Selatpanjang, Riau (Antarariau.com) - Komisi Nasional Hak Azasi Manusia (Komnas HAM) RI resmi menutup kasus laporan Meranti berdarah yang terjadi 25 Agustus 2016, setelah didapati kata sepakat antara Pemkab Meranti, Riau, dengan para tokoh agama/adat setempat.
"Kami melihat ending dari kasus ini sangat baik, dan hasilnya akan kami jadikan sebagai acuan untuk menutup kasus ini," kata Komisioner Komnas HAM Johan Efendi usai pertemuan dengan Pemkab Meranti serta para tokoh masyarakat/agama/adat untuk melihat dan mendengarkan langsung keterangan terkait kasus Meranti berdarah di Selatpanjang, ibu kota Kabupaten Meranti, Rabu.
Johan Efendi menjelaskan Komas HAM mengapresiasi semua pihak mulai dari Kepolisian, Pemda, Legislatif serta tokoh masyarakat yang secara bersama-sama telah berhasil menuntaskan kasus Meranti berdarah.
"Ini sebuah contoh penyelesaian kasus yang sangat baik dengan melibatkan semua aspek kehidupan masyarakat, cara ini dapat menjadi contoh penyelesaian kasus ke depan," tutur Johan Efendi.
Kasus Meranti berdarah, 25 Agustus 2016 malam, berawal cekcok antara Adi (24) yang merupakan pegawai honorer Dispenda, dengan salah seorang oknum polisi yang bertugas di Polres Kepulauan Meranti. Oknum polisi itu tewas ditangan Adi setelah mendapat beberapa tusukan di tubuhnya. Adi kemudian ditangkap polisi, sempat dirawat ke rumah sakit karena luka-luka, dan dikembalikan ke rumah sakit lagi dalam kondisi tidak bernyawa. Hal ini yang sempat menimbulkan kerusuhan protes masyarakat yang tidak terima Adi diduga dibunuh, bukan diadili.
Sementara itu Wakil Bupati Meranti Said Hasyim menjelaskan bahwa kasus Meranti berdarah yang terjadi setahun lalu telah selesai bahkan terselip hikmah dibalik itu untuk menjadikan wilayah ini ke depan lebih baik lagi.
Salah satu yang dirasakan saat ini adalah semakin eratnya hubungan silahturahmi antara aparat kepolisian dengan masyarakat yang dibuktikan semakin intensnya komunikasi dalam membahas berbagai hal yang berkaitan dengan ketertiban masyarakat.
Selain pendekatan persuasif yang dilakukan oleh aparat Kepolisian kepada keluarga korban. Pemda sendiri diakui Wabup selalu memberi dukungan kepada keluarga korban seperti mempekerjakan adik almarhum Apri Adi Pratama menjadi pegawai Pemkab menggantikan abangnya, begitu juga istri almarhum Is Rusli yang diangkat menjadi honorer untuk membantu ekonomi keluarga.
Pernyataan Wakil Bupati itu, diperkuat oleh anggota DPRD Kabupaten Meranti Ardiansyah, sejak dilakukannya pendekatan baik oleh kepolisian maupun Pemda kepada pihak keluarga tidak ada lagi gejolak.
"Hingga saat ini tidak ada lagi hal yang dapat menimbulkan gejolak dan semua masalah telah dapat diselesaikan lewat musyawarah dan kekeluargaan," ujarnya.
Hal senada juga diutarakan oleh perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Asep, yang menurutnya kejadian Meranti berdarah telah membuat hubungan kepolisian dan masyarakat semakin erat bahkan pihak Mapolres setiap hari mewajibkan anggotanya menggelar sholat subuh keliling (Suling) dari masjid ke masjid. Melalui kegiatan itu aparat kepolisian berbaur dengan masyarakat seantero Selatpanjang dengan aman dan damai.
"Saya mewakili suku-suku yang ada (10 suku) menyatakan setelah kejadian itu hingga saat jni tidak ada masalah lagi masyarakat dapat hidup dengan aman dan tenteram," paparnya.
Ketua MUI Mustafa S.Ag juga menambahkan semua masalah sudah terselesaikan dan apa yang diutarakan oleh para tokoh adat, agama serta Pemkab Meranti merupakan fakta.
"Kondisi saat ini sudah solid, kesimpulannya masalah yang ada sudah jernih dan kita berharap kondisi yang sudah baik ini jangan sampai kembali buruk, akibat ulah oknum lainnya yang ingin memperkeruh keadaan. Kita sepakat kejadian itu adalah cobaan yang dapat diambil hikmahnya," ujar Ketua MUI.