Oleh Muhammad Razi Rahman
Jakarta, (Antarariau.com) - Dalam situasi perekonomian dunia yang dinilai masih tidak labil ini, Republik Indonesia juga terkena dampaknya yang mengakibatkan terjadinya perlambatan ekonomi secara nasional.
Salah satu indikasi dari perlambatan ekonomi itu dialami dengan menurunnya kinerja ekspor dari berbagai pelaku dunia usaha di Tanah Air.
Sebagaimana diberitakan, Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan kondisi ekspor saat ini memprihatinkan karena mengalami gejala penurunan, sehingga dibutuhkan langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkannya kembali.
"Kondisi ekspor saat ini sangat memprihatinkan karena pada paruh pertama tahun 2015 ini kinerja ekspor jatuh sampai 11,8 persen," kata Suryo Bambang Sulisto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu (2/9).
Dia mengingatkan bahwa pada krisis finansial global tahun 2008-2009, nilai ekspor merosot sangat dalam karena kinerja industri lemah dan ekspor mayoritas berbasis bahan mentah yang mengalami penurunan harga di pasar dunia.
Ketua Kadin juga mengingatkan bahwa kegiatan ekspor adalah andalan perekonomian nasional karena dari kegiatan inilah cadangan devisa dikumpulkan karena semakin besar cadangan devisa yang dimiliki Indonesia maka dinilai semakin kuat pula posisi ekonomi RI.
"Tetapi di sisi lain kinerja impor juga menurun lebih drastis karena biaya impor meningkat yang disebabkan menurunnya nilai rupiah, sehingga memukul dunia industri. Banyak PHK karena perusahaan tidak dapat menyesuaikan biaya produksi yang maningkat pesat," tuturnya.
Ia menjelaskan, meskipun terjadi surplus pada neraca perdagangan di semester I 2015, hal itu bukan karena prestasi ekspor, melainkan lebih dikarenakan penurunan impor yang signifikan pada periode tersebut (15,1 persen).
Di sisi lain, ujar Suryo Bambang Sulisto, ekspor menurun 11,67 persen. Penurunan impor dan ekspor ini dinilai merupakan sinyal tanda bahaya bagi kinerja ekonomi eksternal Indonesia.
Sejumlah saran yang telah ditawarkan Kadin terkait ekspor-impor adalah mengurangi kandungan impor dan meningkatkan kandungan lokal (TKDN) dalam pengembangan industri yang mempunyai ketergantungan tinggi pada kandungan impor.
Selanjutnya, membangun dan memberdayakan industri yang memiliki kemampuan ekspor tetapi lemah dalam permodalan dengan memberikan dukungan pemerintah dan perbankan yang berupa subsidi bunga serta memberikan stimulus fiskal.
Selain itu, mengurangi impor baik barang-barang konsumsi (terutama barang mewah) maupun bahan mentah dan bahan penolong untuk industri dan menggantikannya dengan meningkatkan bahan/produk dalam negeri dengan melalui pengembangan industri substitusi.
Sebelumnya, Indonesia sedang mengincar peluang untuk meningkatkan ekspor dengan membidik beberapa kawasan khususnya di negara-negara nontradisional sebagai salah satu langkah untuk penganekaragaman tujuan ekspor ditengah melemahnya nilai tukar rupiah.
"Ada beberapa kawasan yang sudah kami lakukan penelitian, khususnya dengan adanya pelemahan nilai tukar rupiah ini. Diantaranya yaitu negara-negara nontradisional, ada beberapa kawasan yang nantinya akan disasar dalam rangka penetrasi produk Indonesia," ujar Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan, Nus Nuzulia Ishak, di Jakarta, Rabu (2/9).
Nus mengatakan, beberapa kawasan yang sedang diincar tersebut antara lain kawasan Asia Tengah, Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika, Timur Tengah dan Amerika Latin. Pihaknya akan memfokuskan penetrasi tersebut ke negara nontradisional, baik dengan membawa produk komoditas utama maupun yang prospektif.
Ia juga menjelaskan, untuk wilayah Asia Tengah, beberapa negara yang dipilih untuk penetrasi produk Indonesia seperti otomotif, elektronik dan produk karet adalah Kazakstan serta Uzbekistan, kendati untuk wilayah tersebut tidak semua negara memiliki pertumbuhan ekonomi yang cukup baik.
"Selain itu, untuk kawasan Asia Tenggara, saya kira merupakan pasar yang potensial. Beberapa negara diantaranya adalah Vietnam, Kamboja, Malaysia, Myanmar dan Filipina," imbuhnya.
Nus menambahkan, pada kawasan Asia Selatan, negara seperti India juga akan terus dipertahankan khususnya dalam upaya peningkatan ekspor, meskipun pada tahun 2014 lalu perdagangan antar kedua negara, Indonesia mengantongi surplus sebesar 8,66 miliar dolar AS untuk sektor nonmigas.