Pekanbaru, (Antarariau.com) - Anggota Badan Musyawarah DPRD Riau Suhardiman Amby menegaskan revisi terhadap peraturan daerah nomor 4/2015 pasal 24 ayat 2 tentang pajak Bahan Bakar Minyak non subsidi dapat digesa dan tidak akan memakan waktu lama.
"Kalau tanpa Pansus (Panitia Khusus) maka akan selesai dua minggu setelah diparipurnakan awal. Ini kan hanya merevisi satu ayat, sehingga nanti bisa dipatok pajak dibawah 10 persen. Terserah nanti siapa yang melaksanakan, yang penting tidak usah pakai Pansus," kata Sekretaris Komisi III DPRD Riau Suhardiman Amby di Pekanbaru, Minggu.
Dia membantah, Pihak Banmus DPRD Riau telah memutuskan membentuk Panitia Khusus untuk merevisi perda tersebut, sebab menurutnya akan memakan waktu dan banyak anggaran yang dikeluarkan jika melalui pansus.
"Belum diputuskan, kemaren baru opsi saja, mekanisme mana yang akan digunakan. Banyak yang menginginkan tidak melalui Pansus termasuk saya. Sebab melalui Pansus itu agak lama waktu revisinya. Kalau tanpa Pansus, misalnya dilaksanakan oleh Komisi III, maka itu akan lebih cepat prosesnya," kata Suhardiman.
Politisi Hanura Riau ini menyayangkan jika akhirnya revisi Perda tersebut tetap harus melalui Pansus, karena ketika ada pilihan untuk mempercepat, harusnya mengambil jalan cepat saja.
"Jelas ini untuk kepentingan masyarakat, jangan dipersulit lagi. Tidak mungkin hanya untuk mengubah satu kata kita harus mengelurkan uang Rp1 miliar (jika dibentuk Pansus)," katanya.
Disinggung terkait apakah akan terjadi penurunan Pendapatan Asli Daerah dengan diturunkannya pajak tersebut, Suhardiman mengaku tidak terlalu signifikan, apalagi sumber PAD dapat digalih dari potensi lainnya.
Berbeda pendapat, Anggota Badan Musyawarah DPRD Riau lainnya, Yusuf Sikumbang justru menyarankan untuk dibuat Pansus untuk merevisi perda tersebut, hal tersebut dengan pertimbangan untuk mengkaji dampak negatif atau positif penurunan pajak BBM non subsidi.
"Dengan penurunan pajak tersebut, kami harus kaji itu dulu. Apa dampaknya terhadap pendapatan daerah? Kami mesti tanyakan juga ke Badan Pendapatan Daerah. Sepertinya nanti melalui pansus, Senin depan paripurna akan digelar,"ucap Yusuf Sikumbang.
Politisi PKB Riau ini mengasumsikan, hitungannya dengan pajak sebesar 10 persen bisa didapatkan pendapatan sebesar Rp100 miliar. Namun jika dikurangi menjadi lima persen maka besar kemungkinan pendapatan menurun menjadi Rp50 miliar.
Kajian tersebut, kata Yusuf, sangat diperlukan untuk melakukan revisi perda pajak BBM non subsidi. Yusuf juga menilai, dikarenakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2018 sudah berjalan sehingga realisasi penurunan pajak tersebut berkemungkinan dilaksanakan pada tahun mendatang.
"Sekalipun pansus memutuskan untuk merevisi Perda tersebut tetap belum bisa diterapkan pada 2018 ini. Karena kalau 2019 saya rasa tidak masalah. Nanti pembahasan APBD murni pada Maret, April, Mei dan Juni. Ini kami pertimbangkan,"jelasnya.
Sebagaimana diberitakan, akibat naiknya harga pertalite oleh Pertamina tanpa ada pengumuman dari Rp7.900 menjadi Rp8.000 perliternya, membuat masyarakat resah. Masyarakat menilai mahalnya harga pertalite tersebut selain dari kenaikan dari Pertamina juga akibat tingginya pajak BBM non subsidi oleh Pemprov sebesar 10 persen. Sedangkan daerah lain hanya lima persen.***3***