Pekanbaru (Antarariau.com) - Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau meminta Kepolisian Indonesia membuka identitas ahli yang merekomendasikan terbitnya Surat Perintah Pemberhentian Penyidikan (SP3) terhadap 15 korporasi yang diduga membakar hutan dan lahan tahun 2015.
"Jikalahari menuntut Kapolri membuka identitas ahli yang merekomendasikan SP3 15 korporasi diduga pembakar hutan dan lahan tahun 2015. Buka seluruh dokumen berita acara dan dokumen hasil gelar perkara," kata Koordinator Jikalahari, Woro Supartinah di Pekanbaru, Senin.
Jikalahari menilai SP3 melanggar prinsip-prinsip transparansi Peraturan Kapolri (Perkap) No. 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Transparansi bermakna proses penyelidikan dan penyidikan dilakukan secara terbuka yang dapat diketahui perkembangan penanganannya oleh masyarakat.
"Masyarakat sama sekali tidak tahu penghentian perkara ini, apalagi SP3 ini sudah dimulai sejak Januari 2016," sebut Woro.
Oleh karena itu, polisi diminta menggelar "Gelar Perkara Publik" dengan cara mengundang korban polusi asap karhutla: lima korban meninggal, korban ISPA, akademisi yang independen, Kantor Staf Presiden, KLHK, Tokoh dan alim ulama, Kapolri, Kejakaan Tinggi Riau dan pihak-pihak yang berkaitan dengan korban polusi asap.
Lebih lanjut dia mengatakan SP3 juga melanggar instruksi Presiden (Inpres) No. 7 Tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2015. Dalam Inpres itu disebutkan Polri salah satunya, meningkatkan keterbukaan proses penegakan hukum di Kepolisian Republik Indonesia kepada masyarakat.
"Polda Riau tidak melaksanakan aksi keterbukaan proses penegakan hukum kepada masyarakat Riau. Dokumentasi tahapan penanganan perkara kepada masyarakat luas tidak pernah disampaikan oleh Polda Riau termasuk perkembangan penangan perkara 15 perusahaan terlibat karhutla," lanjut Woro Supartinah.
Dikatakannya Instruksi 18 Januari 2016, saat Presiden Jokowi taja Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan Kebakaran Hutan dan Lahan Tahun 2016 di Istana Negara, salah satu isinya penegakan hukum. "Jokowi menginstruksikan lakukan langkah tegas pada pembakar hutan dan lahan, baik administrasi, pidana maupun perdata, bukan menghentikan 15 perkara perusahaan pembakar hutan dan lahan," tambahnya.
Atas dasar itu, dia meminta polisi mematuhi Instruksi Presiden, Instruksi Kapolri dan Perkap Manajemen Penyidikan Tindak Pidana Kapolri. Disamping itu, Kapolri diminta mereformasi menyeluruh di tubuh Polda Riau, reformasi dari hulu ke hilir sehingga membentuk karakter personil Polri yang berintegritas dan mampu melayani masyarakat dengan baik.