, PT Bina Daya Bentara dan PT Inhil Hutani Permai (HTI dan HPH).
7 korporasi perkebunan kelapa sawit: PT Tabung Haji Indo plantation/ PT MGI, PT Gandaerah Hendana, PT Guntung Hasrat Makmur, PT Guntung Idaman Nusa, PT Bhumireksanusa Sejati, PT Riau Sakti Trans Mandiri dan PT Riau Sakti United Plantation dengan dua konsesi
(sawit).
Lansekap Kerumutan salah satunya terdiri atas Suaka Margasatwa (SM Kerumutan) berada di Kabupaten Pelalawan, Indaragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Luasnya sekira 120 ribu hektar.
Di dalam lansekap ini ada flora dan fauna. Flora: Punak (tetramerista glabra), sagu hutan (adenantera pavonina), gerunggung (cratoxylum arborescens), bintangur (callophylum schoulatrii), resak (vatica waliichi), balam (palaqium sp). Fauna: harimau loreng sumatera (panthera tigris sumatrae), macan dahan (neofelis nebulosa), owa (hylobates moloch), rangkong (bucheros
rhinoceros), monyet ekor panjang (macaca fascicularis), dan kuntul putih (egretta intermedia).
Kematian Yusri dan Jumiati bukti bahwa korporasi HTI dan Sawit selain merusak hutan juga merusak habitat Harimau, dampaknya konflik Harimau tak bisa dihindarkan. Ini juga tanggungjawab Pemerintah untuk memenuhi hak hidup sebagai hak asasi manusia.
Kematian Yusri dan Jumiati membuktikan bahwa Pemerintah masih abai terhadap pemenuhan HAM, kata Woro.
Untuk itu Jikalahari mendesak:
1. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Gubernur Riau segera mereview
AMDAL dan Izin Lingkungan korporasi HTI dan Sawit di atas lanskap Kerumutan.
2. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membentuk tim untuk mengevaluasi tata
kelola dan tata guna lahan di Lansekap Kerumutan.
3. Balai Besar BKSDA Riau bekerja lebih responsif untuk menghentikan peredaran harimau
di pemukiman-pemukiman warga dengan cara melakukan patroli mencegah harimau
masuk ke dalam hutan tersisa di Lansekap Kerumutan.