Akademisi Unand Harapkan RI Kembangkan Teknologi Domestik

id akademisi unand, harapkan ri, kembangkan teknologi domestik

Akademisi Unand Harapkan RI Kembangkan Teknologi Domestik

Pekanbaru (Antarariau.com) - Akademisi Unand Benny Dwika Leonanda mengisyaratkan pemerintah RI agar segera mengembangkan teknologi domestik, mendorong peningkatan produksi, dan membuat program peningkatan nilai tambah dari bahan-bahan alam untuk lebih menggenjot pertumbuhan ekonomi.

"Saatnya pada tahun kedua pemerintahan Jokowi-JK ini mampu menarik kepercayaan masyarakat lebih dalam lagi antara lain dengan mempertahankan pertumbuhan ekonomi dalam negeri di atas 4,1 persen melebihi perkiraan pertumbuhan ekonomi global," kata Benny dihubungi dari Pekanbaru, Kamis.

Pendapat demikian dikemukakan Benny lebih antara lain karena eknonomi dunia kini memburuk, bahkan awal minggu ini IMF kembali mengoreksi prediksi pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3,1 persen untuk tahun 2016, dan 3,4 persen untuk tahun 2017.

Padahal sebelumnya, menurut Benny, IMF telah dua kali mengubah prediksi pertumbuhan ekonomi dunia, pada Januari 2016 yakni berada pada 3,4 persen dan kemudian diturunkan menjadi 3,2 persen pada April 2016.

Ia mengatakan, hal tersebut tentu saja menimbulkan kekhawatiran baru oleh berbagai pemerintahan di dunia bahwa resiko semakin meningkat, dan mirisnya muncul hambatan baru dalam pengembangan ekonomi di negara mereka masing-masing.

"Berbagai negara termasuk Indonesia justru terbebani hutang-hutang yang mereka timbun selama ini. Target pertumbuhan ekonomi yang telah dijanjikan kepada rakyat sulit dicapai," katanya.

Ironisnya beban mereka dalam menambah pendapatan negara, membayar hutang, memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan produksi dalam negeri, penyediaan lapangan pekerjaan baru bagi penduduk justru semakinsulit. Sementara itu program Investasi Asing Lansung (Foreign Direct Investment) yang menjadi fokus pemerintahaan Indonesia kini, justru diyakini tidak akan menambah lapangan pekerjaan baru bagi rakyat Indonesia.

"Sebab setiap investasi asing langsung, selalu diikuti dengan penyediaan tenaga kerja dari warga negara asing, kerena kebijakan tersebut sudah menjadi satu paket dengan investasi tersebut, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi dampak dari derasnya investasi seperti harapan pemerintah itu hanya menjadi pertumbuhan semu dan tidak akan bermanfaat langsung kepada masyarakat," katanya.

Sebaliknya dengan mengandalkan pembangunan infrastrukur sekarang melalui investasi Jepang dan Cina misalnya memberikan "karpet merah" atau jalur istimewa bagi produk-produk asing, terutama produk China.

Ia menyebutkan, ada sekitar 1,357 Milyar penduduk China menjadi produsen barang, dan jasa yang siap membanjiri Indonesia, memperkuat secara tradisionil, dan selama ini penduduk Indonesia telah menjadi pasar produk China.

"Namun demikian, ekspor Indonesia ke China hanya sektor perkebunan, pertanian, minyak bumi, batubara, dan sumber daya alam lainnya serta industri, namun tidak banyak," katanya.

Sementara produk-produk Indonesia lebih banyak mengisi pasar domestik. Transfer teknologi yang dicita-citakan selama ini akan berjalan lambat, dan mungkin saja sangat sulit terjadi.

Oleh karena itu selain mengembangkan teknologi domestik, pemerintah seharusnya juga memperpanjang rantai produksi dengan memproduksi berbagai keanekaragaman produk, karena program ini akan menciptakan lapangan pekerjaan baru serta industri skala kecil dan menengah akan tumbuh.

"Pada akhirnya produktifitas masyarakat akan naik, dengan demikian pertumbuhan ekonomi akan terjaga, dan meningkat," katanya.

Ia menekankan, bahwa selain di perkotaan, pembangunan infrastruktur seharusnya juga diperkuat di pedesaan lebih karena kebijakan ini sekaligus mensejahterakan penduduk perdesaan dan menekan angka pengangguran.

Jika infrastruktur desa minim, katanya, maka produksi mereka akan kalah bersaing dengan kota karena infrastruktur antara desa dengan perkotaan tidak sebaik kota.

"Jadi ditengah penurunan pertumbuhan ekonomi global, tidak realistis untuk berharap tingkat pertumbuhan dalam negeri akan tinggi, sebab fokus pembangunan pemerintah tidak ditopang di sektor produksi dan industri. Itupun jika dipaksakan tentu akan menggerus modal dan anggaran besar dan terpaksa mengubah banyak peraturan dan UU," katanya.